thatausaha

Jihoon sampai di rumah dengan wajah lelahnya. Seungcheol dengan sigap memeluk suaminya.

“Mas ah jangan macem-macem disini.” Ujar Jihoon ketika Seungcheol mulai mengecupi lehernya.

“Mas kangen banget sama kamu.”

“Iya, aku juga. Tapi ga disini nanti Chan liat gimana? Udah ada Jeonghan juga kan sekarang.”

“Oh ya lupa udah ada orang lain.”

“Chan mana mas?”

“Lagi main sama Jeonghan dikamarnya. Mau nengokin dulu?”

“Yaiya dong.”

“Kirain mau langsung ke kamar.”

“Mesum banget sih ayah.” Jihoon berjalan menuju kamar anaknya, dan ia mendapati Jeonghan dan Chan sedang bermain bersama.

“Chan.” Chan berlari menuju Jihoon dan memeluknya.

“Kangen papa.”

“Papa juga kangen, Chan. Udah makan belum?”

“Udah pa, tadi kak Jeonghan masak enak banget.”

“Oh iya? Papa di sisain gak?”

“Kayaknya enggak, soalnya di abisin ayah.”

Seungcheol yang mendengar itu tidak terima. “Fitnah yang, Chan yang makannya banyak. Aku nyicip doang.”

Jeonghan dan Jihoon tertawa mendengar pertengkaran ayah dan anak itu.”

“Yaudah bobok ya, besok kan sekolah.”

“Bobo sama papa?”

“Bobonya sama kak Jeonghan dulu ya, Chan.” Ucap Seungcheol

“Emangnya kenapa? Aku gak boleh bobok sama papa?”

“Kan udah pas nih, papa sama ayah. Chan sama kak Jeonghan.”

“Ayah pelit.”

“Chan bobok sama kak Jeonghan dulu ya. Papa sama ayah ada kerjaan.” Ucap Jihoon

“Kerjaan apa?”

“Anak kecil gak boleh tau lah.”

“Ayah pelit part 2.”

“Chan, nanti mau kak Jeonghan bacain dongeng gak?” Tanya Jeonghan

Chan mengangguk semangat. “Mau kak.”

“Yaudah berarti gak boleh gangguin ayah sama papanya kerja ya?”

Jeonghan bisa melihat ada semu merah di wajah Jihoon karena ucapannya. Ia juga paham apa yang akan di lakukan pasangan itu

“Oke, kak.”

“Yaudah papa sama ayah ke kamar ya? Chan cepet tidur.”

“Okay papa.”

Jihoon mengecup kening Chan. “Ayah papa love Chan.”

“Chan juga love papa, ayah engga.”

Seungcheol ikut mengecup kening Chan. “Gak jadi ya Lego yang kemarin?”

“Jangan. Iya deh Chan love ayah juga.”

. . . . . . . . . .

Jeonghan keluar dari kamar Chan setelah anak itu tertidur pulas, ia tidak sengaja melewati kamar Seungcheol dan Jihoon yang sedikit terbuka.

Jeonghan melihat Seungcheol yang berada di atas tubuh Jihoon dengan menggerakkan pinggulnya. Jeonghan melihat punggung tegap telanjang Seungcheol.

Jeonghan terkejut ketika Seungcheol dan Jihoon bertukar posisi. Ia sempat melihat kejantanan Seungcheol sebelum lubang Jihoon menelannya hingga habis.

Dan tanpa sadar Jeonghan mengusap bagian bawahnya, ia melihat dengan seksama bagaimana Seungcheol berperan dalam kegiatan panas itu.

Jeonghan melenguh ketika tidak sengaja ia mendengar suara desahan Seungcheol, ia menggigit bibir bawahnya menahan desahannya ketika ia menyentuh sendiri bagian bawahnya.

Jeonghan mengocok kejantanannya dengan cepat ketika ia melihat Jihoon makin bergerak liar di atas Seungcheol.

“Emm—.” Jeonghan melenguh kecil ketika ia merasakan kejantanan akan mengeluarkan cairannya.

“ARGHHHH.” Tepat Seungcheol keluar, Jeonghan juga mengeluarkan cairannya dan mengenai celananya.

“Pak Seungcheol seksi banget. Gimana ya kalo dia di atas gue? Pasti lebih seksi.”

Jeonghan berjalan menuju kamarnya dengan celana basah akibat pelepasannya.

Setelah mengabarkan suaminya, Jihoon kembali memeluk tubuh laki-laki yang tadi memberinya kenikmatan. Saat ini keduanya berada di hotel dekat kantor mereka.

“Chat siapa sih?” Tanya Soonyoung sambil mengecup bahu telanjang Jihoon.

“Ngechat si mas, ngasih tau kalo baby sitter nya Chan udah dateng.”

“Cowok atau cewek?”

“Cowok, namanya Jeonghan.”

“Hati-hati loh kamu.”

“Kenapa?”

“Suami kamu kan kerja di rumah, nah di rumah ada baby sitter nya Chan. Siapa tau dia ke goda.”

Jihoon diam sejenak, lalu ia menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan ucapan Soonyoung.

“Mas gak mungkin kayak gitu.”

“Gak ada yang gak mungkin, sayang.”

“Ah udah deh, kenapa malah bahas si mas?”

