Jeonghan menutup kembali handphone Seungcheol, dan ternyata pesan yang Nayeon kirimkan dibaca langsung oleh Jeonghan karena Seungcheol sedang berada di toilet. Jeonghan menatap langit-langit kamar hotel tempatnya menginap, beberapa kali ia menghembuskan nafasnya.
Seungcheol keluar dari toilet dan mendapati Jeonghan sedang melamun.
“Kenapa?” Jeonghan menatap Seungcheol, bukannya menjawab Jeonghan langsung membelakangi Seungcheol. Seungcheol mengernyitkan keningnya, ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun.
Seungcheol mendekati Jeonghan, ia ikut merebahkan tubuhnya di samping Jeonghan lalu tangannya mengelus-elus perut datar Jeonghan.
“Sayang kenapa? Mas bikin salah ya?” Tanya Seungcheol sambil mengecupi rambut belakang Jeonghan
Tapi lagi-lagi Jeonghan enggan menjawab, ia malah menyembunyikan wajahnya di bantal, bahunya bergetar menandakan ia menangis.
“Loh sayang kok nangis? Kenapa? Mas bikin salah atau ada yang sakit?”
Tangis Jeonghan makin menjadi ketika ia merasakan Seungcheol makin mempererat pelukannya. Ingin sekali membalikkan tubuhnya dan memeluk erat Seungcheol tapi ia merasa kalau hatinya sedih sekali.
“Sayang?”
“Jangan ditinggalin Han, mas.” Seungcheol makin tidak mengerti apa maksud dari perkataan Jeonghan.
“Mas kan disini, gak akan ninggalin Han. Emang siapa yang bilang mas mau ninggalin Han?”
“Tadi Han buka chatnya mas, ada pesan dari Nayeon dia bilang klien mas ngajakin minum tapi cuma mas sama Nayeon aja, Nayeon bilang kalo bisa jangan ajak Han.” Jawab Jeonghan dengan sesegukan karena menangis.
Seungcheol buru-buru membuka handphonenya, dan benar saja ia mendapati pesan dari Nayeon. Ia akan mengutuk siapapun yang membuat suaminya menangis.
“Hey, mas gak akan ke sana kalo Han gak izinin.”
“Tapi itu klien mas, nanti mereka kecewa.”
“Gapapa, masih banyak yang mau kerjasama sama perusahaan mas. Yang penting Han gak sedih, ya?”
Jeonghan membalikkan tubuhnya dan langsung memeluk Seungcheol.
“Maafin Han udah lancang buka-buka handphone mas.”
“Sayang, mau kamu bales-balesin juga gapapa. Mas gak marah sama Han, Han boleh buka-buka handphone mas.”
Jeonghan mengusakkan wajahnya di dada Seungcheol.
“Mas boleh minum sama klien mas. Han tunggu disini aja.”
“Engga, Han harus ikut. Kalo Han gak ikut ya mas gak ke sana.”
“Tapi nanti Han ganggu mas?”
“Engga dong sayang, mana ada kelincinya singa ganggu.” Ucap Seungcheol sambil mengecup bibir Jeonghan dengan gemas, sesekali ia gigit kecil bibir itu.
“Han sebenernya mau tidur aja.”
“Yaudah ayo kita tidur aja.”
“Tapi mas harus setor muka.”
“Han mau nemenin mas gak? Sebentar aja, setor muka. Nanti di lanjut sama Mingyu aja.”
Jeonghan mengangguk.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
“Pak Chanyeol, maaf saya telat.” Seungcheol menjabat tangan Chanyeol.
“Waduh gapapa pak Seungcheol. Ini kita baru mau mulai.”
“Biasa pak, suami saya lagi mode manja jadinya mau nempel-nempel terus.” Keduanya tertawa, Jeonghan sendiri merasakan wajahnya bersemu.
“Suami saya juga begitu pak. Lagi hamil kah?”
Seungcheol mengangguk. “Hamil muda.”
“Wah ini sih harus nempel terus pak. Jauh dikit merajuk.”
Seungcheol merangkul pinggang Jeonghan. “Bukan lagi.”
Chanyeol tertawa melihat tingkah Jeonghan yang malu-malu, ia jadi ingat suaminya di rumah.
“Maaf nih tapi saya bawa suami saya, pak.”
“It's okay pak Seungcheol. Saya sama sekali tidak masalah kalau pak Seungcheol bawa suami. Kan kita niatnya hanya mempererat hubungan kerjasama kita, bukan untuk yang aneh-aneh.”
Seungcheol tersenyum miring ketika mendengar ucapan Chanyeol lalu menatap Nayeon yang daritadi menatapnya dengan tatapan takut.
“Oh gitu ya pak? Soalnya tadi sekretaris saya bilang kalau hanya boleh saya dan dia aja yang datang, jadi saya pikir bapak emang mau yang privacy.”
Chanyeol menyesap wine nya dan menggeleng. “No, saya tidak pernah berbicara seperti itu.”
Tapi sepertinya Chanyeol belum paham apa yang Seungcheol katakan, ia hanya menjawab secara apa adanya.
“Oke, berarti tidak masalah dong ya pak kalau suami saya disini.” Ucap Seungcheol sambil menekankan perkataannya.
“It's okay pak Seungcheol.”
Jeonghan melihat wajah Nayeon yang pucat pasi karena mungkin ia malu. Dan ketika Nayeon melihat ke arahnya, Jeonghan buru-buru mengecup rahang tegas Seungcheol. Tidak ada yang memperhatikan mereka, hanya Nayeon.
“Kenapa yang? Ngantuk?” Tanya Seungcheol berbisik tepat di telinga Jeonghan
Jeonghan menggeleng. “Pengen cium aja.”
“Biji mau di pesenin apa?”
“Lagi gak mau apa-apa mas. Mau di elus-elus aja sih, tapi nanti aja di kamar. Biar sambil tidur.”
Seungcheol menggigit pelan hidung Jeonghan. “Ntar kalo biji udah lahir, gantian mas yang di kelonin ya.”
“Engga bisa dong, paling engga nunggu biji masuk SMP deh.”
Seungcheol mengerucutkan bibirnya. “Lama.”
Jeonghan mengecup bibir Seungcheol dengan gemas. “Gemes banget sih.”
“Kamu tuh yang jangan gemes-gemes, pengen aku makan terus jadinya.”
“Emang kamu nya aja yang mesum.”
Keduanya saling bercanda, sesekali Seungcheol berbincang dengan Chanyeol tanpa melepaskan rangkulannya di pinggang Jeonghan.
Tapi yang mereka kurang sadari adalah, ada seseorang yang menatap tidak suka ke arah mereka.