thatausaha

Makan malam di rumah Seungcheol kali ini cukup ramai, karena ada keluarga dari Taeyong—orang yang akan di jodohkan dengan Seungcheol.

Sebenarnya Seungcheol tidak begitu perduli dengan perjodohan itu, tapi ia tetap menjaga sikap. Bahkan ia bersikap baik pada Taeyong—yang mungkin sudah membuat laki-laki yang lebih muda darinya itu menaruh harapan padanya.

“Jadi gimana Cheol, kamu mau nikah dulu atau tunangan dulu?”

“Cheol sih maunya tunangan dulu pah, soalnya kan Taeyong belum lulus kuliah. Jadi biarin aja dia nyelesain kuliahnya.”

“Tapi aku gapapa kok kak kalo harus nikah dulu. Aku janji bakal selesaiin kuliah ku cepet.”

Seungcheol melirik ke arah kedua orang tuanya dan Taeyong. Mencoba mencari bantuan.

“Tapi sayang, yang dibilang kak Cheol bener. Kamu selesaiin kuliah kamu dulu, biar bisa cocok bersanding dengan kak Cheol.” Taeyong mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan mamanya.

“Kamu mau buat kak Cheol malu karena suaminya belum lulus kuliah?” Kali ini papa Taeyong yang berbicara.

“Oke-oke, aku lulus dulu. Tapi kak Cheol janji ya buat nungguin aku?” Taeyong menyodorkan kelingkingnya.

Seungcheol dengan terpaksa mengaitkan jari kelingkingnya dengan Taeyong. “Janji.”

Tapi semua janji bisa berubah begitu saja bukan?

Seungcheol merebahkan tubuhnya terlebih dahulu, kemudian Jisoo naik duluan dengan celana yang masih terpasang dengan cepat Jeonghan membantu Jisoo membukanya. setelah itu Jeonghan membuka seluruh pakaiannya dan bergabung dengan kedua suaminya.

Jisoo mencium Seungcheol dengan terburu-buru dan panas, sedangkan Jeonghan membuka celana piyama yang Seungcheol gunakan, dan sekarang mereka sudah tidak mengenakan sehelai kain pun.

Jisoo mengecup dan menggigit puting milik Seungcheol sedangkan Jeonghan dia bergerak ke arah bawah Seungcheol. beberapa menit kemudian Jisoo turun ke bawah dan Jeonghan ke atas mengerahkan putingnya ke mulut Seungcheol untuk di emut. Jisoo memasukkan kejantanan Seungcheol ke mulutnya, mengulum dan menghisapnya dengan tempo cepat. Jisoo merasakan kejantanan Seungcheol yang mulai membesar di mulutnya kemudian ia menarik tangan Jeonghan untuk ikut bergabung dengannya. Jeonghan menjilati twins ball milik Seungcheol sedangkan Jisoo menghisap kuat kejantanan Seungcheol.

“ahhhh—yang.” Seungcheol keluar di dalam mulut Jisoo

kemudian Seungcheol menarik Jisoo untuk lebih dulu ia masuki, dengan Jeonghan yang masih menggigiti putingnya.

“Ahhhhhh—” setelah kejantanan Seungcheol masuk sepenuhnya ke dalam lubang Jisoo, Jeonghan ikut memasukkan kejantanan Jisoo ke mulutnya.

Jisoo mendesah hebat karena kenikmatan yang kedua suaminya berikan. ia juga secara tidak sengaja menekan kepala Jeonghan agar memasukkan miliknya lebih dalam hingga membuat Jeonghan tersedak.

“maaf, sayang.” Jeonghan hanya mengangguk kemudian melakukannya lagi.

setelah puas dengan itu, Jeonghan merangkak naik mengarahkan kejantanannya ke mulut Seungcheol. jadi posisinya adalah Seungcheol sedang memberikan blow job pada Jeonghan tapi ia juga menghentakkan miliknya di Jisoo. Jisoo memasukkan jarinya ke lubang Jeonghan yang berada tepat di wajahnya. Seungcheol menampar pipi bokong jeonghan beberapa kali sampai kemerahan di sana.

“AHH CHEOL SOO.”

Jeonghan berteriak kencang ketika ia mengeluarkan cairannya di mulut Seungcheol.

sekarang bertukar posisi, Seungcheol sudah mengeluarkan miliknya dari Jisoo, dan memasukkannya ke Jeonghan. Jeonghan duduk membelakangi Seungcheol dan menghadap ke Jisoo, dan sedikit menunduk dengan Jisoo yang mengangkang lebar di depan wajahnya. dengan cepat Jeonghan menjilati lubang Jisoo dan mengocok kejantanan Jisoo. Jisoo mendongakkan kepalanya ketika ditambah Seungcheol memilin putingnya.

“hati-hati kamu nibanin Jeonghan, Cheol.”

“gapapa, enak kayak gini. punya Seungcheol neken aku banget. enak banget sayang.” racau Jeonghan.

Seungcheol kali ini tidak banyak bicara, tapi banyak aksi.

lalu kemudian Seungcheol kembali menarik Jisoo dan memasukkan lagi kejantanannya dan menggerakkan pinggulnya dengan cepat. jari tangannya ia gunakan untuk mengobrak-abrik lubang Jeonghan yang menungging di depannya—karena Jeonghan sedang mengerjai puting Jisoo.

“aku mau keluar, Soo.”

“di dalem?”

“boleh?”

“boleh sayang.”

Seungcheol makin mengencangkan gerakan pinggulnya seirama dengan gerakan jarinya.

“aku juga mau keluar.” ucap Jeonghan, kali ini Jisoo mengocok miliknya.

“barengan aja ya yang? cheol udah mau keluar ini, aku juga.”

lalu ketiganya saling menggerakkan tubuh mereka mencari kenikmatan, dari pasangan mereka.

“AHHHHHHHHH.” teriak Jeonghan yang keluar karena sudah tidak bisa lagi menahan, cairannya mengenai Jisoo dan Seungcheol.

dengan terengah-engah jeonghan mengecupi kedua bibir suaminya. “maaf, aku gak kuat.”

Jisoo dan Seungcheol tertawa, kemudian mereka makin menfokuskan untuk mengejar kenikmatan mereka.

“ahhhhhhhhh.”

“Soo—”

Mereka berdua keluar bersamaan, dengan Seungcheol yang menjatuhkan dirinya ke Jisoo. Jeonghan mengambil tisu basah untuk mengelap tubuhnya dan kedua suaminya yang basah karena keringat dan cairan cinta mereka.

Seungcheol menggulingkan tubuhnya ke samping Jisoo, membantu Jeonghan membersihkan tubuh.

“mau mandi gak?” tanya Jeonghan

“besok aja ya, aku capek banget.” jawab Jisoo

“besok aja, nanti masuk angin. sini Han.”

