Minhyuk
Setelah saat itu, ternyata Minhyuk tidak menjauh sama sekali, ia bahkan makin gencar untuk mendekati Jeonghan. Ia merasa kalau Jeonghan masih bisa ia dapatkan.
Minhyuk adalah salah satu kakak tingkat Jeonghan, Seungcheol, dan Jisoo semasa mereka kuliah dulu. Minhyuk mendekati Jeonghan hanya karena ingin menjadikan Jeonghan bahan taruhan ia dan teman-temannya. Minhyuk juga salah satu anggota geng yang cukup meresahkan di kampus waktu itu.
Hari ini Minhyuk pergi ke rumah Jeonghan, setelah mendapat kabar kalau Seungcheol sedang berpergi ke kantor, ia langsung bergegas menuju rumah Jeonghan.
Ting tong
Ia memencet bel rumah Jeonghan beberapa kali.
“Siap.....a, kak Minhyuk?” Jeonghan terkejut karena melihat Minhyuk di depannya.
“Hai Jeonghan.” Sapa Minhyuk sambil tersenyum manis.
“Kakak ngapain disini?”
“Boleh masuk?”
“Maaf ya kak, tapi Cheol lagi gak ada di rumah. Jadi Han gak bisa biarin kak Minhyuk masuk.” Jawab Jeonghan sesopan mungkin.
“Masa aku udah jauh-jauh gak bolehin masuk? Seenggaknya buatin minum dulu boleh gak? Aus nih.”
Jeonghan sempat berpikir sejenak, lalu ia menganggukkan kepalanya. Minhyuk masuk ke dalam rumah itu, ia duduk di sofa ruang tengah.
“Wih, suami lagi kerja berani-beraninya bawa cowok lain.” Ucap Nara tiba-tiba.
“Dia temen gue, Seungcheol juga kenal.”
“Tapi kan gak baik kalo bawa laki-laki ke rumah, apalagi pas suami lagi kerja.”
Jeonghan tidak menjawab, ia menuju dapur untuk membuatkan Minhyuk minuman.
disisi lain.
“Gyu, lo ke rumah gue gih. Ambil berkas di ruang kerja gue, minta tolong Jeonghan aja. Gue mau nyuruh dia kesini takut, lagi hamil tua.”
“Oke bos.”
. . . . . . . .
“Kak Minhyuk, jangan begini tolong. Han udah punya suami.” Jeonghan meronta-ronta ketika Minhyuk mencoba memeluknya, dan bahkan sesekali mengecup bahu Jeonghan. Jeonghan tidak bisa bergerak leluasa karena perutnya yang sudah sangat membesar.
“Tol..onggg.” Jeonghan sudah menangis karena ia merasa perutnya sakit karena terhimpit meja dapur, karena posisinya Minhyuk memeluknya dari belakang.
Jeonghan berteriak sekeras mungkin, tapi tidak ada yang menolongnya. Padahal di rumah ada Nara, tidak mungkin Nara tidak mendengar. Mereka memang hanya berdua karena pembantu di sana sedang berbelanja kebutuhan rumah.
“Nar....a tolong gue.” Jeonghan melihat Nara melintas didepannya. Ia mencoba melepaskan pelukan Minhyuk, karena kali ini tangan Minhyuk sudah mulai meraba bagian bawahnya. Jeonghan menangis, karena untuk kedua kalinya ia dilecehkan oleh Minhyuk.
Nara tidak menggubrisnya, ia berjalan meninggalkan Jeonghan yang memohon pertolongan.
. . . . . . . .
Mingyu melihat ada mobil asing di depan rumah bos nya. Ia berjalan cepat, karena tiba-tiba perasaannya tidak enak.
Mingyu memencet bel rumah bosnya tapi tidak ada yang membukakan.
“Pak Mingyu?”
Mingyu menoleh dan mendapati satpam rumah Seungcheol di sana.
“Pak tau gak itu mobil siapa?”
“Aduh saya juga baru liat pak, baru mau cek juga. Saya tadi abis dari kamar mandi.”
Mingyu kalang kabut, ia mencoba mencari cara agar bisa masuk ke dalam rumah itu.
“Pak, pintu belakang dibuka gak ya?”
“Kayaknya engga pak, soalnya lagi pada pergi.”
Mingyu tidak bisa menemukan cara apapun selain mendobrak pintu itu.
“Pak, bantuin saya dobrak pintu ya.”
“Iya pak Mingyu.”
Saat akan mendobrak pintu, para maid di sana pulang dari supermarket.
“Pak Mingyu ada apa?” Tanya mereka dengan cemas.
“Bi, bisa tolong kabarin pak Seungcheol? Saya ngerasa pak Jeonghan dalam bahaya.”
“Bisa pak Mingyu.” Lalu salah satu maid itu menghubungi Seungcheol.
Akhirnya Mingyu, pak satpam dan pak sopir mendobrak pintu itu. Pintunya di kunci dari dalam. Hingga 5 menit mereka baru bisa membuka pintu itu.
Mingyu berlari mencari dimana keberadaan Jeonghan. Ia menyuruh semua orang berpencar untuk mencari Jeonghan. Salah satu maid menemukan salah satu kamar pintunya terkunci.
