Seungcheol sampai di apartemen milik Jeonghan. Ia di sambut oleh Jeonghan dengan mata sembabnya.
“Masuk, mas.”
“Kamu kenapa? Cherry kenapa?”
“Cherry okay mas. Masuk aja dia di kamar.”
“Kamu sakit?”
Jeonghan menggeleng. “Maaf ya aku ngerepotin mas.”
“Gak repot Han, Cherry kan anak mas juga.”
“Mas abis darimana? Ngedate ya?”
“Cuma makan doang Han, bukan siapa-siapa.”
“Siapa-siapa juga gapapa mas.”
Seungcheol tertawa. “Mas masih belum mikirin ke sana, masih mau fokus sama Cherry. Mas ke kamar Cherry ya.”
“Mas?”
“Ya?”
“Kasih tau Cherry ya.”
Seungcheol mengangguk dan tersenyum. “mas izin bilang hari ini ya, Han.”
Seungcheol masuk ke kamar anaknya, ia melihat Cherry sedang bergelung dengan selimutnya.
“Cherry?”
“Uncle Cheol.” Cherry melepaskan diri dari selimutnya dan memeluk Seungcheol.
“Kata papa Cherry lagi bete. Kenapa?”
“Papa daritadi nangis uncle, tapi tidak bilang Cherry kenapa, Cherry tanya papa bilang bukan urusan Cherry. Cherry sedih, padahal Cherry cuma punya papa, setiap Cherry sedih Cherry selalu kasih tau papa dan papa hibur Cherry. Cherry cuma mau lakuin apa yang papa lakuin, uncle.”
“Jeonghan, kamu berhasil didik Cherry dengan baik. Terima kasih.”
“Cherry, masalah orang dewasa itu lebih berat dari anak kecil. Mungkin papa tidak mau kalau Cherry sampai sedih seperti papa tapi cara papa bilang ke Cherry salah. Cherry biarin papa sendiri dulu ya? Nanti uncle bantu ngobrol sama papa, oke?”
Cherry mengangguk. “Oke uncle.”
“Cherry, uncle boleh bertanya sama Cherry?”
“Tanya apa uncle?”
“Kapan terakhir kali Cherry ketemu uncle gu?”
“Sudah lama banget, uncle. Uncle gu juga udah jarang main kesini, paling telpon papa. Tapi akhir-akhir ini juga papa jarang telpon uncle gu.”
Seungcheol mengangguk. Saat ini keduanya berbaring di atas ranjang Cherry. Karena terlalu kecil akhirnya keduanya saling berpelukan.
“Cherry tau gak siapa Daddy nya Cherry?”
Cherry menggeleng. “Tapi papa bilang Daddy nya Cherry orang baik, uncle. Tapi Cherry tidak tau kenapa Daddy tidak pernah muncul.”
“Kalau Daddy nya Cherry mau ketemu Cherry, Cherry mau gak?”
Cherry mengangguk antusias. “Mau uncle Cherry mau banget.”
“Tapi kalau Daddy nya Cherry sama papa tidak bisa bareng-bareng tidak apa-apa? Soalnya kan ada uncle gu sekarang.”
“Tidak apa-apa, uncle. Teman Cherry ada yang papa-mama nya tidak bareng-bareng. Lalu papa-mama nya punya pacar kayak papa, dan akhirnya teman Cherry itu punya 4 orang tua. Asik banget uncle, dia dapat banyak uang jadinya.”
Seungcheol tertawa. “Jadi Cherry mau seperti itu?”
“Sebenernya Cherry inginnya papa dengan Daddy saja. Tapi kasian nanti uncle gu sedih.”
“Cherry sayang ya sama uncle gu?”
“Sayang, tapi sekarang lebih sayang dengan uncle Cheol.”
“Kenapa?”
“Soalnya uncle gu tidak pernah kesini lagi, jadi mungkin itu yang bikin papa menangis daritadi.”
Seungcheol diam sejenak. Sambil mengelus-elus punggung anaknya ia mencoba merangkai kata-kata untuk ia ungkapkan pada Cherry.
“Cherry?”
“Iya uncle?”
“Kalau uncle bilang, uncle adalah Daddy nya Cherry. Cherry percaya?”
Cherry tidak menjawab, ia mendongakkan kepalanya menatap Seungcheol. Seungcheol takut kalau Cherry membencinya.
“Uncle Cheol Daddy nya Cherry?”
Seungcheol mengangguk takut.
“Uncle serius?”
Seungcheol mengangguk lagi.
Cherry melepaskan pelukannya dan ia berlari keluar kamarnya, Seungcheol mengejarnya. Ia takut anaknya itu tidak mau menerimanya.
Dan ternyata Cherry masuk ke kamar Jeonghan.
“Papa?”
Jeonghan yang masih menangis, mengelap air matanya dan menatap Cherry.
“Papa, Daddy disini.”
Seungcheol yang berada di belakang Cherry terkejut. Begitu juga Jeonghan. Ia menatap Seungcheol meminta jawaban.
“Uncle Cheol Daddy nya Cherry, papa.”
“Cherry...”
“Papa, Daddy disini. Papa gak boleh sedih lagi. Ada Daddy disini. Kita gak bakal berdua lagi papa.”
