Jeonghan terkejut ketika melihat apa yang Seungcheol bawa. Benar-benar strawberry semua.
“Ini bapak beli semuanya buat Cherry?”
“Iya, habisnya saya tidak tau dia suka yang mana.”
“Ya tapi gak gini juga dong, kebiasaan banget buang-buang duitnya.”
Walaupun ngedumel Jeonghan tetap mengambil apa yang Seungcheol bawa dan ia masukkan ke dalam kulkas.
“Cherry dimana, Han?”
Jeonghan tidak menjawab, ia berjalan menuju sebuah kamar yang Seungcheol yakini adalah kamar anaknya. Anak hatinya sangat menghangat ketika mengetahui kalau Cherry adalah anaknya. Berarti Jeonghan tidak menggugurkan kandungannya waktu itu.
“Cherry?”
“Ya pa?”
“Ada yang mau ketemu sama Cherry.”
“Siapa pa? Uncle gu?”
Jeonghan menggeleng. “Sini dong keluar.”
Akhirnya Cherry keluar, dan matanya berbinar-binar ketika melihat siapa yang datang.
“Uncle Cheol.” Pekiknya girang. Ia berlari ke arah Seungcheol dan memeluknya. Seungcheol dengan sigap membalas pelukan hangat anaknya itu.
“Uncle Cheol temennya papa? Kok papa bolehin uncle ke sini?”
Jeonghan dan Seungcheol saling berpandangan.
“Cherry, uncle Cheol bawain kamu macam-macam strawberry nih. Mau gak?” Tapi dengan cepat Jeonghan mengalihkan pembicaraan.
Cherry mengikuti Jeonghan yang berjalan menuju dapur, dan membuka kulkas lagi-lagi ada binar dimata Cherry.
“Strawberry.”
Seungcheol tersenyum, ia tidak tau kalau anaknya itu benar-benar menyukai strawberry.
“Ini untuk Cherry semua, uncle?”
Seungcheol mengangguk. “Tapi tidak boleh dimakan semuanya secara langsung. Dan juga harus bagi ke papa Han.”
Papa Han. Jeonghan mengalihkan pandangannya, ia merasakan ada kupu-kupu berterbangan di perutnya ketika mendengar ucapan Seungcheol. Tapi buru-buru ia menepisnya. Ia tidak boleh begitu. Ia sudah punya Mingyu.
“Cherry bilang apa ke uncle Cheol?”
“Terima kasih, uncle.”
“Sama-sama Cherry.”
Saat ini mereka bertiga sedang menonton kartun favorit Cherry dengan Seungcheol yang dengan lihai menyuapi Cherry strawberry cake yang tadi ia bawa. Cherry dan Seungcheol duduk di atas karpet sedangkan Jeonghan duduk di atas sofa. Dari sofa Jeonghan memperhatikan Seungcheol yang tanggap mengurusi Cherry, bahkan ia mengelap sisa-sisa krim di sekitar mulut Cherry.
“Bapak gak kerja?”
“Saya izin hari ini, Han.”
Jeonghan mengangguk.
“Jeonghan, bisa tidak kamu tidak panggil saya bapak lagi? Saya kan sudah bukan bos kamu.”
“Terus panggil apa?”
“Nama saja tidak apa-apa.”
Jeonghan tampak berpikir, lalu wajahnya memerah.
“Kalau mas aja gimana?”
“Gimana?”
“Kalau mas Seungcheol aja gimana?”
Seungcheol tersenyum. “Lebih baik.”
Jeonghan gugup ketika melihat senyum Seungcheol yang ia rindukan. Ternyata senyumnya masih sama
“Uncle, Cherry kenyang.”
“Ya sudah, buat nanti lagi ya?”
“Oke uncle.”
“Biar Han aja yang taruh mas.”
Seungcheol dan Jeonghan salah tingkah. Tapi buru-buru Seungcheol memberikannya pada Jeonghan dan Jeonghan juga buru-buru membawa sisa kue itu untuk ia masukkan lagi ke kulkas.
Cherry tertidur di gendongan Seungcheol. Mungkin ia lelah setelah hampir seharian bermain-main dengan Seungcheol.
“Di luar hujan, mas.”
“Kayaknya aku pulangnya setelah reda, Han. Gapapa kan ya?”
