thatausaha

Seokmin dan Jisoo memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak sebelum pulang.

“Berarti ibu gak pulang?”

“Engga, besok sore biasanya baru pulang. Soalnya dek Ichan ada temennya di sana jadi dia seneng.”

“Berarti aku boleh bobok sama kamu dong?”

Seokmin tertawa. “Boleh, kalo mau sempit-sempitan lagi.”

Jisoo memekik senang. Hampir 3 bulan Jisoo di sana, dan selama itu juga ia makin dekat dengan Seokmin. Jisoo bahkan tidak segan-segan melakukan skinship dengan Seokmin.

“Soo?”

“Ya?”

“Kamu kenal Jeonghan?”

Senyum di wajah Jisoo luntur ketika mendengar nama itu. Jisoo memang tidak berbicara apa alasan ia pergi ke Yogyakarta.

“Kamu tau Jeonghan darimana?”

“Aku nanya duluan kan.”

Jisoo melepaskan genggaman tangan Seokmin, ia duduk di bangku taman.

“Aku kenal Jeonghan. Dulu aku sama dia sahabat tapi sekarang engga.”

“Kenapa?”

“Dia selingkuh sama pacar aku Seok pada saat itu. Dengan alasan mereka di jodohin.”

Seokmin memandang jauh ke depan, ternyata yang Wonwoo bilang benar. Jeonghan yang sekarang bukan seperti Jeonghan yang ia kenal dulu.

“Kamu kok kenal Jeonghan?”

“Jeonghan mantan aku, dia ninggalin aku waktu itu karena aku belum ada penghasilan. Dia bilang orang tuanya udah nuntut dia untuk nikah terus. Ya jadi aku lepasin dia.”

“Terus dia pindah ke Jakarta?”

“Iya, awalnya aku gak percaya sama mas nu kalo dia liat Jeonghan tapi ternyata bener.”

“Kok Wonwoo gak cerita sama aku ya kalo dia kenal Jeonghan?”

“Mungkin mas masih kesel, sama yang dulu.”

“Terus sekarang kamu masih sayang sama dia?”

Seokmin menatap Jisoo. “Buat apa sayang sama orang yang gak sayang sama kita?”

“Kalo Jeonghan balik, kamu mau?”

“Aku sih lebih pilih Jisoo.”

“Seok aku serius.”

“Aku juga serius. Prinsip ku, gak ada alasan untuk balik sama mantan.”

Jisoo mengangguk. Kemudian ia menatap lurus ke depan.

“Soo?”

“Ya?”

“Mulai sama aku, yuk?”

Jisoo sampai di Yogyakarta dengan selamat. Yogyakarta adalah kota yang ia tuju untuk healing. Sambil menikmati suasana pagi hari di stasiun—ia juga menunggu jemputannya.

“Mas Jisoo?”

Jisoo menoleh dan mendapati seseorang laki-laki dengan senyum cerah seperti matahari. Jisoo terpana pandangan pertama

“Seokmin ya? Adiknya Wonwoo kan?”

Sosok itu tersenyum dan mengangguk. “Bener mas, saya Seokmin adiknya mas Wonwoo.”

“Jangan kaku ya Seok, santai aja.”

“Iya mas Jisoo, mari mas.” Ajak Seokmin, ia juga membawa koper yang Jisoo bawa. Mereka sampai di depan sebuah mobil yang tidak terlalu mahal.

“Maaf ya mas, mobilnya jelek.”

“Yang penting bisa jalan kan?”

“Bisa mas.”

“Yuk kapan?”

“Iya ini kita mau jalan mas.”

Tidak peka, bintang 1

Jisoo langsung masuk ke dalam mobil dan Seokmin sedang memasukkan koper Jisoo ke bagasi mobil.

“Jangan lupa seat beltnya, mas.” Jisoo memasang seat beltnya. Dan Seokmin melajukan mobilnya.

. . . . . . . . .

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam. Eh udah dateng tamunya. Masuk mas.” Ibu-ibu paruh baya yang di yakini Jisoo adalah ibu dari Seokmin.

“Iya Tante.”

“Panggil ibu aja.”

“Oh iya Bu.”

“Mas Seokmin, tolong bantu mas nya ke kamar juga ya.”

“Nggih bu.” Seokmin mengantar Jisoo ke kamar kosong yang sudah dibersihkan.

“Kamarnya ga luas kayak kamar mas Jisoo di Jakarta. Gak ada AC nya juga, kasurnya pun ga seempuk yang dulu. Di rumah kami cuma ada ini mas.”

“Gapapa Seokmin, gue malah untung banget lo dan keluarga mau nampung gue disini. Btw lo cuma berdua sama ibu?”

“Ada si bungsu mas, sedang sekolah.”

“Bokap lo?”

Seokmin tersenyum. “Bapak udah ndak ada, mas.”

“Oh, sorry Seok. Wonwoo gak pernah cerita ke gue.”

“Ndak apa-apa, mas nu emang jarang cerita tentang keluarganya.”

“Jadi Wonwoo tulang punggung keluarga ya, Seok?”

Seokmin mengangguk. “Bisa dibilang begitu.”

“Lo kerja?”

“Saya kerja di salah satu hotel dekat sini mas.”

“Bagian?”

“Dapur.”

“Oh lo chef?”

“Bisa dibilang begitu.”

“Tapi sorry, lo kerja di hotel Wonwoo kerja di perusahaan gede tapi kenapa ga pasang AC atau minimal ganti ranjang?”

“Mandatnya alm.bapak mas, bapak gak mau ada yang di ganti di rumah ini. Kalau masalah AC, disini dingin kalau malam jadinya tidak pasang.”

Jisoo mengangguk mengerti.

“Mas Jisoo udah makan?”

“Terakhir gue makan semalem sih.”

“Ya udah, mas istirahat dulu. Saya masakin, nanti kalo udah mateng biar saya bangunin. Gimana?”

“Duh, gue jadi ngerepotin terus nih.”

“Ndak apa-apa mas. Saya permisi dulu.”

Jisoo mengangguk, ia langsung merebahkan tubuhnya sambil bertukar pesan dengan Wonwoo.

. . . . . . . . .

Malam harinya.

Jisoo mengeratkan jaketnya. Seokmin benar, kalau malam hari dingin sekali.

“Mas Jisoo mau wedang ronde?”

“Eh ada ya Seok?”

“Ada mas, mau?”

“Boleh deh Seok, dingin banget ternyata.”

“Tapi musti naik motor dulu, gak jauh kok gak sampe 5 menit.”

Jisoo mengangguk. “Boleh.”

Seokmin mengeluarkan motornya, setelah berpamitan pada ibu nya ia dan Jisoo pergi ke salah satu warung wedang ronde satu-satunya di kampung itu.

“Pak, wedang ronde nya 2 ya.”

“Wih mas Seokmin bawa pacar.”

Seokmin tertawa. “koncone Mas nu, pak.”

“Oalah, wong Jakarta toh.”

“Nggih, pak.”

“Tak kirain, cocok soalnya.”

Seokmin tertawa. “Kasian dia pak kalo sama saya, nanti jadi memperburuk keturunan.”

“Oalah, mas Seokmin paling ganteng sekampung kok masih minder.”

“Bisa aja pak, saya di pojok ya pak.”

“Nggih mas.”

“Mas Jisoo ayo?”

Jisoo dan Seokmin duduk di pojok tempat itu. Di sana tidak ada kursi, hanya ada karpet.

“Ndak apa-apa toh mas duduk di karpet?”

“Yaelah, duduk di pinggir jalan juga gapapa.”

Beberapa menit kemudian pesanan mereka datang. Jisoo menyicipi wedang ronde itu.

