mengundurkan diri
Jisoo berjalan dengan senyum mengembang. Menyapa kembali orang yang menyapanya. Berjalan menuju ruangannya. Jisoo adalah manager keuangan di Choi corp—perusahaan milik Seungcheol.
“Pak Jisoo, mau teh atau kopi?” Tanya Minghao—sekretarisnya.
“Jus mangga bisa gak Hao?”
“Pagi-pagi gini?”
Jisoo mengangguk. “Seger kayaknya.”
“Okay saya tanyain ob dulu kalo ga ada saya pesenin di kantin ya pak.”
“Thank you, Hao.”
Jisoo membuka berkas-berkas yang ada di mejanya. Dan beberapa menit kemudian Hao datang dengan segelas jus mangga pesanan Jisoo.
“Jus mangga nya, pak.”
“Thank you, Hao.”
“Saya permisi.”
“Eh Hao, nyong ada di ruangannya gak ya?”
“Ada kok pak, tadi saya ketemu pak Soonyoung.”
“Okey, bilangin sama Jihoon buat nahan tuh anak. Saya mau ketemu.”
“Noted pak. Saya permisi.” Jisoo mengangguk. Ia menyesap jus mangga nya. Lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.
. . . . . . . . .
Jisoo berjalan menuju ruangan Soonyoung. Soonyoung adalah kepala HRD di perusahaan itu.
“Ji, nyong ada?”
“Ada pak, aman.”
Jisoo tertawa. “Jangan galak-galak sama pacar.”
“Dih, saya ga pacaran sama pak Soonyoung.”
“Percaya deh.” Ucap Jisoo
“Dih nyebelin.” Jisoo tertawa
Jisoo mengetuk pintu ruang Soonyoung, sampai terdengar suara intrupsi dari Soonyoung yang memperbolehkannya masuk.
“Nyongie.”
“Eh mas Jisoo. Ada apa nih? Butuh sesuatu atau lagi kangen nyongie?”
“Gue belum mau di gorok Jihoon.” Soonyoung tertawa.
“Kenapa mas?”
Jisoo menyerahkan map coklat tipis pada Soonyoung.
“Ini apaan?”
“Buka aja.”
Soonyoung membuka map itu. Membaca isinya dan terkejut.
“Mas, ini....” Ucapan Soonyoung terhenti, karena Jisoo mengangguk.
“Mas, jangan gila lah.”
“Gue bikin ini dengan sadar 100% kok nyong.”
“Kenapa?”
“Nanti juga lo tau. Titip ya, pastiin bapak tanda tangan. Gue one month notice kok.”
“Ah lo yang bener aja mas.”
“Bener kok gue. Dah ah gue mau balik kerja, nanti di omelin lagi.”
“Mana berani bapak ngomelin lo. Ini bapak udah tau?”
Jisoo mengangkat bahunya dan berjalan menuju pintu keluar. “Bye nyong. Gue nitip itu loh, awas aja kalo sampe bapak gak tanda tangan. Gue tandain lo.”
. . . . . . . .
Pintu ruangan Jisoo diketuk, dan ia mempersilakan orang itu masuk.
“Pak, kata ko Jun bapak di panggil pak Seungcheol.” Ucap Hao
Tidak ambil pusing, Jisoo langsung bergegas menuju ruangan bos besar. Di depan ia bertemu Jun.
“Mas, di dalem ada mas Jeonghan juga. Ada apaan sih?”
Jisoo tersenyum, ia menepuk-nepuk pundak Jun. “Nanti juga lo tau.”
Jisoo mengetuk pintu dan di persilahkan masuk oleh Seungcheol.
Di dalam ada Jeonghan yang duduk di sofa dengan menundukkan kepalanya. Mungkin ia malu.
“Ada apa ya pak?”
“Soo...”
“Ada kesalahan di kinerja saya?”
“Jisoo, please.”
“Kalo ga ada saya permisi.” Jisoo membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju pintu keluar.
“JISOO.”
Jisoo memejamkan matanya, mengepalkan tangannya untuk menahan emosinya. Suara Seungcheol kencang, bahkan Jun bisa mendengarnya.
Jisoo membalikkan lagi tubuhnya menatap Seungcheol dengan senyum manisnya.
“Ada yang bisa saya bantu, pak?”
“Soo, ayo kita omongin dulu.”
“Joshua, pak.”
“Soo...”
“Jo-shua.” Ucap Jisoo penuh penekanan.
“Oke Joshua. Aku sama Jeonghan mau jelasin semuanya.”
“Jelasin apa pak? Emangnya bapak ngelakuin apa ke saya?”
“Aku sama Jeonghan dijodohin. Orang tua aku dan Jeonghan sudah bersahabat dari dulu. Dan perjodohan ini juga ada sejak dulu. Aku minta maaf, Soo—.”
“—Joshua.”
“Okay Joshua.”
“Harusnya sih bapak dan calon bapak ini gak usah capek-capek ngejelasin ke saya. Karena semuanya gak penting buat saya.”
“Soo, maafin gue.” Kali ini Jeonghan berbicara.
“Joshua. Nama gue Joshua. Joshua Hong. Kalo lo lupa.”
“Maafin gue.” Jeonghan bahkan sudah berlutut di hadapan Jisoo. Tapi Jisoo malah pergi dari situ, dia pergi ke ujung ruangan.
“Pak Seungcheol, inget ga dulu waktu bapak lagi terpuruk siapa yang ada di samping bapak? Saya.”
“Inget ga dulu, pas bapak belum punya apa-apa. Siapa yang gak ninggalin bapak? Saya.”
“Waktu bapak nyari-nyari kerjaan bahkan sampe nyari-nyari klien buat tanam saham disini siapa yang bantuin? Saya.”
“Dan elo Jeonghan. Siapa yang bantuin lo masuk sini tanpa halangan apapun? Gue.”
“Yang bantuin bayarin biaya berobat ayah lo itu siapa? Gue.”
“Yang nemenin lo di saat orang lain gak mau nemenin lo siapa? Gue.”
“Dan sekarang ini balasan kalian berdua ke gue? Ini yang gue dapet setelah gue ngorbanin segala hal?”
Jeonghan dan Seungcheol hanya diam.
“Oke, kalo kalian di jodohin. Tapikan kalian bisa bilang kalo ada 'gue' di antara kalian. Lo bisa bilang sama ayah mama lo kalo ada 'gue' sebagai pacarnya Seungcheol. Dan bapak juga bisa bilang ke mama papa nya bapak kalo ada 'saya' pacar bapak—.”
“—tapi apa? Kalian emang gak mau susah payah nolak. Kalian emang gak mau yang namanya perjuangin gue. Iya kan? Gak usah berlindung dibawah kata-kata perjodohan. Ini emang kalian nya aja yang sama-sama mau.” Ucap Jisoo sambil menekankan kata 'gue' dan 'saya' pada keduanya.
Jisoo jengah dengan keduanya yang sama sekali tidak melakukan pembelaan.
“Tadinya ya, saya mau one month notice. Tapi saya berubah pikiran. Hari ini, hari terakhir saya di kantor ini. Terima kasih, saya permisi pak Seungcheol dan calon suami.” Ucap Jisoo.
Jisoo menuju Jeonghan yang menatapnya takut.
“Selamat atas perjodohannya, semoga hidup lo bahagia—.”
“—setelah elo ngerusakin hidup seseorang.”