Hari ini tepat satu tahun Seungcheol, Jeonghan dan Jisoo menikah. Tapi selama setahun ini juga mereka belum juga mengadopsi seorang anak—masih pingin bertiga katanya.
Jisoo mendorong troli belanjanya, hari ini dia akan memasakkan makanan istimewa untuk suami-suaminya—karena ini anniversary mereka yang pertama sebagai keluarga. Jisoo tidak sendirian, ia di temani oleh Jihoon.
“Masaknya banyak kak?”
“Banyak ji, kan mau di kirim ke mama-papa ayah-bunda.” Jihoon mengangguk.
“Sini aku aja yang dorong, kak Jisoo yang ambil apa yang di butuhkan.” Ucap Jihoon, ia mengambil alih troli belanja dari tangan Jisoo.
“Makasih, karena Jihoon udah baik boleh minta apa aja sama kakak.”
“Beli gitar baru boleh?”
“Boleh.”
“Tapi jangan bilang-bilang mas ya kak?”
“Kenapa?”
“Ntar di marahin, katanya boros.” Ucap Jihoon mengerucutkan bibirnya.
Jisoo tertawa. “Kakak musti ngomong, kan mas suaminya kakak uangnya kakak dari mas semua. Tapi nanti kakak bantuin ngomong kok, tenang aja.”
“Oke, mas pasti gak berkutik kalo kak Jisoo atau kak Jeonghan yang ngomong.”
“Pawangnya.” Jisoo dan Jihoon tertawa. Kemudian mereka melanjutkan kegiatan berbelanja mereka.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jihoon berjinjit demi untuk mendapatkan ciki yang ia inginkan.
“Ini kenapa naronya paling atas sih.” Ucap Jihoon kesal.
Tiba-tiba ada tangan seseorang yang membantunya mengambil ciki itu.
“Terima kasih.” Jihoon mengambil cikinya tanpa melihat siapa yang membantunya. Saat ia melihat ia terkejut mengetahui siapa yang membantunya tadi.
“Halo, adik manis.”
Jihoon bergidik ngeri ketika mendengar suara orang itu.
“Masih inget ga sama abang?”
Jihoon melirik ke kanan dan kiri mencari celah untuk kabur. Sebelum kabur Jisoo sudah menghampirinya.
“Dapet gak ji?—eh nyong disini juga? Sendirian?” Tanya Jisoo
“Hehehe iya nih kak, biasa bujangan apa-apa sendiri.”
“Cari dong biar ga sendirian.”
“Kemaren dah hampir dapet, eh pawangnya galak banget.”
“Mau nyobain dari gue gak?” Tanya Jisoo sambil mengepalkan tangannya dan di unjukkan ke Soonyoung.
“Ampun, yang kemaren sakitnya masih terasa hingga ke dada.”
“Lebay lo.”
“Dih, bukannya lebay tapi bang Seungcheol nonjoknya beneran pake dendam.”
Jisoo tertawa. “Iyalah, belahan jiwanya elo ambil.”
“Sandiwara doang padahal, gimana beneran.”
“Udah gak disini sih lo pasti.”
“Udah beda alam.”
Jisoo tertawa lagi, kemudian ia memindahkan atensinya ke Jihoon.
“Ciki kamu udah?” Tanya Jisoo dan Jihoon mengangguk.
“Pulang sekarang atau mau ada yang dicari lagi, ji?”
“Pulang aja kak.”
“Yaudah ayo.”
Saat Jisoo dan Jihoon akan pergi, Soonyoung sempat menahannya.
“Boleh kali kak buat gue?” Ujar Soonyoung sambil melirik Jihoon.
“Minta ke mas nya lah.” Ucap Jisoo sambil menarik tangan Jihoon untuk pergi meninggalkan Soonyoung. Jihoon sempat beberapa kali menoleh ke belakang melihat Soonyoung yang melambaikan tangannya. Jihoon tersenyum kecil, pipinya menghangat ketika melihat senyum Soonyoung.
“Kalo mau, kakak bisa bantu ngomong juga juga sama mas.”
Jihoon memukul pelan lengan Jisoo. “Apaan sih kak.”
Jisoo tertawa lalu merangkul Jihoon. “Adiknya kakak udah gede.”
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Seungcheol dan Jeonghan pulang tepat saat masakan Jisoo matang. Jisoo melepas apron yang ia gunakan tadi dan berjalan ke pintu untuk menyambut suami-suami nya.
“Selamat datang, sayang-sayangku.” Jisoo merentangkan kedua tangannya meminta agar kedua suaminya memeluknya.
