Disini lah Jeonghan sekarang, di cafe dekat apartemennya. Ia datang seorang diri, Cherry ia titipkan ke Joshua. Karena kalau Jisoo ia akan dapat beberapa pertanyaan. Lagipula ia belum sanggup memberitahu Seungcheol tentang Cherry.
Dengan gelisah ia menunggu kedatangan seseorang yang berharga untuknya beberapa tahun silam.
“Jeonghan?”
Jeonghan menoleh dan mendapati seseorang yang ia kenali. Tapi kali ini dengan pakaian sederhana, tidak ada jas mahal melekat di tubuhnya.
“Duduk, pak.”
Seungcheol duduk di depan Jeonghan, ia menahan dirinya untuk tidak memeluk laki-laki yang ia rindukan itu.
“Jeonghan, saya—”
“—maaf pak, tapi bisa to the point aja?”
Seungcheol tersenyum kecil, lalu ia menyamakan posisi duduknya.
“Jeonghan, sebelumnya saya mau minta maaf sama kamu untuk beberapa tahun yang lalu.”
Jeonghan hanya mengangguk.
“Saya keluar dari rumah, Jeonghan. Dan benar, yang kamu liat jadi pelayan itu saya.”
Jelas saja Jeonghan terkejut. Walaupun Seungcheol tidak tinggal dengan kedua orang tuanya, pasti dia masih bisa hidup dengan sejahtera karena Jeonghan sendiri yang tau kalau Seungcheol punya tabungan untuk beberapa tahun yang akan datang.
“Sekarang saya tinggal di kontrakan kamu yang dulu. Saya berharap tiba-tiba kamu datang dan kembali pada saya—”
Seungcheol tersenyum sedih.
“—Tapi ternyata, saya salah. Kamu tidak pernah kembali.”
“Jeonghan, selama 6 tahun saya coba cari kamu. Tapi nihil, saya tidak dapat hasil apa-apa. Bahkan Jisoo juga menghilang begitu saja. Saya tidak tau keluarga kamu yang di Solo. Jadi saya, hanya bisa menunggu disini.”
Jeonghan melihat air mata Seungcheol yang terjatuh, tapi dengan cepat di hapus oleh mantan bosnya itu. Jeonghan melihat tidak ada kebohongan di mata Seungcheol.
“Lalu perjodohan bapak?”
“Gagal. Saya menggagalkannya, Jeonghan. Tapi sehabis itu saya di usir oleh ayah saya. Lalu saya ke kontrakan kamu, dan Jihoon bilang kamu sudah tidak tinggal disitu—”
“—dari saat itu, dunia saya hancur. Saya kehilangan kamu. Kamu pergi begitu saja tanpa ada beritanya. Bahkan kamu tidak memberitahu saya tentang kehamilan kamu.”
“Untuk apa saya kasih tau ke bapak? Toh, bapak juga tidak kasih tau saya kalau bapak jadi bertunangan pada saat itu.”
“Saya juga tidak tau, Jeonghan. Tidak ada yang bilang pada saya tentang pertunangan itu. Saya seperti dijebak oleh keluarga saya sendiri—”
“—saya berniat menggagalkan semuanya. Tapi Taeyeong mengancam akan bunuh diri kalau saya tidak mau menikah dengan dia. Lalu saya muak dengan semuanya, dan saya batalkan di depan keluarga besar saya, saya bilang saya sudah punya orang yang akan saya nikahi. Mereka marah pada saya Jeonghan, bahkan saya di coret dari warisan keluarga Choi. Tapi saya pikir tidak apa-apa karena selama ada kamu. Dan rejeki bisa di cari, tapi lagi-lagi saya salah.”
Jeonghan merasakan dadanya sakit. Kalau saja ia tidak lari, kalau saja ia mau menunggu sebentar lagi dan kalau saja ia tidak mengikuti egonya mungkin sekarang ia, Seungcheol dan Cherry sudah menjadi keluarga bahagia. Bahkan mungkin ia sedang hamil anak keduanya.
“Ternyata saya bukan hanya kehilangan harta saya, tapi juga dunia saya.”