Saat ini Seungcheol sedang menemani Cherry menonton film kartun favoritnya. Tapi yang Jeonghan liat adalah Seungcheol lebih sibuk memainkan ponselnya daripada mendengarkan celotehan anaknya.
“Sibuk banget sih, chatan sama siapa?” Tanya Jeonghan. Seungcheol menyimpan ponselnya ketika Jeonghan duduk disebelahnya.
“Jihoon, tadi chat mas katanya umi makasih banyak.”
“Yakin Jihoon aja?”
Seungcheol mengangguk. “Memangnya siapa lagi?”
“Ya gak tau, aku kan gak pernah tau kamu deket sama siapa.”
“Mas lagi hak deket sama siapa-siapa kok Han.”
Lagi-lagi Seungcheol berbohong pikir Jeonghan
“Oh yaudah.”
Seungcheol bingung dengan perubahan sifat Jeonghan, tapi nanti saja ia tanya ketika Cherry sudah tidur.
“Daddy, Cherry ngantuk.”
“Mau tidur sama Daddy?” Tanya Seungcheol
Jeonghan menatap Seungcheol tidak suka. Masa tidur sama anaknya?
Setelah Cherry mengiyakan, mereka pergi ke kamar Cherry. Meninggalkan Jeonghan yang menghentakkan kakinya kesal.
22.30
Jeonghan masih tidak bisa tidur. Ia benar-benar kesal dengan Seungcheol yang tidak peka.
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka.
“Han?”
Jeonghan melongok melihat Seungcheol di ambang pintu.
“Kenapa?”
“Mas tidur dimana? Sofa, kamar Cherry atau kamar kamu?”
“Terserah.” Ucap Jeonghan, ia memasukkan tubuhnya ke dalam selimut.
Seungcheol tertawa kecil, ia tau Jeonghan sedang merajuk.
“Ya sudah, mas tidur di sofa aja. Selamat malam, Jeonghan.”
Sebelum Seungcheol menutup pintu itu rapat, Jeonghan membuka selimutnya.
“Masuk.” Ucap Jeonghan penuh penekanan.
“Kemana?”
“Choi Seungcheol.”
“Mas tidak mengerti, mas harus masuk kemana? Ke kamar Cherry atau ke kamar kamu?”
“Kamar aku ih.” Jawab Jeonghan sambil merengek-rengek.
Seungcheol tertawa, lalu ia masuk ke dalam dan mengunci pintu kamar Jeonghan.
“Makannya kalau ngomong yang jelas dong. Gak semua orang paham maksud mu.”
Jeonghan tidak menjawab, ia menggeser tubuhnya agar Seungcheol bisa tiduran.
“Han, mas tuh ada salah ya sama kamu?”
Jeonghan diam. Ia masih membelakangi Seungcheol.
“Kasih tau dong, mas trauma nih terakhir mas ada salah kamu ilang gitu aja.”
Jeonghan menoleh, melihat Seungcheol yang masih setia melihat dirinya.
“Mas inget kan kalo aku gak suka dibohongin?”
Seungcheol mengangguk.
“Terus kenapa mas bohong?”
Seungcheol mengernyitkan keningnya. “Bohong apa ya?”
“Tuhkan mas masih bohong.”
Seungcheol menatap langit-langit kamar Jeonghan, ia berpikir apa yang ia sembunyikan dari papa anaknya ini.
“Ah tau deh.” Jeonghan kembali membelakangi Seungcheol.
“Kasih clue dong Han, mas beneran gak tau.”
Jeonghan jengah sekali dengan Seungcheol yang kaku.
“Kemarin habis mas berantem sama Mingyu, mas kemana?”
“Ke kontrakan.”
“Ada siapa di sana?”
“Hah? Ya ada umi, abi, Jihoon juga lagi ada, ada Soonyoung dan beberapa orang yang ngontrak di sana, sama ada—.”
Ucapan Seungcheol terhenti ketika ia ingat seseorang yang bersamanya di kontrakan kemarin.
“Kamu liat, Han?”
Jeonghan kembali diam.
“Han?”
Seungcheol melihat bahu Jeonghan yang bergetar. Seungcheol dengan cepat membalikkan tubuh Jeonghan.
“Han?”
“Mas Seungcheol maaf, tapi aku gak suka liatnya.”
Seungcheol langsung membawa Jeonghan kedalam pelukannya. Ia mengecupi pucuk kepala Jeonghan.
“Aku—aku gak suka ada yang nyentuh bibir kamu. Maaf aku egois tapi rasanya sakit banget mas.”
“Ssttt, udah ya gak usah dilanjutin lagi. Mas jelasin boleh?”
Jeonghan mengangguk dalam pelukan Seungcheol. Ia bahkan mengeratkan pelukannya.