Jeonghan masuk ke pelukan Seungcheol, lalu Seungcheol menarik Jisoo juga agar bisa ia peluk. Jisoo ikut memeluk tubuh telanjang Jeonghan, sesekali ia mengecupi punggung Jeonghan.

“ini gak pake celana dulu?” tanya Jisoo

“engga, besok pasti dibuka lagi sama Seungcheol.” jawab Jeonghan dengan mata terpejam. Jisoo dan Seungcheol tertawa mendengar ucapan Jeonghan. lalu kemudian mereka bertiga masuk ke alam mimpi mereka.

SELESAI

Hari ini tepat satu tahun Seungcheol, Jeonghan dan Jisoo menikah. Tapi selama setahun ini juga mereka belum juga mengadopsi seorang anak—masih pingin bertiga katanya.

Jisoo mendorong troli belanjanya, hari ini dia akan memasakkan makanan istimewa untuk suami-suaminya—karena ini anniversary mereka yang pertama sebagai keluarga. Jisoo tidak sendirian, ia di temani oleh Jihoon.

“Masaknya banyak kak?”

“Banyak ji, kan mau di kirim ke mama-papa ayah-bunda.” Jihoon mengangguk.

“Sini aku aja yang dorong, kak Jisoo yang ambil apa yang di butuhkan.” Ucap Jihoon, ia mengambil alih troli belanja dari tangan Jisoo.

“Makasih, karena Jihoon udah baik boleh minta apa aja sama kakak.”

“Beli gitar baru boleh?”

“Boleh.”

“Tapi jangan bilang-bilang mas ya kak?”

“Kenapa?”

“Ntar di marahin, katanya boros.” Ucap Jihoon mengerucutkan bibirnya.

Jisoo tertawa. “Kakak musti ngomong, kan mas suaminya kakak uangnya kakak dari mas semua. Tapi nanti kakak bantuin ngomong kok, tenang aja.”

“Oke, mas pasti gak berkutik kalo kak Jisoo atau kak Jeonghan yang ngomong.”

“Pawangnya.” Jisoo dan Jihoon tertawa. Kemudian mereka melanjutkan kegiatan berbelanja mereka.

. . . . . . . . .

Jihoon berjinjit demi untuk mendapatkan ciki yang ia inginkan.

“Ini kenapa naronya paling atas sih.” Ucap Jihoon kesal.

Tiba-tiba ada tangan seseorang yang membantunya mengambil ciki itu.

“Terima kasih.” Jihoon mengambil cikinya tanpa melihat siapa yang membantunya. Saat ia melihat ia terkejut mengetahui siapa yang membantunya tadi.

“Halo, adik manis.”

Jihoon bergidik ngeri ketika mendengar suara orang itu.

“Masih inget ga sama abang?”

Jihoon melirik ke kanan dan kiri mencari celah untuk kabur. Sebelum kabur Jisoo sudah menghampirinya.

“Dapet gak ji?—eh nyong disini juga? Sendirian?” Tanya Jisoo

“Hehehe iya nih kak, biasa bujangan apa-apa sendiri.”

“Cari dong biar ga sendirian.”

“Kemaren dah hampir dapet, eh pawangnya galak banget.”

“Mau nyobain dari gue gak?” Tanya Jisoo sambil mengepalkan tangannya dan di unjukkan ke Soonyoung.

“Ampun, yang kemaren sakitnya masih terasa hingga ke dada.”

“Lebay lo.”

“Dih, bukannya lebay tapi bang Seungcheol nonjoknya beneran pake dendam.”

Jisoo tertawa. “Iyalah, belahan jiwanya elo ambil.”

“Sandiwara doang padahal, gimana beneran.”

“Udah gak disini sih lo pasti.”

“Udah beda alam.”

Jisoo tertawa lagi, kemudian ia memindahkan atensinya ke Jihoon.

“Ciki kamu udah?” Tanya Jisoo dan Jihoon mengangguk.

“Pulang sekarang atau mau ada yang dicari lagi, ji?”

“Pulang aja kak.”

“Yaudah ayo.”

Saat Jisoo dan Jihoon akan pergi, Soonyoung sempat menahannya.

“Boleh kali kak buat gue?” Ujar Soonyoung sambil melirik Jihoon.

“Minta ke mas nya lah.” Ucap Jisoo sambil menarik tangan Jihoon untuk pergi meninggalkan Soonyoung. Jihoon sempat beberapa kali menoleh ke belakang melihat Soonyoung yang melambaikan tangannya. Jihoon tersenyum kecil, pipinya menghangat ketika melihat senyum Soonyoung.

“Kalo mau, kakak bisa bantu ngomong juga juga sama mas.”

Jihoon memukul pelan lengan Jisoo. “Apaan sih kak.”

Jisoo tertawa lalu merangkul Jihoon. “Adiknya kakak udah gede.”

. . . . . . . . .

Seungcheol dan Jeonghan pulang tepat saat masakan Jisoo matang. Jisoo melepas apron yang ia gunakan tadi dan berjalan ke pintu untuk menyambut suami-suami nya.

“Selamat datang, sayang-sayangku.” Jisoo merentangkan kedua tangannya meminta agar kedua suaminya memeluknya.

“Capek.” Ucap Jeonghan yang mendusal ke leher Jisoo. Sedangkan Seungcheol mengecupi pucuk kepala Jisoo.

“Sabar, sebentar lagi resign kan.” Yup, satu Minggu lagi Jeonghan resmi menjadi pengangguran seperti Jisoo. Kalau Jisoo sehabis menikah ia langsung mengajukan surat pengunduran dirinya, sedangkan Jeonghan ia menunggu bonus akhir tahun yang lumayan besar.

“Kamu masak apa Soo?” Tanya Seungcheol

“Masakan kesukaan kalian dong. Yuk masuk, mandi dulu atau mau langsung makan?”

“Mandi dulu.” Jawab Jeonghan dan Seungcheol bersamaan.

“Yaudah bareng aja sana. Mandi doang tapi ya, jangan aneh-aneh keburu dingin makanannya nanti ga enak.”

“Oke sayang.” Ucap Jeonghan langsung mengecup bibir Jisoo dan langsung masuk. Sedangkan Seungcheol harus berlama-lama dengan bibir Jisoo sampai bibir merah Jisoo bengkak.

“Bengkak, yang.” Ucap Seungcheol sambil tertawa.

“Kebiasaan kamu. Udah sana mandi.”

Love you, sayang” ucap Seungcheol

Love you too.

. . . . . . . . .

Mereka bertiga sedang menyantap makanan yang Jisoo hidangkan.

“Jadi tadi kamu sama Jihoon?”

“Loh aku gak bilang ya?”

“Bilang mau belanja doang, gak bilang sama Jihoon.”