“Wah enak banget, Seok.”

“Cocok kan buat yang dingin-dingin.”

Jisoo mengangguk, ia senang disini.

“Besok mau kemana mas?”

“Gue sih niatnya mau jalan-jalan aja. Tapi belum tau banget jalanan sini sih. Takut ilang.”

“Saya temani mau?”

Setelah keluar dari ruangan Seungcheol, Jisoo berjalan menuju ruang kerja anak buahnya.

“Mingyu, gue boleh minta tolong ambilin kerdus bekas yang masih layak buat barang-barang gue gak?”

“Lah, emang bapak mau kemana?”

“Ambilin dulu, nanti gue jelasin. Ambil 2/3 ya. Barang gue banyak.” Mingyu langsung bergegas, ia juga mengajak hansol untuk membantunya.

Di ruangan itu, semuanya menatap Jisoo penuh tanya. Bahkan Minghao yang notabenenya sekretarisnya saja tidak tau Jisoo akan kemana.

Beberapa menit kemudian Mingyu dan Hansol muncul dengan kerdus yang mereka bawa.

“Oke, jadi gue bakal ngasih pengumuman buat semuanya.”

Jisoo menarik nafasnya dan membuangnya perlahan. Ia sempat mendongakkan kepalanya sebentar untuk menahan air matanya.

“Hari ini, hari terakhir gue kerja disini. Hari terakhir jadi manager kalian.”

“Pak.....” Hao sempat memotong pembicaraan Jisoo. Jisoo memintanya untuk mendengarkannya terlebih dahulu.

“Gue ada masalah sama bos besar. Dan gue tau, ini sama sekali gak profesional di dunia kerja. Tapi masalah ini cukup bikin gue muak sama semuanya. Kecuali kalian.”

“Gue harap, dengan ada atau tidak adanya gue kalian tetap kerja yang bener. Jangan males-malesan. Jangan bikin bos besar marah dan jangan bikin kesalahan apapun. Gue tau kalian anak-anak baik, please jangan bikin nama gue jelek karena masalah apapun.”

Lalu Jisoo mempersilahkan mereka berbicara.

“Kenapa mendadak pak?”

“Masalah gue sama bos besar juga mendadak. Tadinya gue mau one month notice tapi karena satu dan lain hal gue harus percepat kepergian gue.”

“Pak, jangan tinggalin kita.” Ucap Seungkwan yang sepertinya sudah akan menangis.

“Sorry Kwan, ini udah keputusan gue. Maaf kalo gue terlalu mendadak.”

“Oke kalo ga ada yang mau di omongin lagi, balik kerja. Gue mau beberes. Wonwoo, ikut gue ya?” Wonwoo mengangguk. Ia mengikuti Jisoo menuju ruangan Jisoo.

Jisoo mulai memasukkan barang-barangnya dan tentu Wonwoo membantunya.

“Won?”

“Iya pak?”

“Kalo gue pergi, kemungkinan lo yang bakal naik.”

Gerakan tangan Wonwoo terhenti. “Apa saya pantes pak?”

“Pantes lah, lo andalan gue disini. Gue juga udah kasih rekomendasi ke atas biar elo yang naik. Bukan maksud gue ga percaya sama yang lain, tapi elo yang udah lama kerja sama gue. Lo ikutin cara kerja gue dimana Seungcheol suka itu.”

“Pak maaf, tapi apa boleh saya tau apa yang menyebabkan bapak keluar tiba-tiba gini?”

Jisoo tersenyum. “Seungcheol selingkuh sama Jeonghan. Mereka ngakunya karena di jodohin. Gue sih ga munafik ya won, gue ga bisa liat orang yang gue sayang malah sama orang lain.”

“Maaf pak, saya bikin bapak sedih.”

“Gapapa, tapi cukup elo aja yang tau. Jun juga kalo bisa jangan tau ya, kalo lo keceplosan ya gapapa cuma sebisa mungkin jangan ada yang tau.”

“Saya pasti bakal simpan rahasia ini pak.”

Jisoo tertawa. “Kaku banget. Santai aja lah. Gue udah bukan atasan lo.”

“Bapak tetap panutan saya.”

“Hahaha ngaco. Bantuin gue cari taksi bisa won?”

Wonwoo mengangguk. “Saya pesan dulu pak.”

Saat sedang mengemasi barang-barangnya, pintu ruangan Jisoo terbuka dan ada Seungcheol di sana.

“Soo, kamu gak bisa pergi gitu aja. Tolong kasih aku satu kesempatan.”

“Basi, madingnya udah siap terbit.” Jawab Jisoo tanpa menoleh.

“Soo, please.”

“Pak, nama saya Joshua.”

Wonwoo yang merasa ada ditengah-tengah prahara dia ijin untuk keluar, dengan alasan kalau taksi yang ia pesan sudah sampai—padahal belom.

Saat Wonwoo keluar, tinggallah Seungcheol dan Jisoo.

“Aku bakal bilang sama mama papa. Kalo aku bakal nikahin kamu.”

Jisoo menghentikan kegiatannya. “Seungcheol, elo ga bisa seenaknya gini dong. Lo permainin perasaan gue sama Jeonghan. Lo ga tegas banget jadi cowok.”

“Udah, mendingan elo sama Jeonghan aja. Gak usah lo pikirin gue. Emang waktu lo make out sama Jeonghan lo inget gue?”

“Jisoo, aku mohon.”

Brakkkkk

Jisoo membanting map besar di hadapannya.

“Udah berapa kali gue bilang, nama gue Joshua. Joshua Hong.”

Sebelum Seungcheol bersuara kembali, Wonwoo sudah di sana.

“Pak Jisoo, taksinya udah sampai.”

Jisoo mengangguk. “Bantuin gue bawa ke sana won.”

Wonwoo langsung membawa 2 kerdus sekaligus, dan langsung pergi. Sebelum beranjak Jisoo berhenti di depan Seungcheol.

“Semua yang lo kasih, gue kembaliin. Makasih buat 5 tahunnya Seungcheol. Makasih buat memory jelek yang elo kasih ke gue. Semoga elo bahagia dengan pilihan lo sekarang. Gue pamit.”

Dan yang Seungcheol tidak tau adalah itu hari terakhir ia melihat Jisoo.

Jisoo berjalan dengan senyum mengembang. Menyapa kembali orang yang menyapanya. Berjalan menuju ruangannya. Jisoo adalah manager keuangan di Choi corp—perusahaan milik Seungcheol.

“Pak Jisoo, mau teh atau kopi?” Tanya Minghao—sekretarisnya.

“Jus mangga bisa gak Hao?”

“Pagi-pagi gini?”

Jisoo mengangguk. “Seger kayaknya.”

“Okay saya tanyain ob dulu kalo ga ada saya pesenin di kantin ya pak.”

“Thank you, Hao.”

Jisoo membuka berkas-berkas yang ada di mejanya. Dan beberapa menit kemudian Hao datang dengan segelas jus mangga pesanan Jisoo.

“Jus mangga nya, pak.”

“Thank you, Hao.”

“Saya permisi.”

“Eh Hao, nyong ada di ruangannya gak ya?”

“Ada kok pak, tadi saya ketemu pak Soonyoung.”

“Okey, bilangin sama Jihoon buat nahan tuh anak. Saya mau ketemu.”

“Noted pak. Saya permisi.” Jisoo mengangguk. Ia menyesap jus mangga nya. Lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.

. . . . . . . . .

Jisoo berjalan menuju ruangan Soonyoung. Soonyoung adalah kepala HRD di perusahaan itu.

“Ji, nyong ada?”

“Ada pak, aman.”

Jisoo tertawa. “Jangan galak-galak sama pacar.”