Soonyoung menurunkan tubuhnya tepat di dada sang sekretaris, lalu ia menggigit dan menghisap puting itu. Jihoon melenguh ketika Soonyoung menjilati putingnya dengan lembut. Ia meremas rambut Soonyoung, menyalurkan afeksinya kepada Soonyoung.

“Pak—.”

“Saya gemes sama puting kamu.”

“Iya tapi jangan di gigitin terus, lecet tau.” Jihoon mengecek putingnya yang memerah akibat Soonyoung.

“Suami kamu suka juga sama puting kamu?”

“Kalian sama, sama-sama suka semuanya.”

“Enakan saya atau suami kamu?”

Jihoon terdiam.

“Jihoon?”

“Karena akhir-akhir ini saya selalu sama bapak, ya bapak.”

“Kamu udah gak pernah berhubungan badan sama suami kamu?”

“Udah lama engga, karena saya capek. Saya setiap hari ngelayanin bapak. Jadi kalo sampai rumah, saya maunya langsung tidur.”

“Bagus, emang paling bener kamu ngeseks sama saya aja.”

“Ya ga bisa gitu dong pak, saya kan punya suami yang punya nafsu juga.”

“Tapi nanti kamu capek?”

Jihoon mengecup bibir Soonyoung. “Tapi saya seneng, bisa bikin kalian berdua suka sama badan saya.”

Soonyoung menggigit kecil hidung Jihoon. “Enak ya kamu yang muasin 2 orang.”

“Hehehehe.”

Soonyoung menggerakkan pinggulnya, kejantanannya masih tertanam di dalam lubang Jihoon.

“Lanjut ya?”

“Ehm—kita ga ke kantor lagi pak?” Tanya Jihoon, sambil melenguh karena Soonyoung menggerakkan lagi pinggulnya.

“Gak usah, saya masih mau kamu.”

“Arghhhh pak—.”

Setelah mengabarkan suaminya, Jihoon kembali memeluk tubuh laki-laki yang tadi memberinya kenikmatan. Saat ini keduanya berada di hotel dekat kantor mereka.

“Chat siapa sih?” Tanya Soonyoung sambil mengecup bahu telanjang Jihoon.

“Ngechat si mas, ngasih tau kalo baby sitter nya Chan udah dateng.”

“Cowok atau cewek?”

“Cowok, namanya Jeonghan.”

“Hati-hati loh kamu.”

“Kenapa?”

“Suami kamu kan kerja di rumah, nah di rumah ada baby sitter nya Chan. Siapa tau dia ke goda.”

Jihoon diam sejenak, lalu ia menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan ucapan Soonyoung.

“Mas gak mungkin kayak gitu.”

“Gak ada yang gak mungkin, sayang.”

“Ah udah deh, kenapa malah bahas si mas?”

Soonyoung menurunkan tubuhnya tepat di dada sang sekretaris, lalu ia menggigit dan menghisap puting itu. Jihoon melenguh ketika Soonyoung menjilati putingnya dengan lembut. Ia meremas rambut Soonyoung, menyalurkan afeksinya kepada Soonyoung.

“Pak—.”

“Saya gemes sama puting kamu.”

“Iya tapi jangan di gigitin terus, lecet tau.” Jihoon mengecek putingnya yang memerah akibat Soonyoung.

“Suami kamu suka juga sama puting kamu?”

“Kalian sama, sama-sama suka semuanya.”

“Enakan saya atau suami kamu?”

Jihoon terdiam.

“Jihoon?”

“Karena akhir-akhir ini saya selalu sama bapak, ya bapak.”

“Kamu udah gak pernah berhubungan badan sama suami kamu?”

“Udah lama engga, karena saya capek. Saya setiap hari ngelayanin bapak. Jadi kalo sampai rumah, saya maunya langsung tidur.”

“Bagus, emang paling bener kamu ngeseks sama saya aja.”

“Ya ga bisa gitu dong pak, saya kan punya suami yang punya nafsu juga.”

“Tapi nanti kamu capek?”

Jihoon mengecup bibir Soonyoung. “Tapi saya seneng, bisa bikin kalian berdua suka sama badan saya.”

Soonyoung menggigit kecil hidung Jihoon. “Enak ya kamu yang muasin 2 orang.”

“Hehehehe.”

Soonyoung menggerakkan pinggulnya, kejantanannya masih tertanam di dalam lubang Jihoon.

“Lanjut ya?”

“Ehm—kita ga ke kantor lagi pak?” Tanya Jihoon, sambil melenguh karena Soonyoung menggerakkan lagi pinggulnya.

“Gak usah, saya masih mau kamu.”

“Arghhhh pak—.”

Jeonghan memencet bel rumah yang akan ia tempati segera.

Cklekkkk

Seorang laki-laki dewasa keluar dengan kaos oblong dan celana pendeknya.

“Baby sitter ya?”

Jeonghan terpukau dengan orang di depannya.

“Halo?” Jeonghan tersadar dari lamunannya, lalu ia mengangguk.

“Saya Jeonghan, pak. Baby sitter nya anak bapak.”

“Oh okay, saya Seungcheol. Ayahnya Chan. Masuk Jeonghan.”

Jeonghan masuk mengikuti arah Seungcheol.

“Langsung saya tunjukin kamar kamu aja ya?”

“Anjrit gue langsung dibawa ke kamar. Ngewe gak nih?”

