Seungcheol sampai di apartemen Jeonghan, dengan cepat ia menuju unit milik Jeonghan dan benar saja ada Mingyu di sana.

“Mingyu?”

“Bang Cheol? Lo ngapain bang?”

“Mingyu, ada yang harus kita bicarakan.”

“Tentang resto bang? Ntar aja ya bang, gue mau ngurusin ini dulu pacar gue ngambek. Nanti kalo ini udah kelar gue baru ke resto.”

“Mingyu.”

“Bang please, ngertiin gue dulu. Ini masalah hidup dan mati gue.”

“Please Gyu, ini ada hubungannya sama Jeonghan.”

“Lo kenal Jeonghan dimana? Gue baru kenalin lo ke Cherry. Lo jangan nikung gue dong bang.” Ucap Mingyu dengan emosi.

Seungcheol sendiri sudah mencoba untuk menahan emosinya. Karena ia harus menyelesaikan ini dengan kepala dingin.

“Iya gue kenal Jeonghan.”

“Bang.”

“Jeonghan papanya anak gue, Gyu.”

Mingyu terkejut. Lalu ia menggeleng tidak percaya.

“Jangan bercanda lo bang.”

Seungcheol menggeleng. “Gue ga bercanda, Cherry anak gue.”

Lalu tiba-tiba Mingyu mencengkram erat baju Seungcheol.

“Jadi elo si brengsek yang bikin Jeonghan menderita? Hahhhhhhhh.”

Seungcheol tidak bisa melawan karena cengkraman tangan Mingyu di bajunya cukup kuat. Seungcheol bahkan sampai terbatuk-batuk karena sangat tercekik.

“Elo yang bikin dia ngerasain sakit sendirian. Berjuang buat ngelahirin Cherry. Elo bang orangnya.”

Bukkkkkkkk

Satu pukulan mengenai rahang Seungcheol. Karena cukup keras Seungcheol sampai tersungkur.

“Gyu—”

Mingyu kembali mencengkeram baju Seungcheol.

“Gara-gara lo harus pergi jauh ke Amerika. Gara-gara lo dia harus jauh dari keluarganya.”

Bukkkkkkkk

Lagi-lagi Seungcheol tersungkur. Bukan tidak bisa membalas, Seungcheol hanya tidak ingin semuanya jadi runyam.

Mingyu akan memukul Seungcheol yang sudah tepar.

“Mingyu.”

Mingyu menoleh dan mendapati Wonwoo di sana.

“Anak orang bisa mati.”

“Biarin aja dia mati. Dia pantes dapetin ini semua bang.”

“Lo ga berhak menghakimi dia. Lo bukan Tuhan, Gyu.”

Mingyu membuang pandangannya, ia meredakan emosinya.

“Mingyu, elo bener-bener keterlaluan ya.” Ucap Joshua yang tiba-tiba datang dengan Gia—anaknya.

“Lo berdua kenapa sih masih belain si brengsek ini? Kalo tau elo orang yang nyakitin Jeonghan gak bakal lo gue terima di resto gue. Sampah. Lo gue pecat.” Mingyu benar-benar diselimuti oleh emosinya. Tapi Seungcheol sama sekali tidak membalasnya.

“Mingyu, kamu gak malu ngatain saya brengsek? Kamu gak ada kaca di rumah? Mau saya belikan?”

Mingyu menatap Seungcheol marah.

“Apa maksud lo?”

“Kamu sama brengseknya seperti saya. Jangan mengelak.”

“Mas Seungcheol, maksudnya apa?” Tanya joshua.

“Kamu tanya sama Jeonghan saja, Joshua. Saya tidak ada hak memberitahu orang-orang sebrengsek apa dia.” Ucap Seungcheol sambil menatap Mingyu.

“Joshua, karena kamu sudah disini saya pulang dulu. Saya titip Jeonghan, dia dan Cherry pasti ketakutan. Saya permisi.”

Seungcheol pergi dengan perlahan, sambil memegangi pipinya yang memar. Di lobby ia bertemu Jisoo dan Seokmin.

“Pak Seungcheol, ya ampun pak kok sampe begini? Di obatin dulu pak.”

“Jisoo, tidak apa-apa. Nanti saya yang obati sendiri. Saya titip Jeonghan dan Cherry ya. Seokmin saya duluan.”

Seungcheol melanjutkan langkahnya menuju parkiran motor. Dan melaju pulang ke kontrakannya.