“Dih, saya ga pacaran sama pak Soonyoung.”

“Percaya deh.” Ucap Jisoo

“Dih nyebelin.” Jisoo tertawa

Jisoo mengetuk pintu ruang Soonyoung, sampai terdengar suara intrupsi dari Soonyoung yang memperbolehkannya masuk.

“Nyongie.”

“Eh mas Jisoo. Ada apa nih? Butuh sesuatu atau lagi kangen nyongie?”

“Gue belum mau di gorok Jihoon.” Soonyoung tertawa.

“Kenapa mas?”

Jisoo menyerahkan map coklat tipis pada Soonyoung.

“Ini apaan?”

“Buka aja.”

Soonyoung membuka map itu. Membaca isinya dan terkejut.

“Mas, ini....” Ucapan Soonyoung terhenti, karena Jisoo mengangguk.

“Mas, jangan gila lah.”

“Gue bikin ini dengan sadar 100% kok nyong.”

“Kenapa?”

“Nanti juga lo tau. Titip ya, pastiin bapak tanda tangan. Gue one month notice kok.”

“Ah lo yang bener aja mas.”

“Bener kok gue. Dah ah gue mau balik kerja, nanti di omelin lagi.”

“Mana berani bapak ngomelin lo. Ini bapak udah tau?”

Jisoo mengangkat bahunya dan berjalan menuju pintu keluar. “Bye nyong. Gue nitip itu loh, awas aja kalo sampe bapak gak tanda tangan. Gue tandain lo.”

. . . . . . . .

Pintu ruangan Jisoo diketuk, dan ia mempersilakan orang itu masuk.

“Pak, kata ko Jun bapak di panggil pak Seungcheol.” Ucap Hao

Tidak ambil pusing, Jisoo langsung bergegas menuju ruangan bos besar. Di depan ia bertemu Jun.

“Mas, di dalem ada mas Jeonghan juga. Ada apaan sih?”

Jisoo tersenyum, ia menepuk-nepuk pundak Jun. “Nanti juga lo tau.”

Jisoo mengetuk pintu dan di persilahkan masuk oleh Seungcheol.

Di dalam ada Jeonghan yang duduk di sofa dengan menundukkan kepalanya. Mungkin ia malu.

“Ada apa ya pak?”

“Soo...”

“Ada kesalahan di kinerja saya?”

“Jisoo, please.”

“Kalo ga ada saya permisi.” Jisoo membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju pintu keluar.

“JISOO.”

Jisoo memejamkan matanya, mengepalkan tangannya untuk menahan emosinya. Suara Seungcheol kencang, bahkan Jun bisa mendengarnya.

Jisoo membalikkan lagi tubuhnya menatap Seungcheol dengan senyum manisnya.

“Ada yang bisa saya bantu, pak?”

“Soo, ayo kita omongin dulu.”

“Joshua, pak.”

“Soo...”

“Jo-shua.” Ucap Jisoo penuh penekanan.

“Oke Joshua. Aku sama Jeonghan mau jelasin semuanya.”

“Jelasin apa pak? Emangnya bapak ngelakuin apa ke saya?”

“Aku sama Jeonghan dijodohin. Orang tua aku dan Jeonghan sudah bersahabat dari dulu. Dan perjodohan ini juga ada sejak dulu. Aku minta maaf, Soo—.”

“—Joshua.”

“Okay Joshua.”

“Harusnya sih bapak dan calon bapak ini gak usah capek-capek ngejelasin ke saya. Karena semuanya gak penting buat saya.”

“Soo, maafin gue.” Kali ini Jeonghan berbicara.

“Joshua. Nama gue Joshua. Joshua Hong. Kalo lo lupa.”

“Maafin gue.” Jeonghan bahkan sudah berlutut di hadapan Jisoo. Tapi Jisoo malah pergi dari situ, dia pergi ke ujung ruangan.

“Pak Seungcheol, inget ga dulu waktu bapak lagi terpuruk siapa yang ada di samping bapak? Saya.”

“Inget ga dulu, pas bapak belum punya apa-apa. Siapa yang gak ninggalin bapak? Saya.”

“Waktu bapak nyari-nyari kerjaan bahkan sampe nyari-nyari klien buat tanam saham disini siapa yang bantuin? Saya.”

“Dan elo Jeonghan. Siapa yang bantuin lo masuk sini tanpa halangan apapun? Gue.”

“Yang bantuin bayarin biaya berobat ayah lo itu siapa? Gue.”

“Yang nemenin lo di saat orang lain gak mau nemenin lo siapa? Gue.”

“Dan sekarang ini balasan kalian berdua ke gue? Ini yang gue dapet setelah gue ngorbanin segala hal?”

Jeonghan dan Seungcheol hanya diam.

“Oke, kalo kalian di jodohin. Tapikan kalian bisa bilang kalo ada 'gue' di antara kalian. Lo bisa bilang sama ayah mama lo kalo ada 'gue' sebagai pacarnya Seungcheol. Dan bapak juga bisa bilang ke mama papa nya bapak kalo ada 'saya' pacar bapak—.”

“—tapi apa? Kalian emang gak mau susah payah nolak. Kalian emang gak mau yang namanya perjuangin gue. Iya kan? Gak usah berlindung dibawah kata-kata perjodohan. Ini emang kalian nya aja yang sama-sama mau.” Ucap Jisoo sambil menekankan kata 'gue' dan 'saya' pada keduanya.

Jisoo jengah dengan keduanya yang sama sekali tidak melakukan pembelaan.

“Tadinya ya, saya mau one month notice. Tapi saya berubah pikiran. Hari ini, hari terakhir saya di kantor ini. Terima kasih, saya permisi pak Seungcheol dan calon suami.” Ucap Jisoo.

Jisoo menuju Jeonghan yang menatapnya takut.

“Selamat atas perjodohannya, semoga hidup lo bahagia—.”

“—setelah elo ngerusakin hidup seseorang.”

Jisoo berjalan dengan riang menuju unit apartemen milik kekasihnya—Seungcheol. Hari ini adalah hari ulang tahun Seungcheol, Jisoo berniat untuk memberi kejutan untuknya.

Jisoo menekan pin apartemen Seungcheol, dan masuk ke dalam. Jisoo tau kalau Seungcheol belum ada di sana, jadi dengan cepat ia menyiapkan semuanya.

“Kue udah siap, Cheol pasti suka.”

. . . . . . . . .

2 jam kemudian Jisoo mendengar suara tombol pin apartemen dipencet. Jisoo mengambil posisi duduk di sofa dengan kue yang ia letakkan di meja depan sofa.

Tapi.......

Seungcheol tidak sendiri. Ada seseorang yang datang bersamanya. Jisoo melihat dengan mata kepalanya sendiri, Seungcheol bercumbu dengan seseorang itu.

Jisoo berjalan menuju saklar lampu, dan mengkliknya. Lampu menyala. Ia melihat Seungcheol dengan Jeonghan—sahabatnya. Jisoo melihat keduanya terkejut dengan kehadirannya.

“Soo?” Panggil Seungcheol lirih. Ia berjalan menuju Jisoo, tapi Jisoo menggeleng meminta agar Seungcheol tidak mendekat. Jisoo berjalan mengambil kue yang tadi ia siapkan. Ia arahkan ke arah Seungcheol.

“Happy birthday, Cheol.”

Jisoo menyerahkan kue itu pada Seungcheol dan Seungcheol menerimanya. Dengan cepat Jisoo mengambil tas nya dan berjalan menuju pintu. Seungcheol menahannya.

“Tolong dengerin aku dulu.”

Jisoo menepisnya. Ia menoleh ke arah Jeonghan yang menunduk. Dan kemudian ia menatap Seungcheol.