“Maaf yang, aku lupa.”

Seungcheol mengangguk. “Gapapa, minta apa dia sama kamu?”

“Kok tau sih?”

“Dia gak berani minta ke aku karena pasti gak dibolehin, tapi kalo sama kalian kan di manja banget.”

“Ya emang kenapa sih, kan adik kita juga. Cuma satu lagi.” Jawab Jeonghan

“Tapi nanti kebiasaan tau yang.”

“Ya gapapa sih? Kalo ga sama kita minta siapa lagi? Ayah mama kan udah di jatah. Anggep aja tambahan.”

“Ya deh, kalah aku kalo lawan kalian berdua.”

Jisoo dan Jeonghan tertawa, lalu mereka melanjutkan makan malam mereka.

. . . . . . . . .

Saat ini mereka sedang di atas ranjang, saling memberikan afeksi kepada pasangan mereka.

“Han, Soo.”

“Hm?”

“Tapi kayaknya kita harus ngobrolin ini deh.”

“Kenapa Cheol?”

“Kamu gak selingkuh kan Cheol?”

“Ampun dah, mana berani sih yang aku meng-empatkan kalian. Dua aja aku pusing.”

“Oh kamu pusing sama kita.”

“Eh engga, maksudnya pusing karena kalian gemes-gemes banget. Aku jadinya mau di rumah aja terus.”

“Jangan dong, nanti beli kondom pake apa?”

“Oh iya, gak jadi deh. Demi kondom.” Mereka bertiga tertawa.

“Kamu mau bahas apa?”

“Itu, masalah anak. Kapan siap nya mau adopsi?”

Seungcheol melihat Jeonghan dan Jisoo yang saling berpandangan. Membuatnya menghela nafas.

“Masih belum siap ya yang? Yaudah gapapa sih, kapan-kapan aja kita bahasnya. Yuk tidur.” Seungcheol langsung membelakangi kedua suaminya.

“Cheol?”

“Hm?”

“Maafin kita ya.”

Seungcheol mengangguk.

“Kamu pengen banget ya punya anak?”

“Ya gitu deh. Aku iri sama temen-temen aku, mereka suka cerita kalo pulang kerja gak cuma di sambut sama pasangannya tapi sama anak mereka. Lucu banget. Aku iri masalah ginian.”

Jeonghan menarik Seungcheol agar menghadapnya.

“Kalo weekend kita ke panti gimana?” Tanya Jeonghan

“Kalo belum siap gapapa yang.”

“Aku sama Jisoo siap, kan nungguin aku resmi keluar dulu. Jum'at aku terakhir kerja.”

“Ini beneran?” Tanya Seungcheol

Jisoo dan Jeonghan mengangguk.

“Makasih sayang.” Seungcheol bangun dari tidurnya dan memeluk kedua suaminya. Jisoo dan Jeonghan berpandangan lagi dan tersenyum, mungkin ini cara biar Seungcheol lebih bahagia.

“Yang?”

“Hm?”

“Ngewek yuk?”

Seungcheol emosi saat keluar dari rumah Jeonghan. Dan orang yang harus menerima emosinya adalah Soonyoung.

Sesampainya di sanggar tari milik Soonyoung, Seungcheol langsung menerobos masuk ketika banyak orang yang sedang berada di sana.

Bukkkkkkkk

Satu pukulan keras mengenai pipi Soonyoung.

“Bang?”

“Sakit?” Seungcheol sudah menarik baju Soonyoung dan akan memukul lagi, tapi hal itu di cegah oleh beberapa orang di sana.

“Apa maksud lo bang? Dateng-dateng mukul gue?”

“Masih gak punya malu lo nanya gitu ke gue?”

“Bang, lo kenapa sih?”

“Elo yang kenapa nyong? Kenapa lo rebut Jeonghan dari gue? Hah? Gue salah apa sama lo? Kurang baik apa gue ke elo selama ini?”

Oh Soonyoung mengerti

“Bang, gue bisa jelasin.”

“Basi. Gue sama Jeonghan udah putus.” Ucap Seungcheol langsung pergi meninggalkan sanggar tari Soonyoung.

. . . . . . . . .

Seungcheol duduk di salah satu restoran, ia ingin meredakan emosinya dengan segelas jus atau apapun yang segar.

“Cheol?”

Seungcheol menoleh, dan mendapati mama Yoon di sana.

“Ma.” Seungcheol menyalami mama Yoon.

“Kok udah disini? Jisoo mana? Kirain masih besok pulangnya.”

“Tadi aku tinggal Jisoo di rumah mama, ma.”

“Oh kamu udah ketemu Jeonghan? Ya ampun, kalian lagi ada masalah ya? Kok Jeonghan sampe ngurung diri gitu. Mama sampe kesel banget liatnya.”

“Ma?”

“Ya, Cheol?”

“Aku putus sama Jeonghan. Atau bahkan sama Jisoo.”

“Hah? Kok bisa? Kenapa?”

Seungcheol tersenyum miris mengingat kejadian tadi.

“Jeonghan bilang, hubungan kita ga sehat ma. Dalam suatu hubungan cuma boleh 2 orang. Dan ya, aku ngalah.”

“Eh, kok Jeonghan bisa mikir kayak gitu?” Tanya mama Yoon. Lalu tiba-tiba ia teringat dengan ucapannya.

“Cheol, ini kayaknya Jeonghan salah tanggap deh.”

“Salah tanggap gimana ma?”

“Kemarin mama bilang sama dia, mama suruh dia nikah biar gak kerja dan bisa ikut kamu atau Jisoo kalo pergi jadi dia gak sendirian soalnya kemarin dia kayak kesepian gitu.” Seungcheol menyimak omongan mama Yoon.

“Terus dia tanya nikahnya sama siapa ya mama jawab pacar kamu siapa, ya berarti nikahnya sama pacar kamu. Terus dia bilang aneh kalo nikah bertiga, mama timpalin lagi terus siapa yang harus ngalah, terus dia nanya kalo dia yang ngalah gimana. Mama bilang, kalo kamu ikhlas ya gapapa mama juga gapapa kalo mantunya bukan Cheol sama Jisoo tapi pas liat dia kemarin nangis-nangis gitu dia ga ikhlas kalo kalian cuma berdua. Dia kepikiran disitu kayaknya Cheol. Aduh maafin mama ya Cheol, gara-gara omongan mama kalian jadi gini.”

Seungcheol paham sekarang. Sangat-sangat paham.

“Berarti Jeonghan gak selingkuh sama Soonyoung, ma?”

“Hah? Mana ada, Jeonghan selama kalian di sana cuma di rumah aja kok karena kerja dari rumah juga. Gak ada ketemuan sama siapa-siapa. Kalo main hp ya paling bales chat kalian aja.”

