Hansol menutup aplikasi chatnya dengan bingung. Lagi berantem kah?
Tiba-tiba Seungcheol keluar dari ruangannya. “Sol, ada jadwal abis ini?”
“Engga ada pak, hari ini gak ada meeting sama sekali. Cuma cek berkas aja.” Hansol adalah sekretaris Seungcheol, dia mengatur jadwal Seungcheol. Dari jadwal kantor sampai jadwal kencan dengan pacar-pacarnya.
“Oke, nanti ada temen saya mau kesini. Makan siang, kamu tolong pesenin makanan ya.”
“Eh pak, temen bapak siapa?”
“Ada pokonya temen saya. Sebentar lagi dia dateng.” Seungcheol langsung masuk lagi ke ruangannya. Sampai beberapa menit kemudian ada seorang wanita cantik yang menghampiri hansol.
“Permisi.”
Hansol menatap wanita itu. “Iya, ada yang bisa saya bantu?”
“Saya Andrea mau ketemu Seungcheol, sudah bikin janji juga.”
Seketika otak hansol ngeblank. Belum sempat menjawab, Seungcheol sudah keluar ruangan.
“Andrea, hai.”
“Oh hai Seungcheol.” Andrea menyapa Seungcheol dengan sebuah pelukan singkat.
“Kok gak kamu suruh masuk sol?” Hansol masih sibuk mencerna apa yang terjadi.
“Pak tapi itu—”
Seungcheol memotong ucapan hansol. “Udah pesen makanan kan? Saya sama Andrea masuk dulu.” Hansol langsung kelabakan. Belum sempat berkutik lebih lanjut, Jeonghan muncul.
“Hansol.” Sapa Jeonghan ramah.
Hansol makin-makin pusing. Bisa ga sih gue kabur aja sekarang
“Seungcheol ada kan?” Tanya Jeonghan. “Aku langsung masuk ya, sol.”
Belum sempat menahan, Jeonghan sudah masuk ke dalam ruangan Seungcheol.
“Perang dunia kedua ini mah.” Ucap Hansol
Sementara itu di dalam ruangan Seungcheol, Jeonghan melihat Seungcheol mencium seseorang.
Prangggggggg (bunyinya gimana sih WKWKWK)
Kotak makan yang Jeonghan bawa terjatuh begitu saja. Sampai membuat Seungcheol dan wanita itu terkejut.
“Jeonghan?” Panggilan Seungcheol membuat Jeonghan tersadar. Lalu ia buru-buru mengambil kotak makan yang jatuh tadi.
“Maaf maaf, aku gak sengaja. Maaf ganggu kalian.” Jeonghan langsung pergi melewati hansol yang menatapnya sedih. Jeonghan memencet tombol lift—sesekali ia menghapus air matanya.
Seungcheol berdiri, berniat mengejar Jeonghan.
“Kamu kenapa ga bilang Jeonghan kesini?”
“Tadi saya udah mau bilang tapi bapak malah motong omongan saya.”
Seungcheol berlari menuju lift. Ia menuju parkiran, karena pasti Jeonghan bawa mobil.
“Jeonghan.”
Jeonghan berhenti, tapi tidak menoleh. Bahunya bergetar.
“Kenapa kamu ga bilang aku kalo kamu kesini?”
Jeonghan memegangi dadanya yang terasa sakit.
“Sekarang kalo mau kesini aku harus bilang ya, Cheol?”
“Bukan, bukan begitu—”
Jeonghan berbalik menatap Seungcheol.
“Kamu takut ketauan ya, Cheol?”
“Han—.”
Jeonghan berjalan maju perlahan. “Maaf aku ganggu kamu tadi.”
Jeonghan memejamkan matanya ketika bibirnya menyentuh bibir Seungcheol. Sedikit melumat serta memberikan gigitan kecil di bibir Seungcheol.
Jeonghan melepaskan ciumannya, ia mengelus lembut pipi laki-laki di depannya.
“Kemarin kamu bilang kamu mundur kan?”
Jeonghan tersenyum, tapi air matanya mengalir. “Sekarang aku yang mundur ya, Cheol.”
Jeonghan berjalan mundur perlahan. Melambaikan tangannya.
“Bye Seungcheol, i love you. Terakhir kalinya.