“Kita putus—.”

“—kita juga Han.”

Jisoo melihat Jeonghan menatapnya.

“Anggap aja kita semua ga saling kenal. Lupain aja semuanya. Gue juga bakal lupain semuanya.”

“Jis—.”

“Joshua.” Jisoo dengan cepat meralat ucapan Seungcheol.

“Panggil gue, Joshua.”

Joshua—nama yang selalu Jisoo sebutkan pada orang asing yang berkenalan dengannya.

Setelahnya, Jisoo pergi meninggalkan Seungcheol yang mencoba mengejarnya.

Seungcheol dan Jisoo sampai di rumah Jeonghan, keduanya memutuskan untuk menyelesaikan masalah mereka.

“Kamu kenapa yang?” Tanya Seungcheol karena daritadi Jisoo hanya diam.

Jisoo menggeleng. “Gapapa, capek aja mungkin.”

Seungcheol langsung memeluk Jisoo. “Jangan takut. Ada aku.”

Lagi-lagi Jisoo hanya diam, tapi pelukannya mengerat. Ada keresahan yang ia rasakan.

Beberapa menit kemudian Jeonghan keluar dari kamarnya bersama Jihoon. Ia melihat Jisoo dan Seungcheol yang sedang berpelukan.

“Han?” Jisoo yang terlebih dahulu sadar akan kehadiran Jeonghan.

Saat akan mendekat, Jeonghan menjauh. Jisoo dan Seungcheol terdiam di tempatnya.

“Han, kenapa jadi gini? Aku sama Jisoo salah apa sama kamu?”

Jeonghan menggeleng. “Bukan kalian yang salah, tapi aku.”

“Harusnya aku gak iyain ajakan kamu dulu Cheol.”

“Ajakan apa?”

“Pacaran sama kalian.”

Jisoo sudah tidak bisa lagi mendengarnya, ia mendudukkan dirinya di sofa—tubuhnya lemas.

“Han, kamu nyesel pacaran sama aku dan Jisoo?”

Jeonghan menangis. Dadanya sakit ketika melihat Jisoo menangis dan Seungcheol yang sepertinya sudah seperti orang linglung.

“Aku mau putus, Cheol.”

“Han?”

“Aku selingkuh—.”

Jeonghan menarik nafasnya dan membuangnya perlahan.

“—sama Soonyoung.”

Seungcheol dan Jisoo terperangah.

“Soonyoung? Adik tingkat kita Han?” Tanya Seungcheol

Jeonghan mengangguk. Ia tidak mau menatap Seungcheol ataupun Jisoo.

“Kita gak bisa gini terus Cheol Soo.”

“Gini gimana sih Han?”

“Ya gini, bertiga. Setiap hubungan cuma 2 orang. Bukan 3 kayak kita—.”

“—hubungan kita ga sehat.”

Jisoo bangkit dari duduknya. “Han, please.”

“Kamu anak tunggal Soo, papi mami pasti mau kamu nikah dan punya anak. Dan kamu Cheol, kamu anak sulung bunda sama ayah juga pasti mau cucu dari kamu.”

“Terus papa mama engga?”

“Aku bisa atasin masalah itu. Kamu gak usah mikirin aku.”

“Terus maksud kamu, aku gak bisa atasin semuanya? Gitu Han?”

Jeonghan menggeleng. “Gak gitu maksud aku, Cheol.”

“Terus apa? Gimana maksud kamu?”

Suasana hening sejenak. Jisoo yang daritadi hanya menangis kini muak dengan semuanya.

“Jihoon bener Cheol, kamu harus pilih aku atau Jeonghan.”

Jisoo melihat percakapan Jihoon dan Seungcheol

“Soo....”

“Dan Jeonghan bener, kita ga bisa ber-3 terus.”

Seungcheol menatap Jisoo tidak percaya. Kenapa tiba-tiba Jisoo jadi berbalik mendukung Jeonghan. Menyelesaikannya hubungan mereka

Seungcheol mengacak-acak rambutnya. Hatinya sakit sekali ketika ia tidak di hargai oleh keduanya.

“Terus kalian maunya gimana? Kita putus? Gitu?”

Tapi Jisoo dan Jeonghan tidak ada yang menjawab.

“Kalian minta aku untuk gak tinggalin kalian tapi nyatanya malah kalian yang ninggalin aku.” Ucap Seungcheol sambil tertawa getir.

“Oke kalo itu mau kalian. Hubungan harus dilakukan 2 orang—.”

“—aku yang mundur.”

Seungcheol mengambil kopernya dan langsung meninggalkan rumah Jeonghan. Menulikan pendengarannya ketika Jisoo dan Jeonghan memanggil-manggil namanya.

Jihoon sampai di depan rumah Jeonghan, dengan membawa makanan dan minuman untuk Jeonghan.

“Sepi banget sih, mama ga ada ya?” Ucapnya pada dirinya sendiri.

Tiba-tiba ada seseorang yang turun dari atas motor dan berjalan juga ke arah rumah Jeonghan.

“Adek, kok sendirian? Mamanya mana?”

Jihoon celingak-celinguk melihat sekitarnya. Gak ada anak kecil

“Om, ngomong sama saya?”

Om?

“Masa keren gini di panggil om? Abang dong.” Ucap orang itu

“Oh, Abang gofud ya?”

Abang gofud

“Bukan Adek, Abang Soonyoung.”

“Iya, Abang Soonyoung itu Abang gofud kan?”

Jihoon melihat orang itu seperti kesal tapi di tahan.

“Bukan. Gue temennya kak Han, nama gue Soonyoung.”

“Oh, kak Han temenan sama abang-abang gofud.”

Orang di depan Jihoon itu mengepalkan tangannya kesal. Untung lucu

“Adek ngapain disini? Mamanya mana?”

“Mama? Di rumah.”

“Kok kesini sendirian? Gak takut ilang?”

“Hah? Ya engga kan aku udah gede. Udah bisa baca maps.”

“Emang umur berapa dah lu?”

“23.”

“Lah, kirain dibawah 20.” Gemes banget

“Kak Han pesen gofud?”

Belum sempat menjawab, satpam rumah Jeonghan keluar.

“Loh, mas Jihoon kok gak langsung masuk?”

“Pak Umar, ini ada abang-abang gofud. Udah dibayar kan bang? Atau belum?”

Pak Umar tertawa. “Mas Jihoon, ini bukan Abang gofud. Ini mas Soonyoung temennya mas Jeonghan.”

Jihoon membulatkan mulutnya. “Tadi bilangnya Abang. Aku kira Abang gofud.”

“Maksudnya elo panggil gue Abang.” Ucap Soonyoung kesal. Tapi Jihoon hanya mengangguk. Lalu atensinya kembali pada pak Umar.

“Kak Han ada pak?”

“Ada mas, kata ibu belum keluar kamar daritadi. Belum makan juga.”

“Aku masuk ya pak? Oh ya, ini ada titipan mas Cheol buat pak Umar. Buat nemenin ngopi.” Jihoon memberikan sekotak pizza pada pak Umar.

“Waduh, tolong bilangin makasih buat mas Seungcheol ya mas Jihoon.”

“Siap pak Umar. Jihoon masuk dulu.”

Jihoon masuk ke dalam rumah Jeonghan. Sedangkan Soonyoung mendekati pak Umar.

“Siapa pak?”

“Mas Jihoon, adeknya mas Seungcheol.”

Setelah mengetahui itu, Soonyoung langsung pamit pulang.

“Gak jadi masuk mas?”

“Tiba-tiba ada kerjaan pak. Duluan ya.” Pak Umar hanya mengangguk.