Seungcheol mengacak-acak rambutnya. Ia salah paham. Pada Soonyoung dan Jeonghan.

“Ma, tadi Cheol mukul Soonyoung. Karena Jeonghan bilang dia selingkuh sama Soonyoung. Cheol emosi banget ma.”

“Ya udah, kamu minta maaf sama Soonyoung. Kasian dia gak tau apa-apa. Paling keseret karena Jeonghan yang minta.” Ucap mama Yoon, sambil merapihkan rambut Seungcheol.

“Ma, kalo Cheol ajak Jisoo sama Jeonghan nikah gimana? Mama setuju gak kalo Cheol punya 2 suami?”

Mama Yoon tersenyum. “Kalo mama gak setuju dari dulu mama udah gak bolehin Jeonghan deket-deket sama kamu atau Jisoo. Mama liat setelah sama kalian Jeonghan jadi lebih bahagia, masa mama mau ngerusak kebahagiaan anak-anak mama?”

Seungcheol memeluk mama Yoon. “Makasih ya ma.”

“Izin sama papa juga ya, Cheol.”

Seungcheol mengangguk. “Pasti ma.”

. . . . . . . . .

Kali ini dari kediaman keluarga Choi.

Setelah kejadian itu, Seungcheol tidak menggubris pesan-pesan dari Jisoo maupun Jeonghan. Bahkan Seungcheol meminta Jihoon untuk memberi tau mereka agar tidak mengganggunya dulu.

“Yah, bun.” Ucap Seungcheol

“Kenapa mas?” Tanya sang bunda.

“Bunda sama ayah lebih setuju mas nikah sama Jeonghan atau Jisoo?”

Ayah Choi mengernyit heran. “Emang kamu ada niat nikah sama salah satu dari mereka? Gak dua-duanya?”

“Emangnya gapapa yah kalo nikahin dua-duanya?”

“Loh mas, kamu kan awalnya pacaran bertiga terus kenapa nikahnya cuma berdua toh?” Tanya bunda nya.

Seungcheol tertawa. “Mas cuma ngetes aja. Ayah sama bunda setuju gak kalo mas nikahin dua-duanya.”

“Lagian kalian udah lama kan bareng-bareng, gimana perasaan salah satu dari kalian kalo ga di pilih?”

Seungcheol mengangguk. “Tapi di Indonesia gak dibolehin kan yah?”

“Udah itu urusan ayah, yang penting kamu udah dapet izin dari kedua orang tua dari dua pihak.”

“Mama-papa Yoon udah, tinggal papi-mami Hong aja.”

. . . . . . . . .

Seungcheol sedang menelepon papi-mami Hong untuk meminta izin dan ternyata mereka juga memberikan izin. Betapa bahagianya Seungcheol punya suami 2

“Mas?”

Seungcheol melihat ada ayahnya dan Jihoon di depan pintu ruangannya. Tapi dengan seseorang wanita di belakang mereka.

“Yah tumben?” Ia menyalami ayahnya dan, Jihoon juga menyalami dirinya.

“Ini ayah mau kenalin anaknya om Baskoro. Inget gak kamu sama om Baskoro?”

Seungcheol mengangguk. “Inget yah. Terus?”

“Nah dia ini yang bakal bantuin kamu ngurus pernikahan kamu sama Jeonghan dan Jisoo. Nikahnya di Amerika mas, oke gak?”

“Aku sih oke dimana aja yah, di Amerika lebih oke karena papi mami di sana kan.”

“Yaudah, kamu kenalan dulu aja sama dia sekalian tanya-tanya. Ayah sama Jihoon pergi dulu.” Sehabis itu ayah dan Jihoon pergi. Sedangkan wanita itu ikut masuk ke ruangan Seungcheol. Pada saat itu hansol sedang tidak ada makannya ia tidak kenal, lagipula Seungcheol tidak mau harus merahasiakannya dari hansol karena hansol merupakan kaki tangan Jeonghan dan Jisoo.

“Gue Seungcheol.”

Wanita itu menjabat tangan Seungcheol. “Andrea.”

. . . . . . . . .

Andrea berkunjung ke kantor Seungcheol untuk membahas lebih lanjut tentang pernikahan Seungcheol dengan kedua pacarnya. Andrea ini sebenarnya punya WO—jadinya ia bantu Seungcheol secara keseluruhan.

Saat ini mereka berada di dalam ruangan Seungcheol.

“Aww.” Andrea mengucek matanya

“Kenapa re?”

“Bulu mata gue jatoh dan masuk nih kayaknya, perih.”

“Sini gue tiupin.”

Posisinya, Seungcheol menangkup wajah Andrea dan kalo dilihat dari belakang memang seperti orang sedang berciuman. Dan pada saat itu juga, Jeonghan datang. Dan melihat semuanya.

Itu membuat Seungcheol dan Andrea terkejut—benar-benar seperti orang yang sedang ketangkap basah karena selingkuh.

Jeonghan pergi ketika melihat semuanya, saat akan Seungcheol pergi Andrea menahannya.

“Kasih tau dia, kalo gue gak suka sama cowok.”

Sehabis itu Seungcheol pergi menyusul Jeonghan.

Tapi ternyata, saat Jeonghan sudah berhasil dia kejar Jeonghan malah memilih mundur dari hubungan mereka.

“Halo re, gue kayaknya mau mempercepat semuanya.”

Jisoo mengantarkan Jeonghan ke rumahnya. Setelah makan malam dan sehabis mendapat pesan dari mamanya, mereka langsung bergegas menuju rumah Jeonghan.

Jeonghan membuka seat beltnya. “Ayo?”

“Kayaknya kamu aja deh, Han.”

“Soo..”

“Dan kayaknya Cheol emang cuma mau ngobrol sama kamu.”

“Soo, please.”

“Aku beneran gapapa kalo Cheol mau balik ke kamu.”

Jeonghan mengambil tangan Jisoo, dan mengecupnya. “Aku sama kamu aja.”

“Han.....”

“Aku mau sama kamu aja, gak mau sama Cheol. Dia jahat udah selingkuhin aku.”

Jeonghan mengalungkan tangannya di leher Jisoo ketika Jisoo membawanya ke ciuman manisnya. Jisoo bahkan menggigit bibir bawah Jeonghan agar bisa melesakkan lidahnya. Jeonghan mengerang nikmat ketika Jisoo menghisap lidahnya.

I love you.” Ucap Jisoo ketika ia memutus ciuman mereka.

I love you too.” Keduanya saling tatap dengan kening yang menyatu, sambil meredakan nafas mereka yang terengah-engah akibat ciuman tadi.

“Ikut masuk, ya?” Jisoo mengangguk.

. . . . . . . . . .