Seungcheol membawanya ke kamar yang akan Jeonghan tempati.

“Ini kamar kamu ya Jeonghan.”

“Oh iya pak.”

“Kamu boleh istirahat dulu, soalnya Chan lagi main ke rumah om nya.”

“Iya pak.”

“Kalo butuh sesuatu, panggil aja ya saya di ruang kerja.” Ucap Seungcheol sambil menunjuk ke arah pintu dekat tangga naik.

Jeonghan mengangguk. “Iya pak Seungcheol. Saya izin istirahat sebentar. Ngomong-ngomong pak Jihoon sedang pergi atau gimana ya pak?”

“Oh suami saya lagi kerja. Nanti sore pulangnya.”

“Oh gitu, yaudah pak.”

“Maaf ya saya ga buatin kamu minum, kerjaan saya lagi banyak. Kalo kamu aus ambil sendiri aja.”

“Iya pak, nanti saya ambil sendiri. Terima kasih, selamat bekerja.”

Seungcheol mengangguk, lalu ia keluar dari kamar Jeonghan menuju ruang kerjanya. Jeonghan memperhatikan tubuh tegap Seungcheol yang mempesona walau dari belakang.

“Beruntung banget pak Jihoon dapet pak Seungcheol. Gue juga mau.”

Jihoon sampai di depan lapangan tak jauh dari rumahnya, tapi tidak di antar oleh supir kantor melainkan Soonyoung.

Bibir keduanya saling bertaut dengan rakus, Soonyoung juga sedikit mengelus tonjolan kecil milik Jihoon dari luar bajunya. Saat tangan Soonyoung mulai meraba bagian bawahnya, Jihoon menepisnya dan melepaskan ciuman mereka.

“Jangan iseng deh, ini di daerah rumah saya pak.”

“Pegang doang.”

“Bapak mah bilangnya pegang doang, taunya minta masuk.”

Soonyoung tertawa. “Kangen.”

“Ya sama, tapi kan perjanjiannya kalo weekend saya boleh sama keluarga saya.”

“Oke-oke saya ngalah.”

Jihoon menangkup wajah bosnya, dan mengecup bibir bosnya singkat.

“Kan Senin-Jumat saya sama bapak. 2 hari gak bakal kerasa kok.”

“Okay-okay.”

“Yaudah saya pulang ya, pak? Inget apa perjanjian kita yang lain?”

“Okay, saya gak boleh hubungin kamu selama weekend.”

“Pinter.” Jihoon mengecup lagi bibir tebal bosnya.

“Bapak hati-hati ya pulangnya.” Ucap Jihoon sambil bergegas keluar dari mobil, Soonyoung mengangguk dan menjalankan mobilnya. Jihoon memperhatikan mobil yang menjauh dari pandangannya.

“Sayang?” Jihoon terkejut ketika mendapati Seungcheol ada di sana. “Mas ga liat kan?”

“Mas kok disini?”

“Mas abis beli lauk di depan, kamu kenapa turun disini?”

“Oh itu, supirnya mau jemput pak bos.”

“Oh tadi kamu gak meeting sama bos kamu?”

“Sama beliau, tapi beliau balik ke kantor karena ada yang ketinggalan di kantor.”

Seungcheol mengangguk lalu merentangkan sebelah tangannya untuk menggandeng tangan Jihoon “Yuk?”

Jihoon dengan senang hati menerimanya. “Jadi inget pas pacaran dulu, kalo mobil mas lagi di bengkel mas tetep jemput aku walaupun harus naik kendaraan umum.”

“Masa-masa sulit itu jangan di inget.” Ucap Seungcheol dengan tersenyum geli.

“Biarin aja, kan sisi romantis mas itu.”

“Makannya jangan sibuk-sibuk biar bisa ngerasain sisi romantis mas lagi.”

Jihoon terkekeh geli. “Ntar aku cuti deh, terus romantisin aku ya, mas?”

“Siap sayang.”

Keduanya berjalan beriringan sambil bersenda gurau mengingat masa-masa pacaran mereka dulu.

Jihoon adalah sekretaris di salah satu perusahaan otomotif terbesar di Indonesia—Kwon Motor Company. Pekerjaan Jihoon sangatlah banyak, selain mengurusi klien-klien tempatnya bekerja, ia juga harus mengurusi bosnya—Kwon Soonyoung. Dari mengatur jadwal bosnya, mengatur segala urusan pribadi bosnya, sampai mengatur posisi saat bosnya memintanya untuk melakukan hubungan “kerja”.

“Eunghhhh.” Jihoon melenguh ketika Soonyoung memanjakan puting miliknya. Ia bahkan menekan kepala Soonyoung agar terus menjamah bagian sensitifnya itu.

Saat ini keduanya sedang berada di ruang kerja milik Soonyoung—yang bahkan sudah menjadi ruangan “pribadi” mereka. Hubungan keduanya berawal dari tahun pertama Jihoon bekerja sebagai sekretaris di sana, dan saat ini sudah tahun ketiga Jihoon bekerja.

Dan yang mereka lakukan adalah “kegiatan pagi” mereka. Soonyoung meminta Jihoon agar menjadi sekretaris sekaligus “sekretaris++” untuknya. Awalnya Jihoon menolak, karena itu tidak baik, tapi siapa yang kuat oleh pesona pewaris Kwon Company? Jihoon sudah bertekuk lutut pada Soonyoung.

