Seungcheol sebenarnya.

Seungcheol dan Nayeon saat ini sudah berada di lobby salah satu hotel bintang 5. Nayeon dengan bangga ia memeluk lengan Seungcheol dengan wajah berseri. Setelah check-in keduanya menuju salah satu suite room di hotel itu.

Seungcheol mempersilahkan Nayeon masih lebih dulu.

“Bapak yakin kita disini?”

“Iya dong, saya gak biasa pake room biasa. Dan saya gak mau ini cuma setengah-setengah.”

“Terus bapak mau mandi dulu atau mau langsung?” Tanya Nayeon dengan wajah memerah.

“Tunggu bentar ya?”

Seungcheol duduk di sofa kamar itu, ia menyesap wine yang di sediakan. Nayeon sendiri duduk sambil memperhatikan Seungcheol yang sedang menikmati winenya. Menurut Nayeon, Seungcheol sangat seksi saat meminum wine.

“Mau?” Tanya Seungcheol saat ia merasa Nayeon memperhatikannya.

“Boleh pak.” Nayeon mendekat ke arah Seungcheol, ia mengambil gelas yang Seungcheol berikan lalu menyesapnya dengan menggoda. Menurutnya, Seungcheol akan tergoda dengan ia seperti itu, dan mempercepat kegiatan mereka.

1 gelas, Nayeon masih bisa tersenyum menggoda pada Seungcheol.

2 gelas, masih tetap sama.

3 gelas, Nayeon memegangi kepalanya yang terasa sakit.

“Kenapa Nayeon?” Tanya Seungcheol

“Pak, kepala saya pusing banget.”

“Oh yaudah, kamu tidur aja.”

“Tapi kita?”

“Gapapa kan kalo nanti saya lakuin kalo kamu gak sadar?”

Nayeon masih bisa mengerti ucapan Seungcheol, ia menanggapinya dengan anggukan walaupun kepalanya terasa sakit sekali.

“Lakuin apa yang mau bapak lakuin. Lakuin yang gak bapak dapet dari suami bapak akhir-akhir ini.”

Lalu sedetik kemudian Nayeon jatuh pingsan.

. . . . . . . . .

Nayeon terbangun, dan mendapati tangannya terikat lalu ia menatap ada dua laki-laki di depannya, Seungcheol dan Mingyu.

“Pak Seungcheol, kenapa saya di iket pak?” Tanya Nayeon, sambil mencoba melepaskan ikatan di tangannya.

“Oh udah sadar?” Seungcheol berdiri dan mendekati Nayeon, ia mencengkram kuat rahang wanita itu.

“Masih tanya kenapa kamu saya iket?”

“Salah saya apa pak?”

“Masih tanya juga salah kamu? Kamu ini bodoh atau bagaimana sih? Saya cuma kasih kamu obat tidur, belum bikin kamu geger otak.”

Nayeon masih berusaha untuk melepaskan ikatan ditangannya.

“Nayeon.” Nayeon menatap wajah Seungcheol yang menatapnya dingin.

“Saya udah ingetin berapa kali sama kamu untuk tidak mengusik ketenangan hidup saya, apalagi suami saya. Saya tidak segan-segan buat perhitungan dengan orang-orang yang membuat suami saya menangis.”

Nayeon sudah menangis, ia merasakan sakit di rahang dan tangannya.

“Saya gak segan-segan hancurkan kamu sampai akarnya. Kamu punya 2 adik yang masih kecil-kecil, ayah kamu sudah tidak ada, ibu kamu hanya seorang ibu rumah tangga.”

“Jangan sentuh keluarga saya.”

“Saya gak boleh sentuh keluarga kamu, tapi kamu bikin suami saya menangis.”

“Kalo bapak ngelakuin apa yang saya lakuin, apa bedanya bapak sama saya?”

“Jelas beda, kamu bikin suami saya menangis dan saya bikin hidup kamu menderita. Beda kan?”

“Saya mohon sama bapak jangan sakitin ibu dan adik-adik saya. Bapak boleh sakitin saya aja.”

“Gak sepadan dong sama yang saya rasain? Saya juga pengen kamu sakit hati liat keluarga kamu menderita.”

Nayeon makin merasakan kalau cengkraman tangan Seungcheol makin mengerat, ia bahkan merasa kalau sebentar lagi jari-jari Seungcheol yang ada di wajahnya akan menembus pipinya.

“Maaf pak.”

“Brengsek, lo buang-buang waktu gue anjing. Harusnya sekarang gue udah di kamar sama suami gue, tapi gue malah ngurusin benalu kayak lo.”

Seungcheol menghempaskan wajah Nayeon dengan kuat, sampai Nayeon merasakan sakit di kepalanya. Lalu Seungcheol bangkit dan menuju Mingyu.

“Lo urusin deh Ming, gue muak banget. Main bersih aja.”

“Siap pak.”

Seungcheol mengambil suitnya dan langsung pergi dari kamar itu meninggalkan Nayeon dan Mingyu.

“Gue pikir lo ngerti apa yang gue bilang kemaren. Kalo kayak gini lo sama aja bikin kerjaan gue nambah.” Ucap Mingyu dingin.

Mingyu menampar wajah Nayeon sebanyak 4x sampai wanita itu hampir pingsan. Lalu Mingyu melepaskan ikatan di tangan Nayeon.

“Ini belum ada apa-apanya. Jangan sampe lo ngadu sama siapapun, kecuali kalo lo mau keluarga lo menderita.”

Lalu Mingyu pergi meninggalkan Nayeon yang menangis sambil memegangi pipinya yang terasa sangat perih. Mingyu itu laki-laki, dan tenaganya kuat. Lalu dengan langkah tertatih, Nayeon keluar dari kamar itu, untungnya ia membawa masker untuk melindungi wajahnya agar tidak terlihat oleh siapapun.