Yang seharusnya Jeonghan lakukan hanyalah mengawasi Mingyu—kekasih tetangganya—bukan malah mendesah dibawahnya.
“Mmhhm... ahhh! Ah! Ah!” Jeonghan mencengkram kuat lengan Mingyu yang berada di kedua sisinya.
“Jeonghan, kamu tau udah berapa lama saya mendambakan tubuh kecil kamu dibawah saya?” Tanya Mingyu yang kemudian kembali menyesap kulit putih Jeonghan, meninggalkan beberapa jejak merah di sekitar tulang selangkanya.
“Mmhhm... ahhh! Mingyu.” Jeonghan terlonjak ketika Mingyu menghentaknya dengan keras.
“Waktu saya tidak sengaja melihat kamu telanjang bulat di kamar kamu yang tepat berada di depan kamar Mika.” Jeonghan melihat Mingyu menyeringai. “Waktu itu saya baru kelar main dengan Mika, tapi waktu lihat kamu, saya jadi bangun lagi. Tapi Mika tidak bisa memuaskan saya untuk kedua kalinya, jadi saya memainkan milik saya sendiri sambil membayangkan kamu. Dan sekarang, saya tidak perlu membayangkan lagi, karena saya sudah bisa merasakan yang asli.” Mingyu bercerita sambil pinggulnya tetap bergerak, membuat Jeonghan harus setengah mendengar dan setengah mendesah.
Katakanlah Mingyu gila, karena tergila-gila dengan tetangga kekasihnya. Tapi ia sendiri tidak bisa menahan dirinya. Ia melakukan segala cara agar bisa berada di dekat Jeonghan. Termasuk kedatangannya ke Bali. Dengan embel-embel pekerjaan, ia lebih membuntuti Jeonghan.
Jeonghan sendiri juga tidak menyangka, kalau ternyata Mingyu sudah mengincarnya. Dan sekarang keduanya malah saling mendesah ketika kenikmatan yang mereka ciptakan menjadi satu. Jeonghan tidak perduli, ia butuh pelepasannya. Ia butuh Mingyu untuk membantunya.
“Mika, sorry.”
“Mmhhm... ahhh... Haa...“
“Jeonghan, mulai detik ini kamu milik saya.”