Posisi keduanya saat ini adalah, Jihoon yang duduk di atas meja kerja Soonyoung dan Soonyoung duduk di kursi kebesarannya. Jihoon menangkup tubuh Soonyoung dengan kedua kakinya, menahan kepala sang bos agar tidak pergi dari dadanya.

“Ouhhhh—.”

Soonyoung menggigit puting itu dengan gemas, sesekali ia memutarkan lidahnya di sekitar puting itu.

Sekitar 30 menit dengan posisi seperti itu, keduanya telah menyelesaikan kegiatan pagi mereka.

“Besok saya jemput, nginep di apartemen saya.” Ucap Soonyoung sambil memilin-milin puting Jihoon.

“Jangan pak—hm. Nanti mas curiga.” Jawab Jihoon, sesekali ia melenguh ketika Soonyoung menyubit putingnya.

Yang perlu kalian tau, Jihoon adalah laki-laki bersuami yang sudah memiliki satu anak.

Apartemen milik Seungcheol sudah ramai orang saat ini, acara sudah di mulai daritadi saat ini sedang bagian makan makanan yang sudah di sediakan si pemilik apartemen.

Dari jauh, Seokmin bisa melihat Jisoo yang sama sekali tidak mau melihat dirinya, dan sebisa mungkin Jisoo menghindari dirinya.

Saat ini Jisoo sedang berada di lobby apartemen, karena mau mengambil sesuatu di mobilnya, dan ini kesempatan untuk Seokmin.

“Soo.”

Jisoo buru-buru masuk ketika ia menemukan Seokmin di sana. Tapi Seokmin lebih cepat dari Jisoo.

“Lepasin gue.” Jisoo memberontak ketika Seokmin memegang tangannya.

“Soo, dengerin aku dulu.”

“Apa lagi sih Seokmin? Udah ya, gue udah gak mau berurusan sama lo.”

“Soo, aku minta maaf.”

“Udah gue maafin.”

“Soo.”

“Apalagi? Lo dateng ke gue pas lo ditolak sama Soonyoung? Gue bukan pilihan, Seokmin.”

“Oke, kamu marah karena aku tinggalin gitu aja. Tapi Soonyoung itu masih pasien aku, aku harus ngeutamain pasien Soo.” Jisoo hanya diam, Seokmin dengan pelan menarik Jisoo masuk ke pelukannya.

“Aku minta maaf, Soo. Aku tau aku brengsek banget waktu itu, aku egois. Aku minta maaf banget sama kamu.”

Seokmin merasakan dadanya basah—jisoo menangis. Jisoo mengeratkan pelukannya pada Seokmin.

“Aku minta maaf ya, Soo.”

“Jangan tinggalin aku lagi.”

Seokmin tersenyum. “Engga bakal Soo. Aku mau coba sama kamu, mau kan kamu bantuin aku untuk sama kamu terus?”

Jisoo mengangguk. “Mau, Seokmin.”

. . . . . . . . . . .

“Kamu mau pizza ga, young?”

“Kenyang aku kamu jejelin makanan mulu.”

“Biar gemuk.”

“Ntar jelek dong kalo gemuk.”

“Biarin aja.”

“Ntar kamu gak mau lagi dong sama aku.”

“Aku sengaja bikin kamu gemuk, biar gak ada yang mau sama kamu. Biar aku aja.”

Soonyoung tersenyum lalu ia merengkuh tubuh Jihoon. “Posesif banget nih yang punya.”

“Biarin.”

“Ji?”

“Hm?”

“Nanti kamu maunya tinggal disini atau di Amerika?”

“Kalo bisa disini aja young, aku gak mau jauh-jauh dari bunda.”

Soonyoung mengangguk mengerti, lalu ia melepaskan rengkuhannya dan memainkan ponselnya.

“Ngapain sih?”

“Kerjaan dikit.”

“Udah disini masih aja kerja, Athan noh nyariin kamu.”

“Ntar aku ke Athan nya, sekarang mau ke ayah kamu dulu.”

“Hah? Mau ngapain?”

“Ntar juga tau.” Soonyoung beranjak pergi lalu ia menuju tempat dimana ayah Jihoon dan Seungcheol berada. Jihoon hanya memperhatikan mereka bertiga.

. . . . . . . . . .

“Han, lo sakit ya? Pucet banget.” Ucap Hao

“Dari pagi badan gue agak greges gitu deh. Kenapa ya?”

“Lo mau gue anter ke rumah sakit?”

“Enggalah, masa ada acara gue malah di rumah sakit. Istirahat bentar juga enakan.”

“Yaudah sana lo ke kamar, rebahan bentar.”

“Iya kali ya?”

“Perlu gue panggilin laki lu?”

“Engga usah, dia lagi ngobrol sama ayah. Gue ke kamar bentar, kalo dia nanya kasih tau aja ya. Gue titip Athan bentar.” Jeonghan menuju kamarnya, ia merebahkan tubuhnya sambil memijat-mijat kecil keningnya yang berdenyut. Ia memejamkan matanya, lalu beberapa menit kemudian ia terlelap.

Di depan Seungcheol mencari keberadaan Jeonghan. Tapi ia tidak menemukan dimana Jeonghan berada.

