akhir

Apartemen milik Seungcheol sudah ramai orang saat ini, acara sudah di mulai daritadi saat ini sedang bagian makan makanan yang sudah di sediakan si pemilik apartemen.

Dari jauh, Seokmin bisa melihat Jisoo yang sama sekali tidak mau melihat dirinya, dan sebisa mungkin Jisoo menghindari dirinya.

Saat ini Jisoo sedang berada di lobby apartemen, karena mau mengambil sesuatu di mobilnya, dan ini kesempatan untuk Seokmin.

“Soo.”

Jisoo buru-buru masuk ketika ia menemukan Seokmin di sana. Tapi Seokmin lebih cepat dari Jisoo.

“Lepasin gue.” Jisoo memberontak ketika Seokmin memegang tangannya.

“Soo, dengerin aku dulu.”

“Apa lagi sih Seokmin? Udah ya, gue udah gak mau berurusan sama lo.”

“Soo, aku minta maaf.”

“Udah gue maafin.”

“Soo.”

“Apalagi? Lo dateng ke gue pas lo ditolak sama Soonyoung? Gue bukan pilihan, Seokmin.”

“Oke, kamu marah karena aku tinggalin gitu aja. Tapi Soonyoung itu masih pasien aku, aku harus ngeutamain pasien Soo.” Jisoo hanya diam, Seokmin dengan pelan menarik Jisoo masuk ke pelukannya.

“Aku minta maaf, Soo. Aku tau aku brengsek banget waktu itu, aku egois. Aku minta maaf banget sama kamu.”

Seokmin merasakan dadanya basah—jisoo menangis. Jisoo mengeratkan pelukannya pada Seokmin.

“Aku minta maaf ya, Soo.”

“Jangan tinggalin aku lagi.”

Seokmin tersenyum. “Engga bakal Soo. Aku mau coba sama kamu, mau kan kamu bantuin aku untuk sama kamu terus?”

Jisoo mengangguk. “Mau, Seokmin.”

. . . . . . . . . . .

“Kamu mau pizza ga, young?”

“Kenyang aku kamu jejelin makanan mulu.”

“Biar gemuk.”

“Ntar jelek dong kalo gemuk.”

“Biarin aja.”

“Ntar kamu gak mau lagi dong sama aku.”

“Aku sengaja bikin kamu gemuk, biar gak ada yang mau sama kamu. Biar aku aja.”

Soonyoung tersenyum lalu ia merengkuh tubuh Jihoon. “Posesif banget nih yang punya.”

“Biarin.”

“Ji?”

“Hm?”

“Nanti kamu maunya tinggal disini atau di Amerika?”

“Kalo bisa disini aja young, aku gak mau jauh-jauh dari bunda.”

Soonyoung mengangguk mengerti, lalu ia melepaskan rengkuhannya dan memainkan ponselnya.

“Ngapain sih?”

“Kerjaan dikit.”

“Udah disini masih aja kerja, Athan noh nyariin kamu.”

“Ntar aku ke Athan nya, sekarang mau ke ayah kamu dulu.”

“Hah? Mau ngapain?”

“Ntar juga tau.” Soonyoung beranjak pergi lalu ia menuju tempat dimana ayah Jihoon dan Seungcheol berada. Jihoon hanya memperhatikan mereka bertiga.

. . . . . . . . . .

“Han, lo sakit ya? Pucet banget.” Ucap Hao

“Dari pagi badan gue agak greges gitu deh. Kenapa ya?”

“Lo mau gue anter ke rumah sakit?”

“Enggalah, masa ada acara gue malah di rumah sakit. Istirahat bentar juga enakan.”

“Yaudah sana lo ke kamar, rebahan bentar.”

“Iya kali ya?”

“Perlu gue panggilin laki lu?”

“Engga usah, dia lagi ngobrol sama ayah. Gue ke kamar bentar, kalo dia nanya kasih tau aja ya. Gue titip Athan bentar.” Jeonghan menuju kamarnya, ia merebahkan tubuhnya sambil memijat-mijat kecil keningnya yang berdenyut. Ia memejamkan matanya, lalu beberapa menit kemudian ia terlelap.

