Jeonghan dan Seungcheol masih terengah-engah akibat pelepasan keduanya, usia kandungan Jeonghan sudah cukup kuat untuk melayani nafsu suaminya.
Seungcheol mengelap keringat yang mengucur di pelipis Jeonghan
“Capek ya?”
Jeonghan mengangguk. “Udah lama engga jadinya capek.”
“Makasih ya sayang.” Seungcheol memajukan kepalanya lalu mengecup kening Jeonghan.
“Sama-sama mas, itu kan kewajiban Han ngelayanin mas.”
Seungcheol membawa Jeonghan kedalam pelukannya. “Kangen banget sama Han, sehari tidur ga meluk Han gak enak. Han bisa tidur sendiri?”
Jeonghan menggeleng. “Gak ada yang usap-usap perut Han.”
“Makannya disini aja ya sama mas.” Jeonghan mengangguk, mengecup dada telanjang Seungcheol.
Saat sedang asik bercengkrama, bel rumah mereka berbunyi.
“Siapa sih?” Tanya Seungcheol, ia tidak rela melepaskan Jeonghan sekarang.
“Paling Nara mas.”
“Hah?”
“Tadi Han balesin chatnya Nara di handphone mas.”
“Bales apa?”
“Foto.”
“Foto apa?”
“Foto mas di atas Han.” Jawab Jeonghan
Seungcheol terperangah. “Keliatan badan lo gak?”
“Keliatan lah. Kenapa sih? Mas gak mau Nara tau kita abis ngapain?”
“Bukan, mas cuma gak suka ada yang liat badan Han selain mas. Kan punya mas.”
“Alesan. Udah sana temuin dulu.”
Seungcheol mengeluarkan kejantanannya dari lubang Jeonghan—yup daritadi masih tertanam di sana😌
Saat Seungcheol akan memakai kembali pakaiannya, Jeonghan menahannya.
“Han mau pake baju mas. Mas pake baju lain aja.”
Seungcheol menurut, ia mengambil baju baru di lemarinya, lalu memakannya Jeonghan juga langsung memakainya. Mereka berdua keluar dan mendapati Nara ada di sana.
“Cheol?” Nara melihat Jeonghan yang memakai baju kebesaran dengan perut yang juga membesar.
“Kenapa Ra? Lo mau ngapain kesini?” Nara mencelos, sudah tidak ada lagi Seungcheol yang hangat untuknya.
“Baby mau di elus ayahnya.” Jeonghan memutar bola matanya jengah. Ayah katanya.
“Gue gak mau.” Jawab Seungcheol
“Cheol, please aku pengen banget.”
“Gapapa, elus aja Cheol.” Seungcheol menatap Jeonghan tidak percaya.
“Gue gak mau Han.”
“Nanti anaknya ileran Cheol. Kasian.”
“Gak perduli.” Jeonghan tersenyum menang, karena Seungcheol menolak Nara mentah-mentah.
“Kamu jahat banget, Cheol. Baby cuma mau di elus ayahnya.”
“Yang jelas bukan gue ayahnya.”
“Cheol.”
“Cheol jangan jahat gitu ah.” Jeonghan berjalan menuju Nara. “Gimana kalo kita ajak dia tinggal disini?”
“Han, yang bener aja dong lo.”
“Kan dia bilang ini anak lo, Cheol. Jadi ya siapa tau mau deket-deket sama ayahnya.”
“Han?”
Jeonghan kembali menatap Nara. “Lo tinggal disini, tapi gak nikah dulu sampe anak lo lahir. Kita tes DNA kalo bener anaknya Cheol, lo boleh nikah sama Seungcheol.”
“Han.”
“Mas, Han gapapa kalo di madu.”
“Gue yang gak mau. Jangan aneh-aneh lo ah.”
Jeonghan mendekat ke arah Seungcheol, ia mengelus-elus pipi suaminya. “Please, mas?”
Seungcheol tidak tau apa yang terjadi pada Jeonghan, tapi ia harus menyetujui permintaan Jeonghan. Akhirnya Seungcheol mengangguk.
“Besok lo pindah kesini.” Ucap Jeonghan pada Nara.
“Mas, lanjut yang semalem yuk?”
“Lo gak capek?”
Jeonghan menggeleng. “Biji mau ketemu ayahnya lagi.”
Seungcheol dengan sigap menggendong Jeonghan menuju kamar mereka. Jeonghan sempat melihat wajah kesal Nara saat melihat Seungcheol mengangkat tubuhnya.
“Nara, selamat datang di permainan Choi Jeonghan.”