. . . . . . . . .

Jihoon masuk dan mendapati Jeonghan sedang ada di meja makan. Jeonghan juga terkejut ketika melihat Jihoon.

“Ji, kok disini?”

“Emangnya aku gak boleh kesini?”

“Bukan gitu, kamu kan masih di Bandung.”

“Kakak sih gak pernah chat aku, jadi gak tau deh kalo aku udah ga di Bandung.” Jawab Jihoon sambil mengerucutkan bibirnya.

Jeonghan tertawa, ia merentangkan kedua tangannya meminta Jihoon memeluknya. Dengan senang hati Jihoon masuk ke pelukan Jeonghan. Jeonghan dan Jisoo sudah menganggap Jihoon seperti adik mereka sendiri. Jihoon pun senang kalau punya kakak ipar 2.

“Kangen banget sama adik kecilku.” Ucap Jeonghan sambil menggoyangkan tubuh keduanya ke kanan dan ke kiri.

“Kak Han sehat?” Tanya Jihoon, ia mendongak menatap Jeonghan.

Jeonghan mengangguk. “Sehat dong.”

“Kok matanya sembab? Abis nangis ya? Berantem sama mas Cheol, kak Jisoo?”

Jeonghan terdiam sejenak dan menggeleng. “Kakak abis nonton drakor. Terus ada adegan sedihnya. Jadi ikutan nangis.”

Jeonghan berbohong, dan Jihoon tau itu

Jihoon melepaskan pelukannya. “Aku bawa pizza, yuk lanjutin nonton drakor yang kakak tonton.”

Skakmat

“Laptopnya udah dimatiin.” Ucap Jeonghan gugup.

“Kan bisa dinyalain lagi.”

Tapi Jeonghan diam. Dia bahkan tidak tau apa drakor yang benar-benar bisa membuatnya menangis.

“Kak Han lagi bohong ya sama ji?”

Seungcheol, Jeonghan dan Jisoo adalah sahabat sejak kuliah. Mereka bertiga kemana-mana selalu bertiga. Dan Seungcheol adalah satu-satunya yang straight di antara mereka. Sedangkan Jisoo dan Jeonghan mempunyai perasaan pada laki-laki yg lebih tua dari mereka beberapa bulan itu.

Kisahnya dimulai dari sini.

Jisoo memasukkan password apartemen Seungcheol—karena Seungcheol memang memberitahu mereka. Jisoo berpikir tidak ada orang di sana, ia masuk dan memakai sendal rumahnya lalu menuju dapur untuk mengambil minum.

Saat sedang minum, ia mendengar suara desahan dari kamar Seungcheol. Dengan takut-takut ia berjalan menuju kamar Seungcheol. Sedikit membuka pintu, ia melihat ada seorang wanita yang duduk di atas tubuh Seungcheol. Memberikan Seungcheol kenikmatan—karena Seungcheol beberapa kali mendesah. Dan wanita itu adalah wanita yang Seungcheol bawa dari sebuah klub malam.

Jisoo menutup pintu perlahan, memegangi dadanya yang sesak. Dan berjalan ke kamar lain yang biasa ia tempati kalau sedang menginap.

2 jam kemudian suara dari kamar Seungcheol sudah tidak terdengar lagi. Jisoo memutuskan untuk keluar kamar dan tepat Jisoo keluar, Seungcheol dan wanita itu keluar juga dari kamar.

“Eh Soo udah daritadi?”

Jisoo mengangguk. “2 jam yang lalu.”

Seungcheol terkejut karena itu dia baru mulai melakukan seks dengan wanita bayaran itu.

“Sorry tadi gue ganggu lo pasti.”

“Emang.” Jisoo langsung masuk kembali ke kamarnya. Ia bahkan mengunci pintu itu—agar Seungcheol tidak masuk.

-malam harinya-

Seungcheol beberapa kali mencoba memanggil Jisoo tapi Jisoo tidak kunjung keluar dari kamarnya. Akhirnya Seungcheol mengalah, ia tidak lagi mengganggu Jisoo. Ia masuk ke kamarnya untuk tidur.

Beberapa menit memejamkan matanya, Seungcheol merasa ada sesuatu di selangkangannya yang tertutup selimut. Dengan cepat ia membuka, dan ternyata ada Jisoo sedang mengulum kejantanannya.

“Soo.” Pekik Seungcheol

Jisoo hanya menoleh sebentar dan kembali melanjutkan apa yang tadi ia lakukan.

“Soo, ahh lo yang bener aja dong.” Ucapan Seungcheol agak sedikit mendesah karena Jisoo menghisap kejantanannya.

“Soo.” Seungcheol mencoba mendorong Jisoo agar menjauh tapi tidak bisa karena jujur saja tubuhnya lemas karena hisapan Jisoo

“Diem, nikmatin aja apa yang gue kasih.” Setelah berbicara seperti itu, Jisoo kembali mengulum kejantanan Seungcheol.

Di kulum, di jilat, di hisap dan sedikit di gigit itu yang Seungcheol lihat. Seungcheol bahkan sudah terlena dengan permainan Jisoo, ia sedikit menekankan kepala Jisoo agar terus melahap kejantanannya.

“Soo ah—fuck mulut lo enak banget.” Ucap Seungcheol. Jisoo berteriak girang dalam hatinya.

Jisoo kembali mengulum kejantanan Seungcheol. Sampai ia merasakan kejantanan Seungcheol membesar di mulutnya.

“Ahh fuck, Soo jangan ditelen—ahh anjing.” Seungcheol keluar di dalam mulut Jisoo.

Setelah melepaskan kejantanan Seungcheol dari mulutnya, Jisoo bergerak naik ke atas—yang menyebabkan Seungcheol merebahkan tubuhnya.

“Gimana, enak?”

Seungcheol mengangguk.

“Enakkan mana sama jalang yang tadi elo bayar?”

Seungcheol tidak menjawab.

“Gue bahkan bisa kasih yang lebih enak daripada yang jalang lo kasih. want to try?

Lagi-lagi Seungcheol tidak menjawab, tapi Jisoo tetap bergerak. Dan malam itu, untuk pertama kalinya Seungcheol merasakan kenikmatan yang luar biasa.

. . . . . . . . .

Jeonghan masuk ke dalam apartemen Seungcheol dengan membawa beberapa bahan makanan yang akan ia masak di dapur Seungcheol.

“Eh, udah bangun.” Jeonghan melihat Seungcheol sedang meminum air putih di dapur.

“Bawa apaan?”

“Bahan makanan. Ada Jisoo ya ?”

Seungcheol mengangguk. Tapi ia tidak bilang apa yang dia dan Jisoo lakukan semalam. Dan tapi juga Jeonghan mengendusi tubuhnya.

“Ngapain sih lo?”

“Lo abis ngewe ya? Sama Jisoo?”

Uhuk

Seungcheol tersedak. Gimana bisa Jeonghan tau?

“Badan lo bau peju.” Ucap Jeonghan menjawab pertanyaan dalam kepala Seungcheol.

Jeonghan kembali melanjutkan memasaknya.

“Han, elo sama Jisoo pernah.....” Ucapan Seungcheol menggantung tapi Jeonghan tau kemana arah pertanyaannya.

Jeonghan mengangguk. “Kalo lagi pengen.”

Jujur saja Seungcheol terkejut. Ia tau orientasi seksual kedua sahabatnya itu.

“Biasanya kalo lagi pengen, awalnya dari apa?”

Ctak

Jeonghan memotong cabai dengan keras.

“Ya kalo lagi pengen.”

“Cuma kalo pengen? Gak ada karena apa atau siapa gitu?”

“Elo.”

“Hah?”