“Kwan, Jeonghan kemana?”

“Ke kamar mas, gak enak badan katanya.”

Seungcheol mengernyitkan keningnya, apa ia yang tidak peka sampai ia tidak tau kalau Jeonghan sakit.

“Oke thanks ya.” Seungcheol langsung menuju kamarnya dan benar Jeonghan di sana, sedang tertidur. Ia menghampiri Jeonghan dan mengelus rambut suaminya itu.

Jeonghan terbangun ketika ia merasakan usapan lembut di kepalanya.

“Mas?”

“Kamu sakit, dek?”

“Pusing aja, ntar juga enakan.”

“Ke rumah sakit ya?”

Jeonghan menggeleng. “Istirahat bentar aja mas.”

“Mas kok gak peka banget ya, suaminya sakit malah gak tau.”

“Aku gak sakit cuma pusing. Ntar juga sembuh.”

“Mas pijitin?”

“Engga usah, mas daritadi kerja pasti capek.”

“Yaudah mas peluk aja.”

Seungcheol memeluk Jeonghan dengan erat, Jeonghan terkekeh.

“Ntar kamu ikutan bobo deh.”

“Gapapa deh.”

“Mas?”

“Hm?”

“Kayaknya aku hamil deh.”

“Hah? Hamil? Serius dek?”

“Mau cek gak?”

“Kamu ada testpack?”

“Iseng beli kemarin, mau nyoba mas?”

“Boleh sayang.”

. . . . . . . . . .

Malam makin larut, tapi tidak membuat mereka semua lelah. Jeonghan dan Seungcheol juga sudah berkumpul dengan mereka, karena Soonyoung mengumpulkan mereka semua. Bahkan Seokmin dan Jisoo juga ada di sana.

“Sebenernya aneh sih kalo gue omongin ini disini.”

“Emangnya kamu mau ngomong apa young?”

Soonyoung terdiam, ia menggenggam tangan Jihoon. Semuanya memperhatikan mereka.

“Ji?”

“Hm?”

“Nikah yuk?”

Bukan cuma Jihoon yang terkejut, mereka semua terkejut kecuali Seungcheol dan ayahnya.

“Young, kamu serius?”

“Serius sayang, aku udah izin sama ayah sama Seungcheol. Tinggal sama bunda nanti.”

Soonyoung mengeluarkan sesuatu dari kantong jaketnya, cincin yang ia beli sehari setelah Jihoon mengajaknya untuk datang ke acara syukuran Athan.

“Aku beli ini sehari setelah kamu ajak aku ke sini. Awalnya aku takut, takut gak diterima lagi di keluarga ini, tapi kamu berkali-kali ngeyakinin aku kalau aku layak disini.”

Jihoon merasakan matanya berembun, dan bulir air mata siap jatuh dari kedua matanya.

“Ji, mungkin ini terlalu cepat buat kita, tapi aku yakin sama kamu. Yakin kalau kamu pelabuhan terakhir aku.”

Jihoon menangis, ia tidak tau kalau Soonyoung bisa berbicara semanis itu.

“Kamu mau gak jadi orang nomor dua di kartu keluarga kita nanti?”

“Mau, young.”

. . . . . . . . . .

Selepas kejutan manis dari Soonyoung untuk Jihoon, Jeonghan dan Seungcheol juga mempunya kejutan untuk mereka semua.

“Hari ini banyak kejutan ya, bund.” Ucap Jun

“Kurang door prize aja gak sih?” Tanya Jisoo

“Ntar kita balik juga bakal dapet plastik isi snack sama nasi kuning.” Jawab Hao

“Jadi apa nih Han kejutannya?” Tanya Seungkwan

“Hehehehe, kalian pasti seneng.”

“Ya apa?” Jihoon gregetan sekali ketika kakak-kakaknya malah bermain-main.

Jeonghan menoleh ke arah Seungcheol, dan Seungcheol mengangguk.

“Han hamil lagi.”

End

“Ayah pulang.”

Seungcheol tersenyum ketika melihat Athan berjengkit heboh ketika melihat ia pulang.

“Halo, jagoan.” Seungcheol mengecup kening Athan.

“Papa mana, sayang?”

“Papapapapa...”

“Iya, mana papanya?”

“Mas?” Jeonghan muncul dengan botol susu di tangannya. Jeonghan mendekat ke arah Seungcheol dan Athan, ia memberikan botol itu pada Athan setelahnya ia mengambil tas kerja dan plastik yang dibawa Seungcheol. Seungcheol mengecup kening Jeonghan.

“Mau mandi dulu, mas?”

“Boleh, dek.” Lalu Seungcheol berjalan menuju kamarnya.

“Athan tunggu bentar ya, papa nyiapin baju ayah dulu.” Ucap Jeonghan sambil menyusul Seungcheol.

Sesampainya di kamar Jeonghan dikejutkan dengan Seungcheol yang tiba-tiba menarik tangannya lalu ia masuk kedalam pelukan hangat suaminya. Seungcheol mengecup, menghirup aroma sampo yang Jeonghan gunakan.

“Kaget tau mas.”

Seungcheol terkekeh. “Kangen banget mas sama kamu dek.”

“Padahal tiap hari ketemu.”

“Cuma kan ada jam-jam mas gak ketemu kamu.”