Saat ini mereka sudah berkumpul di ruang tengah rumah Jeonghan. Jeonghan duduk di sebelah Jisoo dengan saling menggenggam tangan satu sama lain. Di sisi lain ada Seungcheol dan wanita yang Jeonghan liat tempo hari, serta ada mama papa Jeonghan di sana.

“Jadi, Seungcheol mau jelasin apa?” Tanya papa Yoon, memulai pembicaraan mereka.

Seungcheol mengatur nafasnya. “Jeonghan, Jisoo aku minta maaf sama kalian. Aku emosi waktu itu, aku bersifat kekanak-kanakan sama hubungan kita.”

Seungcheol bisa melihat Jeonghan yang memegang erat tangan Jisoo.

“Aku gak mau pisah dari kalian. Aku sangat sangat sayang sama kalian. Aku gak bisa kalo gak sama kalian.”

“Tapi kamu selingkuh sama dia.” Ucap Jeonghan sambil mengarahkan dagunya ke wanita di sebelah Seungcheol.

“Aku gak selingkuh, Han. Aku berani sumpah.”

“Bohong.” Ucap Jeonghan. Jisoo mencoba menenangkan Jeonghan.

“Aku berani sumpah Han.” Seungcheol berlutut di depan Jisoo dan Jeonghan.

“Tapi kamu cium dia.” Ucap Jeonghan lirih. Kepalanya menunduk melihat tangannya di genggam oleh Jisoo.

Seungcheol mencoba untuk menyentuh tangan Jeonghan dan Jisoo. Tapi Jeonghan menepisnya. Jisoo menatap Seungcheol sendu, tapi Seungcheol membalasnya dengan senyuman.

“Namanya Andrea.”

“Aku gak nanya.”

“Han, dengerin dulu ya.” Jisoo menengahi mereka.

“Andrea ini anaknya temen ayah, dia bantuin aku cari tau tentang pernikahan 3 orang di Amerika.”

Jeonghan dan Jisoo terkejut. Pernikahan?

“Di Amerika boleh ber-3, Han Soo.”

“Cheol, kamu...”

Seungcheol mengangguk. “Aku nyiapin semuanya biar kita bisa bareng-bareng. Aku gak mau pilih salah satu dari kalian atau di pilih oleh salah satu dari kalian.”

“Tapi kamu cium dia, Cheol.” Jeonghan membahas masalah itu lagi.

“Aku berani sumpah, aku gak pernah cium siapapun selain kamu sama Jisoo.”

“Tapi aku liat—.”

“Jeonghan, yang kamu liat waktu itu gak seperti yang kamu pikirkan. Aku sama Seungcheol gak ciuman sama sekali, kemarin bulu mata aku jatuh dan gak sengaja aku kucek dan masuk ke mata jadi Seungcheol cuma bantu tiup aja.” Kali ini Andrea menjelaskan.

“Han, Andrea gak suka cowok. Dan aku gak suka cewek.”

“Kamu gak bohong kan?”

Seungcheol menggeleng. “Di depan papa mama masa aku bohong. Aku serius, kamu mau aku ngelakuin apa supaya kamu percaya sama aku? Aku bakal lakuin apapun Han biar kamu sama Jisoo percaya.”

Jeonghan lebih dulu memeluk Seungcheol. Ia sangat-sangat merindukan sosok di pelukannya itu.

“Maafin aku Cheol, aku buat semuanya rumit.”

“Gapapa sayang, maaf kalo kemarin kamu takut sama aku. Maaf bikin kamu nangis. Jangan tinggalin aku lagi, oke?” Jeonghan mengangguk.

Seungcheol merenggangkan tangan sebelahnya agar Jisoo ikut masuk ke pelukannya. Dengan mata berkaca-kaca Jisoo bergabung dengan mereka berdua.

“Maafin aku juga Cheol, maaf ngeraguin kamu.”

“Jangan lagi ya, sayang? Aku sakit kalo di raguin.”

“Aku gak bakal ngulangin itu lagi. Aku janji, Cheol.”

Andrea, papa dan mama Yoon terharu dengan apa yang mereka lihat. Sebenernya ini hanya salah paham saja, tapi malah menjadi besar karena mereka bertiga yang keras kepala.

“Udah pelukannya, sekarang istirahat ayo.” Ucap papa Yoon.

“Andrea pulangnya gimana? Anterin dulu aja Cheol.” Ucap Jisoo

“Gak usah Jisoo, aku naik taksi aja.”

“Tapi ini udah malem, bahaya. Apalagi kamu cewek.” Jeonghan ikut menimpali.

“Yaudah gue anter dulu aja re.” Ucap Seungcheol. Andrea pun mengangguk.

“Pake mobil aku aja, Cheol. Mobil kamu di dalem ribet ngeluarinnya.” Ucap Jisoo sambil menyerahkan kunci mobilnya.

“Aku anter Andrea dulu.” Ucap Seungcheol, ia mengecup kening kedua kekasihnya. Sehabis itu berpamitan dengan mama dan papa Yoon.

Sebelumnya, Jeonghan sempat menahannya. Jeonghan membisikkan sesuatu pada Seungcheol.

“Jangan di cium Andrea nya.” Lalu Jeonghan mengecup pipi Seungcheol.

Seungcheol tersenyum geli, dan kali ini ia yang membisikkan sesuatu pada Jeonghan.

“Kalo gitu kasih aku ciuman nanti.”

. . . . . . . .

Seungcheol masuk ke kamar Jeonghan dan mendapati kedua kekasihnya sedang saling memeluk satu sama lain.

“Aku mandi dulu, yang.” Ucap Seungcheol

“Baju, celana sama daleman udah aku taro di dalem.” Jawab Jeonghan, Seungcheol langsung masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Beberapa menit kemudian Seungcheol keluar dengan badan yang sudah segar.

“Aku dimana nih?” Tanya Seungcheol. Jisoo menggeser sedikit tubuhnya.

“Di tengah.” Seungcheol dengan senang hati menyamakan posisinya di tengah-tengah kedua kekasihnya. Jisoo dan Jeonghan langsung memeluknya erat.

“Kangen kangen kangen.” Ucap Jeonghan

“Aku juga aku juga aku juga.” Ucap Seungcheol sambil mengecup kening Jeonghan.

“Cheol?”

“Hm?”

“Nikahnya beneran?” Tanya Jisoo

Seungcheol mengangguk. “Bener dong sayang.”

“Kalo ga nikah gapapa Cheol, yang penting aku masih sama kalian.” Ucap Jeonghan

“Tapi kata kamu ayah-bunda papi-mami butuh cucu.”

Jeonghan mengerucutkan bibirnya. “Iya sih.”

Seungcheol tertawa. “Kalo nikah kita bisa adopsi anak yang, dan bisa kasih cucu buat orang tua kita.”

“Emangnya ayah bunda gapapa kalo cucunya ga kandung Cheol?” Tanya Jisoo

“Ayah-bunda, papi-mami, papa-mama oke-oke aja kok.”