“Jeonghan, yang kemarin kamu liat itu namanya Jun. Dia dulu salah satu pelanggan di resto. Kita jadi dekat karena memang dia sesering itu ke resto. Mas juga gak tau dari kapan, tapi memang waktu itu dia bilang dia sayang sama mas. Dan jujur saja, mas juga kaget dengan dia yang tiba-tiba mencium bibir mas. Jeonghan, mas berani sumpah mas tidak pernah seperti itu selain dengan kamu bahkan ketika Jun cium mas, mas gak membalasnya. Mas langsung tinggalin dia gitu aja. Mungkin kamu gak liat sampai akhirnya.” Jelas Seungcheol panjang lebar
“Ngapain aku ngeliatin orang ciuman.”
“Mas dicium bukan ciuman.”
“Maaf mas.”
“Tidak usah minta maaf.”
“Tapi aku egois. Aku ngelakuin itu sama Mingyu sedangkan kamu gak pernah. Maaf mas.”
“Tidak apa-apa, Jeonghan. Tapi mas boleh tanya?”
“Apa?”
“Kamu dan Mingyu pernah berhubungan badan?”
Jeonghan menggeleng. “Mingyu gak pernah mau setiap aku ajak, mas. Alasannya karena dia gak mau ngerusak aku. Tapi malah dia ngerusak kepercayaan aku ke dia.”
“Kamu hobi sekali ajak orang berhubungan badan.”
Jeonghan mencubit perut Seungcheol. “Cuma kamu sama Mingyu, tapi kan Mingyu nya gak mau.”
“Terus kamu sedih pas dia gak mau?”
“Aku malah takut kalau dia iyain ajakan aku. Mas, aku ngerasa ngekhianatin kamu kalau lagi sama Mingyu.”
“Ya sudah, tenang hati mas.”
“Kenapa?”
“Jadi nanti kalau kamu hamil lagi, kita gak usah test dna. Udah pasti itu anak mas.”
Jeonghan bersemu di pelukan Seungcheol.
“Jeonghan, sepertinya adik mu juga suka sama mas.”
“Siapa?”
“Jihoon.”
“Serius?”
“Beberapa kali sering mas perhatikan kalau dia memang mendekati mas. Tapi karena mas tidak mau memberikan dia harapan, tadi mas kirim foto Cherry ke dia, mas bilang itu anak mas. Dan mungkin dari situ dia akan mundur.”
“Mas, kenapa saingan aku banyak?”
“Saingan apanya, toh bakal kamu yang jadi pemenangnya.”
“Mas?”
“Iya?”
“Kasih tau Jun kalau kamu udah punya anak.”
“Punya anak tapi gak punya pasangan kan gapapa? Kali aja Jun mau jadi ayah tirinya Cherry.”
“Gak boleh, kan aku masih ada.” Ucap Jeonghan sambil mengerucutkan bibirnya.
“Ya terus?”
“Kasian Cherry kalo punya ayah tiri.”
“Terus mas hanya boleh sama kamu?”
Jeonghan mengangguk.
“Tapi kan kita tidak ada hubungan apa-apa?”
“Tapi kita punya Cherry.”
“Banyak kok di luar sana anak yang orang tuanya—.”
“—stop. Mas punyaku pokonya. Gak boleh ada yang ambil.” Seungcheol tertawa, ia merasakan pelukan Jeonghan makin mengerat.
“Iya-iya, mas punyanya Jeonghan. Jangan kenceng-kenceng dong, sesek nih mas.”
Jeonghan melonggarkan pelukannya. “Punyaku.”
“Punyaku punyaku. Statusnya apa?”
“Kayak anak mudah harus pake status.”
“Ya kan biar kalau ditanya sama orang enak jawabnya.”
“Mas maunya apa?”
“Kamu maunya apa?”
“Kebiasaan deh, ditanya malah nanya balik.”
“Mas cuma ikutin maunya bapak negara aja.”
Jeonghan tersenyum lebar. “Pacaran dulu mau gak mas?”
“Kayak anak muda.”
“Salah terus sih aku.”
Seungcheol tertawa. “Iya-iya kita pacaran. Halo, pacar.”
“Halo juga mas pacar.”
Lalu mereka berdua sama-sama tertawa.
“Mas?”
“Hm?”
“Jangan kasih ini lagi ke orang lain ya?” Ucap Jeonghan sambil mengelus bibir Seungcheol.
“Kenapa?”
“Punyaku.”
Seungcheol tersenyum. “Punyamu.”
“Mas?”
“Iya sayangku?”
Jeonghan merasakan ada kupu-kupu berterbangan di perutnya.
“Mas?”
“Apa sayangku?”
“Cium.”
“Cium aja?”
Jeonghan mengangguk. “Belum beli kondom.”
“Biasanya ga pake.”
“Nanti hamil lagi.”
“Kan ada yang tanggung jawab.”
“Oh iya, yuk mas?”
Lalu kita biarkan mereka main pedang-pedangan.
“Kok pintu kamar papa di kunci ya? Terus Daddy kemana?”