Aku? Mungkin Seungcheol tidak sadar dengan apa yang tadi ia ucapkan.
“Gapapa kok mas.”
“Mingyu gak kesini kan?”
Oh, Jeonghan lupa mengabari Mingyu.
“Engga mas, tadi katanya lagi sibuk.”
Seungcheol mengangguk.
“Cherry taro di kasurnya aja mas, nanti kamu capek.”
Seungcheol langsung membawa Cherry ke kamarnya dan menidurkan anaknya itu. Setelah itu, Seungcheol keluar dan mendapati Jeonghan yang duduk di sofa dengan 2 cangkir teh di atas meja.
“Teh, mas.”
“Terima kasih, Han.”
Seungcheol menyesap teh yang Jeonghan sajikan.
“Terus kamu udah gak pernah kabarin orang tua kamu mas?”
Seungcheol menggeleng. “Terakhir hanya dengan bunda, sekitar 2 bulan yang lalu. Bunda dilarang telpon mas, Han.”
“Kamu harusnya gak usah sampai segitunya, mas.”
“Kalau untuk kamu, harus segitunya Han.”
Jeonghan berdehem canggung.
Skip time
Sampai jam 8 malam hujan tidak kunjung reda. Mungkin kalau Seungcheol bawa mobil ia bisa langsung pulang, masalahnya sekarang kemana-mana ia harus pakai motor.
Saat ini Seungcheol sedang merebahkan tubuhnya di samping Cherry. Ia mengagumi sosok mungil di sebelahnya. Benar-benar duplikat Jeonghan
“Mas?”
Seungcheol menoleh.
“Nginep disini aja ya? Hujan nya makin deras. Belum sampai rumah kamu udah basah kuyup.”
Seungcheol sempat ingin menolak, tapi setelah ia sadar apa yang Jeonghan bicarakan ada benarnya juga.
“Gapapa mas nginep?”
“Daripada kamu ujan-ujanan.”
Seungcheol mengangguk. “Jangan lupa kasih tau Mingyu.”
Jeonghan mengangguk. “Mau mandi dulu?”
“Boleh.”
“Kamar mandi luar lagi di renov. Di kamar ku aja, mas.”
Jeonghan mengetuk pintu kamarnya, tapi tidak ada jawaban. Ia sebenarnya ingin memberikan baju ganti untuk Seungcheol.
“Masuk aja gapapa kali ya?”
Setelah perdebatan batin, akhirnya ia memutuskan untuk masuk. Dan ternyata Seungcheol belum keluar. Akhirnya Jeonghan meletakkan baju serta celana ganti untuk Seungcheol.
“Jeonghan?”
Jeonghan menoleh, dan mendapati Seungcheol keluar hanya menggunakan handuk yang melilit di pinggangnya.
Jeonghan mengigit bibir bawahnya ketika melihat tubuh Seungcheol yang masih basah. Ingin rasanya membantu mengeringkan tubuh bugar itu. Sejujurnya, ketika melihat Mingyu seperti itu tidak terlalu berpengaruh pada tubuhnya tapi kenapa pada saat melihat Seungcheol, badannya terasa sangat panas.
“Han?”
“A-aku bawain kamu baju mas. Tapi kayaknya agak ngetat karena ukurannya Joshua.”
“Oh iya, gapapa. Makasih ya Han.”
Jeonghan mengangguk. Tapi tidak pergi. Ia masih memandangi Seungcheol.
“Kamu mau nungguin aku pakai baju?”
Jeonghan tersadar, wajahnya memerah.
“Maaf mas, aku keluar dulu.” Seungcheol mengangguk
Selangkah
Dua langkah
Tiga langkah
Jeonghan kembali menoleh ke arah Seungcheol.
“Mas?”
Seungcheol kembali menoleh ke arah Jeonghan. Keduanya saling bertatapan. Seungcheol sempat terkejut melihat tatapan Jeonghan, tapi ia tetap harus waras.
“Ya Han?”
Jeonghan kembali menutup pintunya dan melangkah ke arah Seungcheol.
“Mas?” Panggil Jeonghan, ketika ia dan Seungcheol sudah saling berhadapan.
“Iya, Jeonghan?”
“can i—kiss you?”