“Terus gimana? Mas mau di rumah aja atau aku yang ikut mas kemana-mana?”

Seungcheol dan Jeonghan tertawa.

“Dek, kita bikin syukuran yuk?”

“Bikin syukuran untuk apa mas?”

“Ya syukuran karena kamu pulang. Lagian Athan juga belum pernah mas buatin pesta kan?”

“Boleh sih mas, tapi jangan gede-gede.”

“Kita buat sama sahabat-sahabat kamu aja. Bunda, ayah juga.”

“Papa mama di undang ya mas?”

“Engga sayang, mas gak mau undang orang-orang yang jahat sama kamu.”

“Mas?”

“Dek, mas gak mau berantem ya sama kamu. Sekali mas bilang engga, ya engga.”

Jeonghan mengeratkan pelukannya ia mengelus-elus punggung suaminya. “Oke mas, iya kita gak usah undang mama papa.”

“Dek?”

“Ya mas?”

“Mas pengen kamu.”

Jeonghan mengerti apa yang Seungcheol maksud.

“Nanti malem ya mas? Kalo Athan udah tidur. Sekarang mas mandi, terus makan. Kasian Athan sendirian di depan.”

“Janji ya?”

“Emang kapan sih aku gak mengiyakan ajakan mas?”

“Hehehehe. Yaudah mas mandi dulu ya sayang. Kamu gak mau ikut mandi lagi?”

Jeonghan menggeleng. “Kalo sama mas gak cuma mandi, kasian Athan sendirian.”

“Besok-besok Athan titipin bunda aja ya dek?”

“Biar apa?”

“Biar kita bisa mandi bareng.”

Jeonghan memukul lengan Seungcheol. “Mesum.”

. . . . . . . . .

Saat ini Jeonghan, Seungcheol dan Athan sedang makan malam bersama. Jeonghan dengan cekatan menyuapi Athan, serta mengambilkan Seungcheol lauk-pauk.

“Jadi mau bikin syukurannya kapan mas?”

“Minggu depan aja ya dek?”

Jeonghan mengangguk. “Nanti aku kabarin temen-temen aku. Sun di undang kan mas?”

“Undang aja sayang.”

“Kamu gak marah sama dia kan karena masalah waktu itu?”

“Engga dong, kan aku udah tau masalahnya apa.”

“Makasih ya mas, kamu udah mau ngerti.”

“Sama-sama sayang.”

. . . . . . . . . .

“Eunghhhh masshh.”

Jeonghan memekik kecil ketika kejantanan Seungcheol berhasil masuk ke dalam lubangnya. Jeonghan sesekali menengok ke arah Athan yang tertidur di atas ranjang. Saat ini Seungcheol dan Jeonghan sedang melakukan hubungan intim, mereka memakai kasur lantai karena tidak mungkin disebelah Athan. Athan sendiri sebenarnya tidak bisa tidur sendirian maka dari itu ia tidur dengan papa dan ayahnya.

Seungcheol menggerakkan pinggulnya dengan lembut, ia memilin puting Jeonghan. Dari atas ia melihat wajah Jeonghan yang sudah diselimuti nafsu.

“Kamu cantik banget sih, dek.”

Jeonghan selalu suka kalau Seungcheol memujinya.

“Mas—hmm.”

Jeonghan menahan desahannya ketika Seungcheol berhasil mengenai sweet spotnya. Ia berpegangan pada lengan kekar Seungcheol ketika ia rasa Seungcheol makin mengencangkan gerakannya.

“Ouhhhhh—.”

Seungcheol melenguh ketika lubang Jeonghan meremas miliknya.

“Sayang, kamu ketat banget—hmm.”

“Mas, aku mau keluar.”

“Keluarin aja, dek.”

“Arghhhh—”

Cairan Jeonghan keluar, sampai mengenai dada telanjang Seungcheol.

“Maaf mas.”

“Gapapa, sayang.”

Seungcheol kembali menggerakkan pinggulnya ketika ia merasa milik Jeonghan kembali bangun. Dengan cepat ia bergerak maju-mundur sambil mengocok kejantanan Jeonghan.

“Mas mah—.” Jeonghan merengek kecil karena Seungcheol tidak memberinya kesempatan untuk beristirahat sejenak.

“Maaf sayang, mas ga kuat liat kamu kayak gini.”

Bagaimana Seungcheol bisa tahan, kalau Seungcheol tergeletak tidak berdaya dibawah kungkungannya dengan bibir bengkak, puting memerah dan kejantanan mengacung tegak.

Sekarang Jeonghan yang merasakan kalau kejantanan Seungcheol mulai membesar di dalamnya. Ia tau Seungcheol akan keluar, maka ia ikut mengetatkan lubangnya.

Seungcheol mendongak ketika Jeonghan dengan sengaja mengetatkan lubangnya, dengan gerakan cepat dan berlawanan mereka berdua sama-sama mendapatkan kenikmatan yang luar biasa.

“Mas keluar, dek. Arghhhh—.”

Seungcheol mengeluarkan cairannya di dalam lubang Jeonghan, keduanya terengah-engah karena pelepasan mereka. Saat sedang mengatur nafas, Athan menangis dengan kencang.

Seungcheol menahan Jeonghan saat laki-laki itu akan bangkit.

“Kamu istirahat aja dek, Athan biar mas aja. Pindah ke ranjang sana kamu.”