“Loh?”

Seungcheol terkekeh melihat ekspresi wajah kedua kekasihnya yang bingung.

“Aku udah minta izin sama papa-mama dan papi-mami buat nikahin anak-anaknya. Sekaligus minta izin untuk adopsi anak.”

“Jadi cuma aku sama Han aja yang gak tau?” Seungcheol mengangguk.

“Rese, terus gimana kamu minta izinnya?”

“Aku ngantuk yang, besok aku ceritain ya? Energi aku terkuras hari ini.”

“Janji ya?”

“Iya.”

“Janji gak mundur ya?”

“Sayang ah, udah sampe sini masa mundur? Males ulang di garis start.”

. . . . . . . . .

(Teman-teman, ini pure imajinasi aku ya jangan dipikirin. Karena semua yang aku tulis hanya fiktif. Tolong lebih bijak, ya.)

Jeonghan dan Jisoo hampir 30 menit hanya diam tanpa kata setelah selama 5 hari tidak bertemu membuat keduanya sama-sama canggung.

“Han—”

“Soo—”

Jeonghan meremat jari tangannya gugup. Ini pertama kalinya mereka dalam situasi ini.

“Kamu apa kabar, Han?”

Jeonghan menggigit bibirnya sebentar. “Aku baik-baik aja Soo. Kamu gimana?”

“Aku juga baik-baik aja, Han.”

Lalu keheningan menyelimuti mereka berdua lagi.

“Han, aku denger kemarin kamu ke kantor Seungcheol ya?” Tanya Jisoo, mengawali pembicaraan mereka lagi.

Jeonghan membuang pandangannya keluar lalu mengangguk. Mencoba menahan air matanya yang hampir jatuh ketika ia mengingat kejadian kemarin.

“Seungcheol buat kamu nangis ya?”

Pertahanan Jeonghan runtuh. Air matanya mengalir tanpa persetujuannya.

“Aku liat dia cium cewek lain, Soo.” Jisoo bisa melihat Jeonghan susah payah menceritakan apa yang terjadi kemarin.

Jisoo mengambil tangan Jeonghan, menggenggamnya dengan erat, memberikan ketenangan untuk Jeonghan.

“Tapi Seungcheol gak mungkin kayak gitu Han.”

Jeonghan menepis tangan Jisoo yang menggenggamnya. “Tapi aku liat pake mata kepala aku sendiri, Soo.”

Jisoo membawa Jeonghan ke dalam pelukannya ketika Jeonghan menaikkan nada suaranya.

“Oke-oke aku percaya sama kamu. Jangan teriak-teriak, nanti tenggorokannya sakit.”

Jeonghan meremat baju belakang Jisoo, ia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Jisoo. Menghirup aroma tubuh Jisoo. Ia rindu sekali dengan laki-laki yang memeluknya

“I miss u, Soo.”

Jisoo mengeratkan pelukannya. “I miss u too, bunny.”

“Maaf, karena aku kita jadi kayak gini.”

“Han, menurut kamu hubungan kita gak sehat ya?”

“Menurut kamu hubungan itu cukup 2 orang, ya?”

“Kalo kayak gitu, kamu aja sama Seungcheol. Biar aku yang ngalah ya? Biar kalian bisa nikah. Aku gapapa kok Han.”

Hansol menutup aplikasi chatnya dengan bingung. Lagi berantem kah?

Tiba-tiba Seungcheol keluar dari ruangannya. “Sol, ada jadwal abis ini?”

“Engga ada pak, hari ini gak ada meeting sama sekali. Cuma cek berkas aja.” Hansol adalah sekretaris Seungcheol, dia mengatur jadwal Seungcheol. Dari jadwal kantor sampai jadwal kencan dengan pacar-pacarnya.

“Oke, nanti ada temen saya mau kesini. Makan siang, kamu tolong pesenin makanan ya.”

“Eh pak, temen bapak siapa?”

“Ada pokonya temen saya. Sebentar lagi dia dateng.” Seungcheol langsung masuk lagi ke ruangannya. Sampai beberapa menit kemudian ada seorang wanita cantik yang menghampiri hansol.

“Permisi.”

Hansol menatap wanita itu. “Iya, ada yang bisa saya bantu?”

“Saya Andrea mau ketemu Seungcheol, sudah bikin janji juga.”

Seketika otak hansol ngeblank. Belum sempat menjawab, Seungcheol sudah keluar ruangan.

“Andrea, hai.”

“Oh hai Seungcheol.” Andrea menyapa Seungcheol dengan sebuah pelukan singkat.

“Kok gak kamu suruh masuk sol?” Hansol masih sibuk mencerna apa yang terjadi.

“Pak tapi itu—”

Seungcheol memotong ucapan hansol. “Udah pesen makanan kan? Saya sama Andrea masuk dulu.” Hansol langsung kelabakan. Belum sempat berkutik lebih lanjut, Jeonghan muncul.

“Hansol.” Sapa Jeonghan ramah.

Hansol makin-makin pusing. Bisa ga sih gue kabur aja sekarang

“Seungcheol ada kan?” Tanya Jeonghan. “Aku langsung masuk ya, sol.”

Belum sempat menahan, Jeonghan sudah masuk ke dalam ruangan Seungcheol.

“Perang dunia kedua ini mah.” Ucap Hansol

Sementara itu di dalam ruangan Seungcheol, Jeonghan melihat Seungcheol mencium seseorang.

Prangggggggg (bunyinya gimana sih WKWKWK)

Kotak makan yang Jeonghan bawa terjatuh begitu saja. Sampai membuat Seungcheol dan wanita itu terkejut.

“Jeonghan?” Panggilan Seungcheol membuat Jeonghan tersadar. Lalu ia buru-buru mengambil kotak makan yang jatuh tadi.

“Maaf maaf, aku gak sengaja. Maaf ganggu kalian.” Jeonghan langsung pergi melewati hansol yang menatapnya sedih. Jeonghan memencet tombol lift—sesekali ia menghapus air matanya.

Seungcheol berdiri, berniat mengejar Jeonghan.

“Kamu kenapa ga bilang Jeonghan kesini?”

“Tadi saya udah mau bilang tapi bapak malah motong omongan saya.”

Seungcheol berlari menuju lift. Ia menuju parkiran, karena pasti Jeonghan bawa mobil.

“Jeonghan.”

Jeonghan berhenti, tapi tidak menoleh. Bahunya bergetar.

“Kenapa kamu ga bilang aku kalo kamu kesini?”

Jeonghan memegangi dadanya yang terasa sakit.

“Sekarang kalo mau kesini aku harus bilang ya, Cheol?”

“Bukan, bukan begitu—”

Jeonghan berbalik menatap Seungcheol.