“Gue sama Jisoo ngewe karena elo Cheol. Kalo elo dengan seenaknya jalan mondar-mandir di depan kita ntah gak pake baju atau cuma pake handuk. Itu yang buat kita terangsang. Karena gak bisa ke elo ya kita saling bantu.”

Speechless itu yang Seungcheol rasakan. Bisa-bisanya dia jadi objek porno kedua sahabatnya.

“Udah gila.” Seungcheol memijat keningnya. Ia merasakan ada sesuatu yang menimpa kepalanya.

Jeonghan mengangkat bahunya dan melanjutkan kegiatan memasaknya.

“Tapi gue straight, Han.”

“Tapi elo ngewe semalem sama Jisoo.” Jawab Jeonghan enteng

Seungcheol tidak lagi menjawab.

“Jadi elo seme atau uke?”

“Hah?”

“Pihak atas atau bawah?”

“Ataslah.” Jawab Seungcheol cepat.

Jeonghan mengangguk mengerti. “Elo emang harusnya menggagahi bukan digagahi.”

. . . . . . . . . .

Seminggu setelah kejadian itu, Seungcheol menghindar dari Jisoo dan Jeonghan. Dan itu cukup membuatnya tersiksa, karena jujur saja ia tidak mudah akrab dengan orang lain.

Dan hari ini, ia memutuskan untuk menemui kedua sahabatnya itu.

Ting tong ting tong

Cklekkkk

Jeonghan di sana.

“Oh Cheol? Kenapa?”

“Gue boleh masuk?”

Jeonghan mengernyitkan keningnya. Seungcheol sebenarnya tinggal masuk saja, karena ia sama saja dengan mereka. Tau password apartemen Jisoo dan Jeonghan. Yup, Jisoo dan Jeonghan memutuskan untuk tinggal bersama.

Seungcheol masuk, ia kemudian duduk di sofa apartemen itu.

“Jisoo kemana?”

“Oh si Jisoo lagi balik ke LA.”

“Kok dia gak bilang sama gue?”

Jeonghan berjalan ke kulkas dan mengambil 2 kaleng cola. Yang satu ia berikan ke Seungcheol.

“Elo ngindarin kita kalo lo lupa.” Ucap Jeonghan dan langsung menenggak colanya.

Seungcheol menggaruk tengkuknya. “Sorry, Han.”

“Santai aja. Kaget lo pasti.”

Hening

“Em, Jisoo balik kapan Han?”

“Masih seminggu lagi. Dua Minggu dia di sana.”

Seungcheol mengangguk, dan lagi-lagi menggaruk tengkuknya.

“Em, Han?”

Jeonghan menatap Seungcheol. Kenapa sih dia?

“Elo atas atau bawah?”

“Hah?”

“Kalo sama Jisoo, atas atau bawah?”

Oh, Jeonghan paham

“Bawah. Kenapa?”

Seungcheol meremas jarinya. Ia gugup.

“E-elo lagi pengen ngewe gak—”

Hah?

“—Kalo iya, yuk sama gue?”

. . . . . . . . . .

Setelah itu, hubungan mereka bertiga semakin dekat. Bahkan Seungcheol cemburu kalau Jisoo hanya dengan Jeonghan tanpa mengajaknya.

“Han, Soo?”

Jeonghan dan Jisoo menatap Seungcheol.

“Pacaran yuk?”

“Hah?”

Seungcheol, Jeonghan, Jisoo dan beberapa karyawan kantor Seungcheol sudah mendarat dengan selamat di Bali. Mereka langsung bergegas menuju hotel tempat mereka akan menginap.

Seungcheol, Jeonghan, Jisoo berada di satu kamar yang sama. Itu selalu mereka lakukan ketika sedang berlibur bersama.

“Hahhhhhhhh.” Jeonghan merebahkan tubuhnya di atas ranjang kamar mereka.

“Ganti baju dulu Han.” Ucap Jisoo

“Gantiin dong Soo.”

“Jeonghan kalo udah nempel di kasur udah susah di pisahkan.” Ucap Seungcheol. Ia menerima baju yang di berikan oleh Jisoo. Langsung menggantinya di situ—Jisoo hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan kekasihnya itu.

Lalu ia bergerak ke arah Jeonghan, membuka sepatu yang Jeonghan kenakan. Dengan telaten ia melepaskan sepatu dan baju yang melekat pada tubuh Jeonghan. Saat akan melepaskan celana Jeonghan, dengan iseng Jisoo meraba bagian bawah Jeonghan dan itu membuat Jeonghan memekik.

“Soo ih.” Jisoo terkekeh, dan melanjutkan gerak tangannya.

“Mau makan di kamar atau dibawah yang?” Tanya Seungcheol

“Di kamar aja Cheol, aku capek.” Jawab Jeonghan, Seungcheol mengangguk dan langsung memanggil room servis memesankan makanan untuk pacar-pacarnya.

“Kamu mulai kerja kapan, Cheol?”

“Nanti malem aku ketemu klien, makan malem. Aku udah reservasi buat kalian juga.”

“Siaga banget sih pacar aku.” Ucap Jeonghan, ia memberikan kecupan di pipi Seungcheol.

“Ke lapangannya?”

“Besok, dari pagi sampe sore. Besok bangunin aku jam 6 bisa yang?” Tanya Seungcheol pada Jisoo

Jisoo mengangguk. “Seharian banget ya?”

“Iya Soo, waktu ketemu kalian juga paling cuma bisa malemnya aja kalo mau tidur.”

“Sedih.” Ucap Jeonghan

“Demi kalian bisa jajan.”

“Besok aku sama Han jalan-jalan gapapa?”

“Ya gapapa yang, kan kesini mau liburan bukan nungguin aku kerja. Asal akunya di kabarin.”

“Oke bos, aku mau bikin list besok mau kemana aja.” Ucap Jeonghan, lalu ia fokus pada handphonenya.

Seungcheol menarik tangan Jisoo untuk duduk di pangkuannya. Mengecupi bibir Jisoo—sebelum meraupnya rakus. Jeonghan tidak terganggu sama sekali oleh kegiatan kedua kekasihnya.

. . . . . . . . . .

Hari terakhir mereka di Bali.

Seungcheol merenggangkan otot lehernya. Pekerjaannya cukup membuatnya lelah dan untungnya hari ini adalah hari terakhir—ia tidak kembali ke kamar terlalu larut.

Setelah menempelkan kartu akses kamarnya Seungcheol langsung bergegas masuk. Kamarnya gelap sekali. Mungkin kedua kekasihnya itu sudah tidur. Lalu ia menyalakan lampu. Dan begitu terkejut ketika melihat kedua kekasihnya sudah memakai lingerie dan tersenyum menggoda ke arah Seungcheol.

“Sayang?”

“Welcome home, sayang.” Ucap Jisoo. Ia bergerak mendekati Seungcheol, meraih tas kerja Seungcheol dan menaruhnya di sembarang tempat. Lalu ia mengajak Seungcheol untuk duduk di atas ranjang. Setelahnya, Jeonghan ikut mendekat.

“You did well, honey.” Ucap Jisoo tepat di telinga Seungcheol.

Jeonghan membuka seluruh pakaian Seungcheol, lalu ia merebahkan tubuh Seungcheol di atas ranjang.

“Reward buat aku?” Tanya Seungcheol

“Anggep aja begitu.” Jawab Jeonghan.

Jisoo mengajak Seungcheol untuk beradu lidah, sedangkan Jeonghan ia mengecupi leher dan dada Seungcheol.

Jisoo mengarahkan tangannya ke puting Seungcheol dengan lidah yang masih beradu dengan Seungcheol, dan Jeonghan mengemut sebelah putingnya sambil mengelus-elus bagian bawah Seungcheol.

