akhir dari kita?

Seungcheol dan Jeonghan sampai di rumah bundanya, mereka langsung bergegas masuk karena bunda bilang ada Nara di sana dan benar saja, ada Nara yang sedang menangis di pelukan bunda.

“Bun?”

“Cheol, kamu bisa jelasin gak ini ada apa?”

“Harusnya Cheol gak sih Bun yang tanya, ini ada apa? Kenapa Nara nangis-nangis gini?”

“Nara hamil Cheol.”

“Terus?”

“Ini anak kamu, Cheol.”

Brukkkk

Jeonghan pingsan ketika ia mendengar ucapan Nara. Ia terjatuh tepat di atas sofa.

“Jeonghan.” Seungcheol langsung membopong Jeonghan menuju kamar mereka.

“Sayang, bangun.” Seungcheol mencoba menyadarkan Jeonghan, bunda memberikannya minyak angin bermaksud mungkin akan cepat sadar. Tapi Jeonghan belum juga menunjukkan tanda-tanda ia akan sadar.

“Cheol, ngobrol dulu di bawah ya? Ada ayah di sana.”

“Cheol, harus jagain Han Bun. Gak mungkin nanti dia sadar Cheol gak ada.”

“Mas, biarin gue aja yang jaga kak Han.” Ucap Hansol

Seungcheol dengan engga meninggalkan Jeonghan yang masih pingsan, ia berjalan keluar menuju ruang tamu dimana ada ayah dan mantan kekasihnya.

“Kurang ajar ya lo Ra, bisa-bisanya lo fitnah gue kayak gini.” Ucap Seungcheol sambil menunjuk-nunjuk ke arah Nara yang masih menunduk. Seungcheol tidak pernah kasar pada wanita itu, ia bahkan tidak pernah berbicara “lo-gue” pada Nara.

“Cheol.” Ucap ayahnya

“Cheol gak salah ayah, Cheol gak pernah berbuat sama dia. Satu-satunya orang yang Cheol hamilin ya Jeonghan. Cheol berani sumpah, ayah.” Seungcheol berbicara dengan keras, dan menangis. Seungcheol terduduk lemas di lantai, sang bunda mencoba menenangkan anak sulungnya itu, ia juga yakin kalau Seungcheol tidak akan melakukan hal seperti itu.

“Nara, bisa ceritakan sama om kejadian aslinya?”

“Waktu itu 2 minggu sebelum Seungcheol menikah, dia dateng ke Nara om. Dia minta tolong awalnya sama Nara, tapi ternyata dia jebak Nara. Dan sekarang dia bertingkah seakan gak terjadi apa-apa.”

“Ra....” Seungcheol menatap Nara tidak percaya.

“Jahat lo Seungcheol.” Semua orang menoleh dan mendapati Jeonghan di sana berdiri dibantu oleh Hansol.

“Han, ini gak seperti yang kamu pikirin. Mas di jebak Han, mas gak pernah ngelakuin itu Han. Percaya sama mas Han.”

“Gue salah apa sih sama lo, Cheol? Semuanya gue kasih ke elo, termasuk masa depan gue. Tapi apa, ini yang gue dapet? Pengkhianatan? Iya?”

“Han, gue ga pernah ngelakuin itu.”

“Kamu mabuk Seungcheol, kamu jelas gak inget apa-apa.”

“Gue mau cerai.”

Seungcheol menggeleng keras, ia bahkan sudah bersimpuh di depan Jeonghan, memeluk kaki suaminya sambil bersumpah kalau ia tidak melakukan itu dan ia tidak mau bercerai dengan Jeonghan.

“Hansol anterin kakak pulang.” Ucap Jeonghan, ia mencoba melepaskan Seungcheol yang ada dibawahnya.

“Han, bisa di omongin baik-baik dulu ya sayang. Pamali sayang lagi hamil ngomong begitu.”

“Bunda, Han gak bisa kalau harus di madu. Lebih baik Han yang mundur.”

“Jeonghan, mas mohon. Mas gak pernah begitu sayang. Mas sayang sekali sama Jeonghan, tidak mungkin mas seperti itu.”

“Dulu lo pernah lupa sama gue karena dia Cheol, lo ketemu dia tapi gue gak tau. Siapa tau yang kemarin juga kayak gitu, lo ketemu dia tanpa gue tau.” Jeonghan bergegas pergi dengan Hansol yang masih menuntunnya. Lalu ia berdiri di depan Nara.

“Inikan yang lo pengen? Lo ngambil Seungcheol dari gue.”

“Jeonghan, anak aku butuh ayahnya.”.

“Terus menurut lo anak gue gak butuh ayahnya?”

“Kamu yang rebut Seungcheol dari aku, tapi kamu berlagak seperti kamu yang paling tersakiti.”

“Lo yang buang Seungcheol, kenapa jadi gue yang di salahin?”

“Aku gak pernah buang Seungcheol.”

Jeonghan menyeringai. “Aneh, gak kedengaran kabar beritanya tiba-tiba ngaku hamil anak Seungcheol. Lo yakin itu anak dia?”

Jeonghan langsung pergi tanpa menunggu jawaban Nara. Sementara Seungcheol, ia masih menangis meratapi kepergian Jeonghan. Kakinya kaku, ia bahkan tidak bisa menggerakkan kakinya apalagi harus mengejar Jeonghan.

“Mas akan buktikan ke kamu Han, kalo mas gak salah. Sayang tunggu mas ya, biji ayah titip papa sebentar ya sayang.”