“Aku dibawah dulu deh mas, lemes banget.” Seungcheol tertawa, lalu ia meraih Athan dan membawanya ke dalam gendongannya. Lalu melihat Jeonghan yang meringkuk dalam selimut.

“Anak ayah pinter ih, gak gangguin ayah sama papa bikin Adek. Athan mau Adek ya? Nanti ayah buatin ya sayang, yang penting Athan gak rewel.”

Setelah mendapat kabar dari Soonyoung, Seokmin langsung pergi begitu saja meninggalkan Jisoo yang hanya diam di atas ranjangnya. Tanpa menoleh kebelakang lagi Seokmin tidak tau kalau Jisoo sudah memupuskan harapannya.

Sesampainya di apartemen Soonyoung, Seokmin buru-buru mengetuk pintu dan mendapati Jihoon di sana.

“Jihoon?”

“Oh, dokter Seokmin. Masuk dok.”

“Kok kamu bisa ada disini ji?” Tanya Seokmin sembari masuk ke dalam.

“Tadi young yang telpon dok, karena panik jadinya gue dateng dan gak tau ternyata dia nelpon dokter juga.”

Young?

“Dok, mau periksa young dulu?” Tanya Jihoon membuyarkan lamunan Seokmin. Lalu ia mengangguk dan masuk ke dalam kamar Soonyoung.

Di dalam, Seokmin melihat Soonyoung terbaring tapi tidak tidur.

“Oh, udah dateng?” Seokmin mengangguk.

“Jihoon mana Seok?”

“Ada aku tapi kamu malah nyari orang lain. Aku bener-bener kalah ya, soon?”

“Seok?”

“Lagi di dapur, gak tau sih ngapain.”

Soonyoung mengangguk. “Tungguin dia ya, biar dia tau pengobatan gue gimana.”

Seokmin tidak menjawab tidak mengangguk.

“Soon.”

“Ya Seok?”

“Aku mau jujur sama kamu.”

“Jujur? Soal apa?”

Seokmin menarik nafasnya, mencoba menghilangkan kegugupannya.

“Soon maaf, aku sayang sama kamu.”

Soonyoung terdiam.

“Aku sayang sama kamu sejak pertama kamu jadi pasien aku. Sejak kamu mandang ke arah Jeonghan dengan penuh cinta. Dan sampai saat ini, ketika posisi Jeonghan digantikan oleh Jihoon.”

“Seok, tapi—.”

“Aku paham soon, ini juga udah ga bener. Aku ngelanggar kode etik pekerjaan aku.”

“Tapi aku udah janji sama Jihoon, Seok.”

Seokmin tersenyum. “Aku tau soon. Kamu serius sama dia.”

“Maafin aku, Seok.”

“Gapapa soon. Tapi aku harus mengundurkan diri sebagai dokter kamu.”

“Loh kenapa? Kita gak bisa bersikap biasa aja?”

Seokmin menggeleng. “Aku udah ngelanggar kode etik dan ini konsekuensinya, aku harus mengundurkan diri.”

“Seok....”

“Gapapa soon, kita masih bisa jadi temen.”

Soonyoung mengangguk.

“Soon?”

“Ya?”

“Aku boleh peluk kamu untuk yang terakhir kalinya?”

Soonyoung mengangguk. “Boleh Seok.”

Lalu Seokmin merengkuh tubuh Soonyoung. Tubuh yang mungkin tidak akan bisa ia rengkuh lagi dikemudian hari.

“Kamu harus bahagia ya, Seok.”

Seokmin mengangguk. “Kamu juga ya soon.”

Tok tok tok tok

Seokmin dan Soonyoung melepaskan pelukan mereka. Dan Jihoon muncul di sana.

“Gue ganggu?”

“Sini ji, kamu lama banget sih? Dokter Seokmin kan nungguin daritadi.” Ucap Soonyoung mengulurkan tangannya meminta agar Jihoon menggenggamnya.

“Aku bikin minuman sama nyiapin cemilan buat dokter Seokmin.” Jihoon menggenggam tangan Soonyoung. Jihoon dan Soonyoung memutuskan membuka lembaran baru untuk mereka—hanya ada mereka.

“Temenin aku ya?”

“Aku bakal temenin kamu sampai kapanpun, young.”

Seokmin tersenyum melihat keduanya. Berarti keputusannya benar, ia harus merelakan Soonyoung.

Seokmin sudah sampai di apartemen milik Jisoo, Jisoo bahkan sudah menyiapkan makanan untuk mereka.

“Kamu masak banyak banget Soo?”

“Aku gak tau kamu suka apa, jadi aku masak apa aja.”

“Jadi ngerepotin kamu ini mah.”

“No, aku seneng.”

“Aku makan ya?”

Jisoo tersenyum, lalu memperhatikan Seokmin memakan masakannya.

“Enak?”

Seokmin mengangguk. “Enak banget.”

“Abisin ya?”

“Kamu juga makan dong.”

“Okay.”

. . . . . . . . . .

Saat ini Jisoo dan Seokmin sedang menikmati wine yang Jisoo beli kemarin.

“Jangan banyak-banyak, Seok.” Ucap Jisoo

“Jisoo, kamu pernah gak jatuh cinta sama orang yang gak bisa kamu dapetin?”

“Pernah, kamu kan?”