“Ehm—.” Lenguh Seungcheol ketika kedua kekasihnya itu memberikannya kenikmatan yang luar biasa.

Seungcheol menarik kepalanya untuk melepaskan ciumannya dengan Jisoo, ia menarik tubuh Jisoo agar ia bisa memasukkan puting Jisoo ke mulutnya. Tangan sebelahnya ia gunakan untuk mengelus-elus rambut Jeonghan yang sudah ada di selangkangannya.

“Ouh—.” Seungcheol melenguh ketika Jeonghan menghisap kejantanannya dengan kuat.

“Sayang, aku disini.” Ucap Seungcheol saat Jeonghan menghisapnya dengan kuat.

Seungcheol sudah tidak kuat lagi, ketika dengan sengaja Jeonghan dan Jisoo menyerang titik sensitifnya.

“Ahhhhh—.” Seungcheol menekan kepala Jeonghan agar menelan semua cairannya.

Seungcheol terengah-engah, Jeonghan menyeka bibirnya dan Jisoo masih memilin puting Seungcheol.

Keadaan berbalik sekarang, Seungcheol merebahkan tubuh Jeonghan dan Jisoo secara bersamaan. Ia menarik tali lingerie yang kedua kekasihnya gunakan secara bersamaan. Modelnya sama, hanya beda warna saja.

Seungcheol membuang ke sembarang tempat kain yang menutupi aset kedua kekasihnya.

“Angkat kakinya yang.”

Jeonghan dan Jisoo mengangkat kedua kaki mereka dan menampilkan lubang berkedut mereka masing-masing. Jisoo dan Jeonghan bercumbu sambil menunggu Seungcheol mempersiapkan mereka.

Seungcheol mengambil pelumas dan mengoleskannya pada lubang Jeonghan dan Jisoo. Jisoo dan Jeonghan berjengkit ketika merasakan sesuatu yang dingin menyapa lubang mereka.

Seungcheol duduk di antara kedua kekasihnya yang sedang menikmati jarinya.

“Cheol—.” Jisoo mendongakkan kepalanya ketika Seungcheol memasukan lagi satu jarinya.

“Tambah Cheol—.” Kali ini Jeonghan memohon pada Seungcheol agar menambahkan jarinya.

“Ahh—.” Keduanya berteriak ketika Seungcheol dengan sengaja langsung menambah 3 jarinya.

“Oh! Disana! Yes! Oh—.” Jisoo keluar lebih dahulu, lalu di susul Jeonghan.

Jeonghan dan Jisoo terengah-engah, lalu keduanya mendekatkan diri dan saling meraup bibir. Meninggalkan Seungcheol yang mulai mengecupi dan meninggalkan beberapa tanda di tubuh Jisoo, dengan tangan yang mengocok kejantanan Jeonghan.

“Cheol, gatel.” Rengek Jisoo

“Mau langsung?”

Jeonghan dan Jisoo mengangguk. Jeonghan yang terlebih dahulu menungging, Jisoo mengocok sedikit kejantanannya dan langsung memasukkan kejantanannya ke lubang Jeonghan. Keduanya saling diam, menetralkan sakit dan nikmat yang bersamaan.

“Soo, aku masuk.” Lalu sekarang Seungcheol memasukkan kejantanannya ke lubang Jisoo.

“Gerak, Soo.” Ucap Seungcheol

Posisi Jisoo yang sangat menguntungkan. Maju mundur kena.

Jisoo memaju-mundurkan pinggulnya secara perlahan, ia berpegangan pada kedua kekasihnya karena secara tidak langsung ia yang dapat kenikmatan ganda.

Seungcheol mendongakkan kepalanya, ia menikmati gerakan Jisoo. Ia mengecupi punggung Jisoo—memberikan tanda merah lagi di sana. Jeonghan menahan diri agar tidak terjatuh ketika mendapatkan sodokan double.

“Cheol, capek.” Ucap Jisoo

“Han, siap ya?” Jeonghan mengangguk lemas.

Plok plok plok

Seungcheol menggerakkan pinggulnya dengan cepat, kali ini Jisoo ikut serta. Jisoo juga mengocok kejantanan Jeonghan.

“Ah ah ah ah ah ah—.” Desah ketiganya saling bersahutan. Jisoo menyandarkan tubuhnya ke tubuh Seungcheol dengan tubuh terlonjak-lonjak.

“Arghhhh—.”

Beberapa menit kemudian mereka mendapatkan pelepasan mereka.

Jisoo memeluk tubuh Jeonghan yang melemas. Dan Seungcheol memeluk tubuh keduanya. Seungcheol melepaskan tautan tubuhnya dengan Jisoo, dan merebahkan tubuhnya di ranjang. Selanjutnya Jisoo yang melepaskan tautannya.

“Cheol, Soo aku mau dua.”

Seungcheol yang tadi memejamkan matanya menoleh kearah Jeonghan.

“Nanti sakit, yang.” Ucap Jisoo

“Pengen banget, masih gatel lubang aku.”

Jisoo menatap Seungcheol. “Mau yang?”

“Pacarmu itu kalo ga diturutin ngambeknya luar biasa.” Jeonghan memekik senang. Ia duduk di atas tubuh Seungcheol.

“Jisoo belakang ya.”

“Iya sayang.”

Seungcheol agar melebarkan lubang Jeonghan dan menoca memasukkan kejantanannya dan Jisoo secara bersamaan.

“Ouh, penuh yang.” Jeonghan terkejut ketika merasakan lubangnya penuh.

“Sakit kan? Udah ya? Kalo mau lagi sama Cheol aja.” Ucap Jisoo khawatir.

Jeonghan menggeleng. “Udah bentar lagi yang. Ayo masukin lagi, pelan-pelan tapi.”

Hampir 15 menit ketiganya mencoba. Dan akhirnya berhasil.

“Ah, kembung.” Rengek Jeonghan

“Salah sendiri. Ayo Soo.” Ucap Seungcheol

Seungcheol dan Jisoo bergerak secara bersamaan yang membuat Jeonghan terlonjak-lonjak dengan kencang. Jeonghan berpegangan pada bahu Seungcheol. Jisoo kembali mengocok kejantanan Jeonghan.

“Cheol, Soo ahhhhh.”

“Enak banget sialan—.” Seungcheol mengumpat.

Jeonghan mencium bibir Seungcheol sambil terlonjak-lonjak. Jisoo mengocok serta memilin puting Jeonghan.

“Keluar—ahh keluar.” Jeonghan keluar lebih dahulu, cairannya mengenai dada Seungcheol

“ARGHHHH.” Jisoo dan Seungcheol selanjutnya. Cairan mereka memenuhi lubang Jeonghan.

Mereka bertiga masih menikmati pelepasan mereka. Beberapa menit kemudian saling melepaskan.

Jeonghan dan Jisoo menjadikan lengan Seungcheol sebagai bantal mereka. Mereka mengapit Seungcheol.

“Siapa yang punya ide begitu?” Tanya Seungcheol

“Kita berdua.”

“Kita emang mau kasih kamu reward sayang. Soalnya kamu bener-bener ketemu kita pas malem aja.” Ucap Jeonghan.

“Makasih ya, aku seneng kalo rewardnya begitu.”

“Cium.” Jeonghan memonyongkan bibirnya meminta Seungcheol menciumnya, dengan senang hati Seungcheol mencium kekasihnya itu. Jisoo memeluk tubuh telanjang Seungcheol dan Seungcheol mengelus-elus lengannya.

“Males banget ga sih besok pulang.” Ucap Jisoo dengan mata terpejam. Ia menikmati elusan di lengannya.

“Bolos aja yuk?” Usul Jeonghan.