“Capek.” Ucap Jeonghan yang mendusal ke leher Jisoo. Sedangkan Seungcheol mengecupi pucuk kepala Jisoo.
“Sabar, sebentar lagi resign kan.” Yup, satu Minggu lagi Jeonghan resmi menjadi pengangguran seperti Jisoo. Kalau Jisoo sehabis menikah ia langsung mengajukan surat pengunduran dirinya, sedangkan Jeonghan ia menunggu bonus akhir tahun yang lumayan besar.
“Kamu masak apa Soo?” Tanya Seungcheol
“Masakan kesukaan kalian dong. Yuk masuk, mandi dulu atau mau langsung makan?”
“Mandi dulu.” Jawab Jeonghan dan Seungcheol bersamaan.
“Yaudah bareng aja sana. Mandi doang tapi ya, jangan aneh-aneh keburu dingin makanannya nanti ga enak.”
“Oke sayang.” Ucap Jeonghan langsung mengecup bibir Jisoo dan langsung masuk. Sedangkan Seungcheol harus berlama-lama dengan bibir Jisoo sampai bibir merah Jisoo bengkak.
“Bengkak, yang.” Ucap Seungcheol sambil tertawa.
“Kebiasaan kamu. Udah sana mandi.”
“Love you, sayang” ucap Seungcheol
“Love you too.“
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Mereka bertiga sedang menyantap makanan yang Jisoo hidangkan.
“Jadi tadi kamu sama Jihoon?”
“Loh aku gak bilang ya?”
“Bilang mau belanja doang, gak bilang sama Jihoon.”
“Maaf yang, aku lupa.”
Seungcheol mengangguk. “Gapapa, minta apa dia sama kamu?”
“Kok tau sih?”
“Dia gak berani minta ke aku karena pasti gak dibolehin, tapi kalo sama kalian kan di manja banget.”
“Ya emang kenapa sih, kan adik kita juga. Cuma satu lagi.” Jawab Jeonghan
“Tapi nanti kebiasaan tau yang.”
“Ya gapapa sih? Kalo ga sama kita minta siapa lagi? Ayah mama kan udah di jatah. Anggep aja tambahan.”
“Ya deh, kalah aku kalo lawan kalian berdua.”
Jisoo dan Jeonghan tertawa, lalu mereka melanjutkan makan malam mereka.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Saat ini mereka sedang di atas ranjang, saling memberikan afeksi kepada pasangan mereka.
“Han, Soo.”
“Hm?”
“Tapi kayaknya kita harus ngobrolin ini deh.”
“Kenapa Cheol?”
“Kamu gak selingkuh kan Cheol?”
“Ampun dah, mana berani sih yang aku meng-empatkan kalian. Dua aja aku pusing.”
“Oh kamu pusing sama kita.”
“Eh engga, maksudnya pusing karena kalian gemes-gemes banget. Aku jadinya mau di rumah aja terus.”
“Jangan dong, nanti beli kondom pake apa?”
“Oh iya, gak jadi deh. Demi kondom.” Mereka bertiga tertawa.
“Kamu mau bahas apa?”
“Itu, masalah anak. Kapan siap nya mau adopsi?”
Seungcheol melihat Jeonghan dan Jisoo yang saling berpandangan. Membuatnya menghela nafas.
“Masih belum siap ya yang? Yaudah gapapa sih, kapan-kapan aja kita bahasnya. Yuk tidur.” Seungcheol langsung membelakangi kedua suaminya.
“Cheol?”
“Hm?”
“Maafin kita ya.”
Seungcheol mengangguk.
“Kamu pengen banget ya punya anak?”
“Ya gitu deh. Aku iri sama temen-temen aku, mereka suka cerita kalo pulang kerja gak cuma di sambut sama pasangannya tapi sama anak mereka. Lucu banget. Aku iri masalah ginian.”
Jeonghan menarik Seungcheol agar menghadapnya.
“Kalo weekend kita ke panti gimana?” Tanya Jeonghan
“Kalo belum siap gapapa yang.”
“Aku sama Jisoo siap, kan nungguin aku resmi keluar dulu. Jum'at aku terakhir kerja.”
“Ini beneran?” Tanya Seungcheol
Jisoo dan Jeonghan mengangguk.
“Makasih sayang.” Seungcheol bangun dari tidurnya dan memeluk kedua suaminya. Jisoo dan Jeonghan berpandangan lagi dan tersenyum, mungkin ini cara biar Seungcheol lebih bahagia.
“Yang?”
“Hm?”
“Ngewek yuk?”