Jeonghan makin menangis, ia merentangkan tangannya meminta agar Cherry memeluknya. Begitu juga Seungcheol yang ikut menangis.
“Cherry tidak marah dengan uncle Cheol?”
“Daddy, papa.”
“Iya, Cherry tidak marah dengan Daddy?”
Cherry menggeleng. “Papa bilang Daddy orang baik. Jadinya Cherry tidak marah.”
“Mas?”
Seungcheol mendekat ke Jeonghan dan Cherry. Lalu ikut memeluk keduanya.
“Welcome home, Daddy.”
Seungcheol menutup pintu kamar anaknya dengan perlahan, takut anaknya itu terbangun. Sekarang sekitar pukul 12 malam. Ia memutuskan untuk menginap lagi.
Ia akan tidur di sofa malam ini, kan tidak mungkin dia tidur lagi di kamar Jeonghan. Tapi saat menuju sofa, ia melihat Jeonghan di sana.
“Kok belum tidur?”
Jeonghan menoleh. “Nungguin, mas.”
“Ada apa?”
Jeonghan menepuk-nepuk tempat kosong di sisinya. Lalu Seungcheol duduk di sebelah Jeonghan. Ia melihat mata Jeonghan yang bengkak karena habis menangis.
“Mas Seungcheol, aku mau peluk kamu boleh?”
“Boleh, Jeonghan.”
“Tapi aku mau di pangku.”
Seungcheol diam sejenak, tapi kemudian ia mengangguk. Lalu Jeonghan duduk di atas pahanya. Jeonghan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Seungcheol, tangannya memeluk erat tubuh Seungcheol.
“Mingyu selingkuh, mas.”
Seungcheol terkejut. “Kamu tau darimana, Han?”
“Aku ke apartemennya tadi pagi, yang bukain pintu bukan dia tapi orang lain. Itu sahabatnya dia cuma pake bathrobe mas rambutnya juga masih basah pasti baru kelar mandi, tapi pas Mingyu keluar dia juga gitu. Mereka pasti mandi bareng. Mereka pasti—” Jeonghan tidak sanggup melanjutkan ucapannya.
“Ssttt udah-udah jangan di lanjutin. Kamu mau mas ngobrol sama dia?”
Jeonghan menggeleng. “Aku udah gak mau ada hubungan apapun sama dia mas.”
“Yaudah, udah sekarang jangan nangis lagi ah. Kasian matanya. Tidur ya?”
“Kamu juga ya mas?”
“Iya mas tidur disini.”
“Di kamar aja sama aku, mas.”
“Han?”
“Please, aku mau tidur sambil di peluk.”
“Yaudah iya, ayo.”
“Gendong.”
“Manja.”
Jeonghan makin mengeratkan pelukannya. “Biarin aja.”
Akhirnya mereka berdua menuju kamar Jeonghan dengan Seungcheol menggendong Jeonghan seperti koala.
Seungcheol merebahkan tubuh keduanya di atas ranjang empuk Jeonghan.
“Mas?”
“Iya?”
“Cherry seneng banget ketemu kamu.”
“Aku juga seneng banget Han, aku kira Cherry gak mau terima aku tapi ternyata dia mau terima aku. Aku makasih banget sama kamu karena kamu udah didik dia dengan baik, Han. Maaf aku gak bantu kamu dulu.”
“Aku yang harusnya minta maaf mas, aku pergi tanpa dengerin penjelasan kamu dulu bahkan gak kasih tau tentang aku yang hamil saat itu. Aku kalut waktu itu mas.”
“Gapapa, mas paham kok. Udah ya gak usah dibahas lagi, mending kita tidur.”
“Mas?”
“Hm?”
“Cium boleh?”
Seungcheol mengangguk. Jeonghan naik ke atas tubuh Seungcheol.
“Harus naik?”
“Aku pengen begini.”
Seungcheol tertawa. Lalu ia menekan kepala Jeonghan agar bibir keduanya menempel. Lalu, Seungcheol mulai menggerakkan bibirnya. Menggigit. Menghisap. Memasukkan lidahnya ke dalam mulut Jeonghan. Membelai langit-langit mulut Jeonghan dengan lidahnya.
“Han, jangan gerak-gerak. Punya mas bangun nanti.”
Jeonghan menegakkan tubuhnya—dengan sengaja ia duduk tepat di atas kejantanan Seungcheol. Ia membelai dada Seungcheol yang masih berbalut baju, sedikit menggesekkan pantatnya dengan kejantanan Seungcheol—sampai membuat laki-laki dibawahnya mendesis.
“Han.”
“Mas, masukin Han mau gak?”
“Han, jangan gini.”
“Mas tega liat Han hard gini?”
Seungcheol seperti tidak punya pilihan. Tapi miliknya juga harus ia selesaikan.
“Kamu ada kondom sama pelumas?”
Jeonghan menggeleng.
“Kita ga bisa main kalau gak ada itu, Han.”
“Pake ludah aja mas, terus gak usah pake kondom.”
“Ya ga bisa dong, Han.”
“Bisa mas. Ayo, lubang Han gatel banget.”
“Yaudah, mas keluarin di luar.”
“Di dalem juga gapapa.”
“Ngaco.”
Lalu sehabis itu yang terdengar hanya suara desahan-desahan keduanya.