“Pak Mingyu, ini terkunci. Tadi pagi saya bersihkan tapi tidak saya kunci. Saya khawatir pak Jeonghan ada di dalam.”
“Ada kunci cadangan?” Maid itu mengangguk, ia mencari kunci cadangan itu, dan setelah menemukannya ia memberikannya pada Mingyu, Mingyu membukanya dan berhasil.
Di dalam, Jeonghan sudah tidak berbusana. Ia tetap meronta-ronta, meminta pada Minhyuk untuk tidak menyentuhnya.
Bukkkkkkkk
Mingyu menendang Minhyuk dengan keras hingga laki-laki itu terjatuh. Mingyu menatap Jeonghan sekilas, lalu ia menatap ke sembarang arah karena Jeonghan tidak memakai bajunya.
“Pak Jeonghan maaf, tolong tutup pakai selimut.” Jeonghan langsung menutup seluruh badannya dengan selimut, para maid juga membantunya mengambilkan baju Jeonghan yang sudah berserakan.
“Berani-beraninya lo nyentuh suaminya bos gue.”
Bukkkkkkkk
Minhyuk memegang sudut bibirnya yang dipukul oleh Mingyu.
“Siapa sih lo? Ganggu gue aja.”
Bukkkkkkkk
“Brengsek.”
Mingyu melayangkan beberapa bogeman ke wajah Minhyuk. Saat Mingyu sedang fokus pada Minhyuk, Seungcheol datang.
“Han.”
“Mas.” Seungcheol menarik Jeonghan ke dalam pelukannya, Jeonghan terisak dengan keras.
“Maafin Han mas, maafin Han.” Hanya itu yang Jeonghan ucapkan pada Seungcheol.
“Sayang, jangan minta maaf. Han gak salah.”
Mingyu terengah-engah karena beberapa kali meninju Minhyuk. Ia berhenti lalu melihat ke arah bos nya.
“Diapain bos?”
“Kelarin. Usut sampe tuntas.”
Mingyu mengangguk, ia kemudian mengambil handphonenya. Menelpon seseorang.
“Tempat biasa, ada daging segar.”
Setelah itu Mingyu membawa Minhyuk ke tempat yang ia maksud. Tinggallah Seungcheol, Jeonghan dan para maid serta penjaga di sana.
“Kenapa bisa begini?” Tanya Seungcheol datar. Jeonghan mengingatkannya agar tidak terpancing emosi.
“Saya tugasin kalian untuk jaga suami saya. Tapi kenapa bisa kecolongan?”
“Mas, ini salah Han. Han yang bolehin kak Minhyuk masuk. Jangan marahin mereka mas.”
“Pak Seungcheol, saya minta maaf karena tadi saya pergi ke kamar mandi sebentar waktu saya balik sudah ada pak Mingyu di depan pintu.” Ucap satpam yang berjaga.
“Emangnya gak kamu kunci?”
“Saya kunci pak. Makanya saya bingung kenapa dia bisa masuk. Kuncinya ada sama saya kok tapi ada kunci cadangan juga di pos, tapi cuma para penjaga yang tau.”
“Berarti orang dalem yang bukain?”
“Bisa jadi pak.”
“Keluar.” Mereka semua keluar, tinggallah Seungcheol dan Jeonghan.
“Mas.” Jeonghan kembali menangis.
“Dia pegang apa aja sayang? Kamu di apain?” Seungcheol bertanya dengan menahan sakit dihatinya.
“Dia pegang bagian bawah Han mas.” Jeonghan kembali menangis, ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
“Han, kotor mas.” Seungcheol menggeleng keras, ia memeluk Jeonghan dengan erat.
“Han gak kotor, Han suci buat mas. Jangan diinget sayang.”
Jeonghan menangis di pelukan Seungcheol, ia meremat suit yang Seungcheol gunakan.
“Dia cium Han?”
Jeonghan mengangguk.
“Dimana sayang?”
“Pipi Han mas, dia tadi mau cium bibir Han tapi Han ngelak terus jadi kena di pipi.”
Seungcheol mengecup kedua pipi Jeonghan sebanyak-banyaknya.
“Mas apus bibir dia di pipinya Han, sekalian hadiah buat Han karena Han pinter.”
. . . . . . . . .
Seungcheol keluar dari kamar setelah Jeonghan tertidur pulas. Jeonghan kelelahan karena menangis dan meraung-raung. Seungcheol mengumpulkan para pelayan di rumahnya.
“Jadi siapa yang bukakan pintu gerbang?”
“Bukan kami pak.” Jawab salah satu maid.
“Kami disuruh pak Jeonghan untuk berbelanja, karena bulan ini barang-barang yang dibeli cukup banyak.”
“Terus siapa kalo bukan kalian?”
Mereka menggeleng, karena tidak tau.
“Ada satu lagi pak.” Ucap salah seorang maid.
“Siapa?”
Maid itu tidak menjawab, ia menatap ke arah salah satu kamar dilantai dua, Seungcheol mengikuti arah pandang itu. Dan ia mengerti, lalu ia mengetik sesuatu di handphonenya. Ia menelpon Mingyu.
“Ke rumah gue lagi Gyu, ada satu daging segar lagi. Lumayan buat makan malam.”