“Kamu takut ketauan ya, Cheol?”

“Han—.”

Jeonghan berjalan maju perlahan. “Maaf aku ganggu kamu tadi.”

Jeonghan memejamkan matanya ketika bibirnya menyentuh bibir Seungcheol. Sedikit melumat serta memberikan gigitan kecil di bibir Seungcheol.

Jeonghan melepaskan ciumannya, ia mengelus lembut pipi laki-laki di depannya.

“Kemarin kamu bilang kamu mundur kan?”

Jeonghan tersenyum, tapi air matanya mengalir. “Sekarang aku yang mundur ya, Cheol.”

Jeonghan berjalan mundur perlahan. Melambaikan tangannya.

“Bye Seungcheol, i love you. Terakhir kalinya.

Seokmin sampai di bandara, kemudian ia berlari kencang sambil meneriakkan nama Jisoo—berharap Jisoo mendengarnya.

Hampir 30 menit, tapi tidak ada tanda-tanda Jisoo masih di sana. Ia bahkan sudah mengecek keberangkatan pesawat ke Amerika—sudah berangkat 15 menit yang lalu. Itu artinya Jisoo sudah pergi.

Seokmin berjalan gontai menuju mobilnya, tapi sekali lagi ia menoleh berharap Jisoo kembali tapi nihil tidak ada Jisoo di sana. Jisoo nya sudah pergi.

Brukkkk

Seseorang menabrak dirinya. Semua barang-barang orang itu berantakan. Dengan cepat Seokmin membantunya tanpa berbicara.

“Maaf mas, saya gak liat.”

Gerakan tangan Seokmin terhenti ketika mendengar suara itu.

“Soo?”

Orang itu mendongak menatap Seokmin. Yup, itu Jisoo.

“Seok—min.” Tanpa ba-bi-bu Seokmin langsung memeluk Jisoo dengan erat.

“Jangan tinggalin aku Soo, aku mohon jangan pergi.”

“Seok, lepasin dulu.”

“Engga, aku gak bakal lepasin kamu lagi Soo. Gak akan.”

“Ih, aku engap tau. Diliatin orang-orang juga itu. Malu.”

Seokmin melepaskan pelukannya dan menangkup wajah Jisoo.

“Aku ga perduli.” Seokmin mencium bibir Jisoo. Ia tetap menggerakkan bibirnya walaupun Jisoo meminta di lepas. Hampir 5 menit mereka dalam posisi itu. Seokmin akhirnya melepaskan ciuman itu.

“Pulang sama aku Soo?”

“Ke Amerika?”

Seokmin tertawa. “Ke rumah dulu yuk? Minta restu ibu, abis itu kita ke mami papi kamu. Mau?”

“Mau.”

. . . . . . . . .

Seokmin dan Jisoo sedang berada di salah satu kamar hotel, mereka baru saja selesai melakukan malam panas mereka. Posisinya sekarang Jisoo berada di dalam pelukan Seokmin.

“Kok kamu gak jadi pergi, Soo?”

“Oh kamu mau aku pergi?”

“Engga, bukan itu maksud aku. Kamu kenapa kok tiba-tiba batalin semuanya?”

“Karena Jeonghan.”

“Hah?”

“Seok, Jeonghan bilang sama aku setelah kamu baca surat dari aku, kamu nangis-nangis. Minta aku buat ga pergi. Jeonghan bilang kalo kamu cinta sama aku. Dan tadinya aku gak percaya, tapi waktu ketemu kamu di bandara tadi aku jadi yakin kalau kamu serius sama aku.”

Seokmin mengecup kening Jisoo. “Aku cinta banget sama kamu, Soo.”

“Aku juga.”

“Kirain kamu ga jadi pergi karena gak mau jauh dari aku.”

“Tadinya aku mau tetep pergi, biar kamu nyusulin ke sana eh gak tau kenapa tadi aku ke toilet tapi penuh banget. Bener-bener penuh, pas aku udah dapet giliran eh pesawatnya udah berangkat. Aku gak liat jam sama sekali.”

“Berarti kita emang gak boleh jauh-jauhan.”

“Aku juga gak mau jauh dari kamu Seok.”

Seokmin membawa Jisoo ke ciuman mereka.

“Soo?”

“Hm?”

“Ronde 3, yuk?”

“SEOKMIN ARGHHHH.”

Jisoo sedang membantu ibu memasak, dan selama di rumah Seokmin Jisoo selalu membantu meringankan pekerjaan rumah.

“Bu, Soo ke Seokmin dulu ya ngasih teh.”

“Iya mas Jisoo, istirahat juga gapapa. Kasian dari pagi udah bantu ibu.”

“Hehehehe gapapa Soo seneng kok.”

Jisoo bergegas menuju kamarnya—dimana ada Seokmin di sana. Tapi sesampainya di kamar ia tidak menemukan Seokmin. Lalu ia mencari ke kamar Seokmin dan ternyata benar Seokmin ada di sana. Sedang berbicara dengan Jeonghan.

“Bilang sama aku kalo kamu sayang sama Jisoo, Seok.”

Itu yang Jisoo dengar. Ia menajamkan pendengarannya untuk mendengarkan jawaban Seokmin. Tapi hampir 5 menit ia belum juga mendengar suara Seokmin.

“Aku tau kamu gak pernah sayang sama dia, iya kan? Kamu cuma sayang sama aku. Iya kan Seok?”

Lagi-lagi suara Jeonghan. Dan lagi-lagi juga ia tidak mendengar jawaban apapun dari Seokmin.

Apa selama ini Seokmin hanya mempermainkannya sama seperti Seungcheol?

“Seok?”

“Oke—.” Suara Seokmin mulai terdengar.

“—aku masih sayang sama kamu Han. Dari dulu sampai sekarang. Masih kamu.”

Jisoo memegang erat gelas yang ia bawa. Matanya berair. Lagi-lagi ia di campakkan oleh seseorang yang ia sayang.

Jisoo berjalan mundur, menaruh gelas tadi di meja ruang tengah. Kemudian ia berlari ke kamarnya—membereskan semua barang-barangnya. Ia harus pergi dari sini. Untuk apa ia ada di rumah itu, kalau sebenarnya tidak ada yang mengharapkannya.

Jisoo keluar dari rumah dengan langkah pelan, sampai tidak ada yang bisa mendengar derap kakinya. Ia keluar membawa luka di hatinya.

. . . . . . . . .

Seokmin keluar dari kamar bertepatan dengan sang ibu yang keluar dari dapur.

“Loh, ini kok minumnya belum di minum mas?” Tanya ibu ketika melihat gelas berisi teh hangat ada di meja ruang tengah.

“Ibu gak bilang, mas gak tau. Mas baru keluar, abis ngobrol sama Jeonghan.”