Di depan Seungcheol mencari keberadaan Jeonghan. Tapi ia tidak menemukan dimana Jeonghan berada.

“Kwan, Jeonghan kemana?”

“Ke kamar mas, gak enak badan katanya.”

Seungcheol mengernyitkan keningnya, apa ia yang tidak peka sampai ia tidak tau kalau Jeonghan sakit.

“Oke thanks ya.” Seungcheol langsung menuju kamarnya dan benar Jeonghan di sana, sedang tertidur. Ia menghampiri Jeonghan dan mengelus rambut suaminya itu.

Jeonghan terbangun ketika ia merasakan usapan lembut di kepalanya.

“Mas?”

“Kamu sakit, dek?”

“Pusing aja, ntar juga enakan.”

“Ke rumah sakit ya?”

Jeonghan menggeleng. “Istirahat bentar aja mas.”

“Mas kok gak peka banget ya, suaminya sakit malah gak tau.”

“Aku gak sakit cuma pusing. Ntar juga sembuh.”

“Mas pijitin?”

“Engga usah, mas daritadi kerja pasti capek.”

“Yaudah mas peluk aja.”

Seungcheol memeluk Jeonghan dengan erat, Jeonghan terkekeh.

“Ntar kamu ikutan bobo deh.”

“Gapapa deh.”

“Mas?”

“Hm?”

“Kayaknya aku hamil deh.”

“Hah? Hamil? Serius dek?”

“Mau cek gak?”

“Kamu ada testpack?”

“Iseng beli kemarin, mau nyoba mas?”

“Boleh sayang.”

. . . . . . . . . .

Malam makin larut, tapi tidak membuat mereka semua lelah. Jeonghan dan Seungcheol juga sudah berkumpul dengan mereka, karena Soonyoung mengumpulkan mereka semua. Bahkan Seokmin dan Jisoo juga ada di sana.

“Sebenernya aneh sih kalo gue omongin ini disini.”

“Emangnya kamu mau ngomong apa young?”

Soonyoung terdiam, ia menggenggam tangan Jihoon. Semuanya memperhatikan mereka.

“Ji?”

“Hm?”

“Nikah yuk?”

Bukan cuma Jihoon yang terkejut, mereka semua terkejut kecuali Seungcheol dan ayahnya.

“Young, kamu serius?”

“Serius sayang, aku udah izin sama ayah sama Seungcheol. Tinggal sama bunda nanti.”

Soonyoung mengeluarkan sesuatu dari kantong jaketnya, cincin yang ia beli sehari setelah Jihoon mengajaknya untuk datang ke acara syukuran Athan.

“Aku beli ini sehari setelah kamu ajak aku ke sini. Awalnya aku takut, takut gak diterima lagi di keluarga ini, tapi kamu berkali-kali ngeyakinin aku kalau aku layak disini.”

Jihoon merasakan matanya berembun, dan bulir air mata siap jatuh dari kedua matanya.

“Ji, mungkin ini terlalu cepat buat kita, tapi aku yakin sama kamu. Yakin kalau kamu pelabuhan terakhir aku.”

Jihoon menangis, ia tidak tau kalau Soonyoung bisa berbicara semanis itu.

“Kamu mau gak jadi orang nomor dua di kartu keluarga kita nanti?”

“Mau, young.”

. . . . . . . . . .

Selepas kejutan manis dari Soonyoung untuk Jihoon, Jeonghan dan Seungcheol juga mempunya kejutan untuk mereka semua.

“Hari ini banyak kejutan ya, bund.” Ucap Jun

“Kurang door prize aja gak sih?” Tanya Jisoo

“Ntar kita balik juga bakal dapet plastik isi snack sama nasi kuning.” Jawab Hao

“Jadi apa nih Han kejutannya?” Tanya Seungkwan

“Hehehehe, kalian pasti seneng.”

“Ya apa?” Jihoon gregetan sekali ketika kakak-kakaknya malah bermain-main.

Jeonghan menoleh ke arah Seungcheol, dan Seungcheol mengangguk.

“Han hamil lagi.”

End