“Mendingan kalian gak usah ada yang kerja, di rumah aja. Jadi kalo kita liburan dadakan gini enak.”

“Itu mulu.”

“Loh aku kasih masukan.”

“Aku ntar pikir-pikir lagi deh.” Ucap Jisoo

“Soo kamu serius?” Tanya Jeonghan. Seungcheol mengecupi pucuk kepala Jisoo karena senang.

“Aku capek kerja dan akan memikirkan ulang tawaran Seungcheol.”

“Nah gini dong, kan aku seneng.” Ucap Seungcheol

“Kalo gitu aku juga.”

“Kamu juga apa?”

“Juga memikirkan ulang tawaran kamu.”

“Dasar gak punya pendirian.” Seungcheol mengecup kening Jeonghan. Lalu ia merangkul kedua kekasihnya agar lebih dekat.

“Senangnya dalam hati, kalau bersuami du—aww yang.” Jisoo dan Jeonghan serempak mencubit kedua puting Seungcheol.

. . . . . . . . .

Keesokan paginya, Seungcheol kembali menerima kenikmatan dari kedua kekasihnya. Jisoo mengulum kejantanannya dan Jeonghan menjilati putingnya.

“Yang?”

“Aku sama Jisoo minta izin sehari lagi buat cuti. Jadi kita bisa pulang nanti sore.”

Seungcheol langsung menarik tangan Jisoo untuk ia rebahkan di ranjang, dengan sekali sentakan ia masuk sepenuhnya ke dalam lubang Jisoo.

“Ahh—.” Jisoo terlonjak-lonjak karena tumbukan dari Seungcheol. Seungcheol juga menarik kepala Jeonghan agar mencium bibirnya. Tangannya ia gunakan untuk menggenggam kejantanan Jeonghan.

Jisoo dan Jeonghan mendesah bersahutan karena Seungcheol menggenjot dan mengocok secara bersamaan.

“Ahhhhh Seungcheol.” Desah Jisoo ketika kejantanan Seungcheol mengenai sweet spotnya.

“Enak sayang?”

Jisoo mengangguk brutal. Ini nikmat

Jari Seungcheol masuk ke dalam lubang Jeonghan dengan gampang. Karena Jeonghan sudah sangat basah.

“Sayangnya Seungcheol yang ini juga mau enak, hm?”

Jeonghan mengangguk. Ia bahkan ikut bergerak berlawanan dengan jari Seungcheol.

Seungcheol menukar posisi, saat ini Jeonghan yang akan ia masuki. Jisoo berada di posisi Jeonghan tadi. Ia mengarahkan jari Seungcheol untuk masuk ke lubangnya. Ia juga melakukan hal yang tadi Jeonghan lakukan.

“Binal banget pacar-pacar Seungcheol.” Seungcheol menggigit kecil rahang tegas Jisoo sambil terus bergerak liar.

“Ah—cheol—di sana—yes—ouh.” Desahan Jeonghan tidak dapat tertahan lagi. Ia terus mengeluarkan suara-suara desahan agar memacu nafsu kedua kekasihnya.

“Cheol, aku keluar—AHHH.” Cairan Jisoo mengenai dada Seungcheol. Lalu Seungcheol kembali menarik Jisoo agar mencium dirinya.

“Cheol—please.” Jeonghan merengek.

“Bareng sayang.”

Sekali hentakan keras.

“AHHHHH—.”

Seungcheol dan Jeonghan keluar secara bersamaan. Seungcheol kembali terkena cairan Jeonghan.

Lalu mereka bertiga ambruk di atas ranjang. Jeonghan mengarahkan jari Jisoo ke lubangnya dan mengapitnya. “Lubang aku masih berkedut.”

“Ngewe bertiga emang lebih enak.”

Saat ini Seungcheol, Jisoo, Jeonghan sedang berada di salah satu mall ternama di Jakarta. Mereka berniat untuk membeli handphone baru untuk Jeonghan.

Setelah berjalan-jalan sebentar—jajan shilin dan Starbucks dan beberapa makanan lainnya. Mereka menuju iBox. Tangan kiri Jisoo dikaitkan ke lengan kanan Seungcheol dengan masing-masing tangan sebelah mereka memegang minuman. Sedangkan Jeonghan mengikuti dari belakang dengan fokus pada makanannya.

“Jeonghan?”

Jeonghan menoleh ke sumber suara. Itu Sehun. Jeonghan menatap Sehun gugup, karena laki-laki itu yang membuat ia dan Seungcheol bertengkar.

“Aku chat kamu kemarin, kok gak dibales ya?” Tanya Sehun

Belum sempat menjawab, Seungcheol dan Jisoo datang.

“Sayang?” Jeonghan memejamkan matanya, Seungcheol sengaja mengencangkan suaranya.

“Kok disini? iBox nya di sebelah sana.” Ucap Seungcheol lagi.

Jisoo melihat Sehun yang menatap ke arah tangannya yang berada di lengan Seungcheol. Jisoo yakin kalau Sehun bingung, karena Seungcheol memanggil Jeonghan 'sayang' tapi juga menggandengnya.

“Temennya Jeonghan?” Tanya Jisoo

Sehun menggaruk tengkuknya. “Baru mau jadi temen sih.”

“Jeonghan gak butuh temen kayak situ.” Jisoo menggeleng mendengar ucapan Seungcheol.

“Maaf ya, em—.”

“—Sehun.” Ucap Sehun memperkenalkan dirinya.

Jeonghan menggigit bibir bawahnya ketika melihat Seungcheol yang seperti akan mengamuk.

“Maaf ya Sehun, kita bertiga lagi buru-buru.”

Saat akan pergi Sehun menahan tangan Jeonghan. Dengan cepat Seungcheol menepisnya.

“Jangan pegang-pegang pacar gue.”

Sehun bingung.

“Bukannya......”

“Kita bertiga pacaran, Sehun.” Jisoo yang menjawab

“Hah? Kalian bertiga pacaran?”

“Iya kenapa? Mau pacaran juga sama gue?”

Jeonghan langsung menarik tangan Seungcheol untuk pergi. Dan tinggal Jisoo dan Sehun di sana.

“I-ini beneran ga sih?”

Jisoo mengangguk. “Kita bertiga emang pacaran.”

“Kok bisa?” Sehun masih tidak percaya.

“Panjang ceritanya, tapi yang penting saya minta kamu untuk gak deketin Jeonghan lagi. Soalnya Seungcheol itu cemburuan. Ini aja handphonenya Jeonghan di banting. Kamu gak mau kan di banting juga sama Seungcheol?” Ucap Jisoo menakut-nakuti Sehun.

Jisoo tersenyum kecil ketika melihat wajah Sehun yang pucat pasi karena ketakutan.

Sementara itu, Jeonghan dan Seungcheol pergi ke tempat yang tidak jauh dari Jisoo dan Sehun.

“Seneng ada yang ngajak kenalan?” Tanya Seungcheol

Jeonghan tau Seungcheol itu sedang cemburu berat. Apalagi pas tau ternyata Sehun tampan.

Jeonghan memeluk Seungcheol. “Gemes banget sih pacar aku kalo lagi cemburu.”

“Aku serius, Han.”

“Ya ampun yang, lagian aku juga gak tanggepin dia kan? Udah jangan marah lagi, baru aja baikkan.”

“Yaudah.”

“Yang, udah?” Jisoo muncul.

“Udah.”

“Eh Soo charger kamu kan rusak, sekalian beli?” Tanya Seungcheol

“Boleh yang?”

“Ya boleh lah yang.”

“Makasih sayang.”

Akhirnya mereka melanjutkan niat mereka pergi ke iBox.