“Loh tadi mas Jisoo kok yang anterin.”

“Jisoo? Terus Jisoo nya mana Bu?”

“Yo ibu ndak tau, tadi ibu suruh istirahat. Mungkin di kamar.”

Seokmin langsung pergi menuju kamar yang ditempati Jisoo. Tapi nihil, Jisoo tidak ada di sana. Seokmin memanggil-manggil nama laki-laki itu tapi juga tidak ada sahutan. Bahkan baju-baju Jisoo sudah tidak ada pada lemari.

Tapi Seokmin menemukan secarik kertas yang merupakan surat yang Jisoo tinggalkan.

Aku pergi ya Seok. Titip salam buat ibu sama Ichan maaf gak bisa pamit. Bilangin makasih karena udah mau nampung aku, maaf selama ini aku ngerepotin kalian.

Seok, habis ini tolong jangan cari aku lagi ya? Tolong jangan inget-inget aku lagi. Anggep aja semua yang pernah terjadi cuma angin lalu.

Seok, kalo kamu belum siap memulai semuanya dari awal jangan kasih harapan ya. Sama siapapun. Cukup aku aja. Jangan pernah kamu lakuin itu lagi.

Dari Jisoo Yang hatinya dipatahkan 2x

Seokmin meremat surat Jisoo, ia membuangnya ke sembarang tempat. Kemudian ia mendatangi ibu nya.

“Mas, kenapa toh?”

“Bu, Jisoo pergi Bu.”

“Pergi gimana mas? Wong tadi masak sama ibu kok.”

“Barangnya udah ga ada Bu. Ini semua karena mas Bu.” Seokmin menangis di pelukkan sang ibu.

Sementara Jeonghan menatap semuanya miris.

“Kamu bohong, Seok. Kamu cinta sama dia. Aku udah gak ada kesempatan ya, Seok?”

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam, eh mas Jeonghan. Kok kesini ga ngabarin?”

“Aku udah kasih tau mas Seokmin Bu, mungkin dia lupa ngasih tau.”

“Ayo masuk mas.”

Ibu Seokmin tidak tau menau apa yang sudah Jeonghan lakukan terhadap Seokmin. Jadi beliau tetap bersikap baik.

“Ibu, Han nginep disini boleh?”

“Eh aduh, ibu lupa ada temennya mas nu disini mas. Jadi kamarnya penuh.”

“Jisoo ya Bu?”

“Loh mas Han kenal mas Jisoo toh?”

“Jisoo sahabat Han di Jakarta Bu.”

“Ealah dunia sempit banget ya mas.”

“Terus sekarang Jisoo nya dimana Bu?”

“Mas Jisoo sama dek Ichan lagi jajan. Bentar lagi juga pulang.”

Selang beberapa menit, Ichan dan Jisoo pulang.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Senyum Jisoo luntur seketika ketika melihat ada siapa di rumah Seokmin.

“Soo, gue kangen banget sama lo.” Jeonghan memeluk Jisoo, tapi tidak dengan Jisoo dengan cepat ia melepaskan pelukan itu. Dan membuat Jeonghan canggung.

“Loh mas Jisoo kenal toh sama mas Jeonghan?”

“Iya Chan, mas Han sama mas Jisoo sahabatan.” Jeonghan tersenyum lebar, tapi Jisoo tidak. Ia malah memasang wajah datar.

Lalu tiba-tiba Seokmin juga pulang.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

“Mas Seokmin, halo.” Seokmin hanya membalas sekedarnya saja.

“Mas Seokmin kok gak bilang kalo mas Jeonghan mau nginep disini? Kan kamar tamu nya di pake mas Jisoo.” Jisoo terkejut mendengar ucapan ibu Seokmin.

“Mas lupa bu.”

“Terus ini gimana?”

“Han gapapa kok Bu kalo harus satu kamar sama Seokmin.”

Jisoo dan Seokmin membulatkan matanya terkejut. Udah gila

“Yasudah mas Seokmin bagi tempat sama mas Jeonghan ya? Udah ah ibu masak dulu. Buat makan malam.”

Jeonghan masuk ke kamar Seokmin. Sementara Seokmin mengejar Jisoo yang pergi keluar rumah.

“Soo, tunggu dulu.”

“Maksudnya apa sih Seok? Kenapa tiba-tiba dia ada disini?”

“Oke aku lupa ngasih tau kalo dia mau kesini, cuma aku gak tau kalo dia mau nginep juga. Aku kira mampir doang.”

“Terus gimana, kamu tidur sama dia?”

“Soo hey, aku tidur di kamar kamu ya? Biarin aja dia tidur sendirian.”

Jisoo merengek. Seokmin membawa Jisoo ke pelukannya.

“Jangan ngambek dong sayang.”

“Jangan tidur sama dia, sama aku aja.”

“Iya iya sama kamu.”

Seokmin menangkup wajah Jisoo, dan memberikan kecupan di bibir merah itu.

“Jangan ngambek ya?” Jisoo mengangguk.

. . . . . . . . .

Malam harinya.

Seokmin mengambil beberapa baju di lemari kamarnya. Jeonghan bingung melihat itu.

“Kamu mau kemana Seok?”

“Aku tidur di kamar Jisoo.”

Jeonghan masih memperhatikan Seokmin yang sedang sibuk mengemasi bajunya.

“Seok?”

Seokmin berdehem.

“Kamu pacaran sama Jisoo?”

Seokmin menghentikan kegiatannya sejenak, lalu melanjutkannya lagi.

“Bukan urusan kamu.”

“Urusan aku Seok.”

“Maksud kamu?”

“Aku masih sayang sama kamu.”

Seokmin tertawa meremehkan.

“Kamu dulu buang aku loh Han, terus sekarang di pungut lagi? Enak jilat ludah sendiri?”

“Seok....”

“Aku sama Jisoo pacaran, kita mau menikah. Jadi aku harap kamu gak ganggu kita lagi. Kamu gak hancurin hidup 2 orang lagi.”

Sementara di kamar Jisoo. Jisoo menunggu Seokmin dengan sabar. Beberapa kali ia merapihkan rambutnya. Agar Seokmin terpesona.

“Soo?”

“Hey, kok lama banget?”

“Ada insiden dikit.”

“Apa?”

“Soo?”

“Ya?”

“Kalo aku ngajak kamu nikah, kamu mau gak?”

Jisoo sangat terkejut.

“Seok, kenapa? Kok buru-buru?”

“Engga buru-buru. 3 bulan kenal kamu aku yakin sama kamu. Kamu mau kan nikah sama aku?”

Jisoo mengangguk cepat. “Aku mau.”

Seokmin memeluk Jisoo, ia mengecup pipi Jisoo berkali-kali.

“Soo, mau apapun yang terjadi aku mohon sama kamu tolong jangan lepas tangan aku ya?”