Seokmin terkekeh. “Sedih banget ya?”

“Ya namanya manusia Seok, suka menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh.”

Seokmin terdiam, lalu ia menatap wajah Jisoo. Sedetik kemudian wajah keduanya sudah berhadapan. Seokmin mengelus wajah Jisoo dengan lembut.

“Kamu cantik banget, Soo.”

“Kamu mabuk, Seok.”

“Aku cium, boleh?”

Jisoo tidak menjawab, tapi ia menutup matanya dan itu adalah lampu hijau untuk Seokmin.

Lalu Seokmin menarik tengkuk leher Jisoo, dan menyatukan bibir keduanya. Seokmin menyesap bibir Jisoo yang manis karena wine. Lidah keduanya saling beradu satu sama lain, Jisoo sudah mengalungkan lengannya di leher Seokmin menahan kepala Seokmin agar tidak menjauh dari dirinya.

30 menit kemudian Seokmin terlebih dahulu melepaskan tautan bibir mereka, keduanya terengah-engah karena ciuman panas mereka.

“Mau disini atau di kamar, Seok?”

“Kamu maunya dimana?”

“Kamar?”

“Kedengarannya bagus.”

. . . . . . . . . .

Jisoo mendongakkan kepalanya ketika Seokmin mengecupi lehernya. Ia menahan kepala Seokmin agar terus di sana. Tangan Seokmin menyusup ke dalam baju yang dikenakan Jisoo, mengelus gundukan kecil di dada Jisoo.

“Ohhhh—.” Jisoo melenguh ketika Seokmin mencubit putingnya.

Lalu Seokmin menarik kepalanya, dan fokus membuka pakaian Jisoo dengan sesekali menatap Jisoo yang menahan nafsunya dengan menggigit bibir bawahnya untuk menggoda Seokmin.

“Jangan di gigit, itu tugas aku.” Ucap Seokmin sambil mengelus bibir Jisoo yang tadi ia gigit.

Seokmin mengecupi bagian dada Jisoo, ia menggigit-gigit kecil gundukan kecil Jisoo dan lagi-lagi Jisoo menahan kepala Seokmin agar terus di sana.

“Jangan berenti, ohhh aku suka—hm.”

Setelah itu, Jisoo mendorong tubuh Seokmin. Ia menyesap semuanya yang ada di tubuh Seokmin. Sekarang ia terhenti di depan kejantanan Seokmin.

“Aku buka ya, Seok?”

Seokmin mengangguk. Ia menyamakan posisinya. Jisoo membuka resleting celana Seokmin dengan pelan, sesekali ia mengelus-elus bagian itu. Setelah terbuka, terpampang jelas kejantanan Seokmin yang sudah berdiri tegak.

Jisoo mengulum kejantanan Seokmin, ia menaik-turunkan kepalanya agar bisa melahap habis kejantanan Seokmin. Seokmin sendiri sudah tidak bisa lagi menahan desahannya, ia mengelus rambut Jisoo.

“Oh—.” Ketika Jisoo menghisap kejantanannya.

“Pinter banget sih, Soo.”

Jisoo tersenyum dengan kejantanan Seokmin yang masih berada di mulutnya. Lalu ia melakukan lagi apa yang ia lakukan tadi.

“Ohhhh Jisoo—.”

Jisoo mempercepat gerakannya ketika ia merasakan kejantanan Seokmin sudah mulai membesar di dalam mulutnya. Seokmin sendiri sudah menahan kepala Jisoo agar terus memakan kejantanannya, ia bahkan sedikit menggerakkan pinggulnya membantu Jisoo.

“Ahhhhh—.”

“Uhuk—.” Seokmin keluar tepat di dalam mulut Jisoo sampai Jisoo tersedak.

Seokmin mengelus wajah Jisoo yang masih ada sisa-sisa cairan miliknya.

“Enak banget mulut kamu, Soo.”

Jisoo tersenyum malu ketika Seokmin memujinya. Lalu Seokmin berbalik mendorong tubuh Jisoo. Jadi sekarang posisinya Jisoo berada dibawah kungkungan Seokmin. Dari bawah Jisoo melihat Seokmin yang sudah membuka semua pakaiannya.

Seokmin mengambil pelumas dan pengaman yang Jisoo sudah sediakan. Ia melumuri kejantanannya dan lubang Jisoo dengan pelumas itu. Jisoo mendesah kecil ketika dengan sengaja Seokmin melakukan gerakan memutar di lubangnya.

“Seok—.”

“Aku masukin ya?”

Jisoo mengangguk, ia tidak sabar akan melakukan dengan Seokmin.

Saat Seokmin akan memasukkan kejantanannya ke lubang Jisoo, tiba-tiba handphone Seokmin berbunyi dan nama Soonyoung tertera di sana. Dengan buru-buru ia mengangkat panggilan itu, terlihat jelas kekhawatiran di wajah Seokmin.

“Seok, ada apa?”

Seokmin turun dari ranjang Jisoo, ia memakai kembali pakaiannya.

“Soo, maaf. Soonyoung butuh aku. Nanti aku telfon kamu, ya?” Seokmin mengecup kening Jisoo dan berlalu begitu saja meninggalkan Jisoo yang bahkan tidak berusaha menahannya.

“Lo harus tau kalo bukan elo yang dia mau, Soo.”