“Welcome to Tasty Delights. enjoy!”
Sambutan yang Seungcheol dengar ketika ia masuk ke dalam restoran tersebut. Ia memilih tempat duduk di sudut ruangan agar lebih leluasa berbincang-bincang dengan Jisoo nantinya.
Saat ini Seungcheol bisa melihat Jisoo yang sedang sibuk membereskan salah satu meja, sesekali ia mengelap keringatnya.
Dalam pandangan Seungcheol, Jisoo tidak berubah. Ia masih sama seperti Jisoo yang dulu, hanya saja saat ini ia bisa melihat kantung mata Jisoo yang sedikit besar dan kulitnya yang tidak secerah dulu—tapi tetap cantik di mata Seungcheol.
Seungcheol mengikuti arah gerak Jisoo yang berjalan ke arah dapur, beberapa menit tidak keluar dari sana dan saat ini Jisoo malah keluar dengan salah seorang wanita yang agak judes. Seungcheol melihat wanita itu seperti memarahi Jisoo—karena laki-laki itu sedikit menunduk—Seungcheol mengepalkan tangannya ketika kali ini ia melihat wanita itu mendorong kepala Jisoo pelan.
Tidak ada yang bisa menyakiti Jisoo-nya.
“Permisi.” Kedua orang itu mengikuti darimana suara itu berasa. Wanita itu buru-buru tersenyum ramah pada Seungcheol sedangkan Jisoo terkejut karena melihat Seungcheol ada di sana.
“Saya boleh minta daftar menunya, mas?”
Tapi yang bergerak malah wanita itu, sedangkan Jisoo masih memproses semuanya.
“Silahkan, pak.” Seungcheol melirik name tag yang bertengger di atas dada wanita itu. Adelia. Lalu Seungcheol menatap Adelia dengan malas.
“Saya kan panggilnya mas bukan mbak. Situ mas atau mbak?”
Seungcheol bisa merasakan ketegangan di wajah Adelia.
“Maaf pak, tapi bukannya sama saja?”
“Gak mau, saya mau sama mas yang itu.” Ucap Seungcheol sambil menunjuk Jisoo. Tanpa protes Adelia menurutinya, ia langsung pergi dari hadapan Jisoo. Dengan mata kepalanya sendiri Seungcheol bisa melihat wanita itu mengancam Jisoo. Tapi lagi-lagi Jisoo menunduk, sambil berjalan ke arahnya.
“Seungcheol?”
“Halo.” Seungcheol tersenyum lebar.
“Kok ga ngasih tau kalo udah dateng? Aku belum selesai kerja.”
“Iya kebetulan aku ada meeting dekat sini, jadi sekalian aja. Kamu masih lama pulangnya?”
“Sekitar 15 menit lagi sih, cuma aku ga bisa pulang tepat waktu, ga enak sama yang lain.”
“Gapapa, nanti kalo jam kamu udah kelar kamu kesini ya? Temenin aku makan.”
“Hah? Tapi gak boleh Cheol, nanti aku di marahin bos aku.”
“Kan kalo udah selesai, Soo. Artinya kamu udah pulang kan? Udah bukan jam kerja lagi.”
Jisoo terdiam, tapi kemudian ia mengangguk.
“Sekarang kamu mau pesan apa dulu?”
“Aku pesan watermelon lemonade sama sausage and potato.” Jisoo mencatat pesanan Seungcheol.
“Tunggu sebentar ya, Cheol.”
“Okay, Soo.”
. . . . . . . . . . .
Jisoo duduk dengan gelisah di depan Seungcheol yang sedang memanggang daging pesanannya.
“Kenapa sih Soo?”
“Cheol, makannya dipercepat bisa gak? Aku kurang nyaman makan disini.”
“Kenapa?”
Jisoo melirik sekelilingnya. Banyak mata-mata yang melihatnya.
“Aku ga bisa jelasin disini.”
Seungcheol langsung menaruh sumpitnya. “Yaudah ayo kita cari tempat lain.”
“Hah? Jangan Cheol, kamu abisin dulu aja gapapa. Kamu udah bayar mahal malah dibuang.”
“Aku gak mau kamu gak nyaman, Soo. Ayo cari tempat lain aja.”
“Seungcheol, maaf ya.”
“Gapapa, ayo.”
. . . . . . . . . . .
Saat ini keduanya duduk di sebuah taman dekat dengan rumah kontrakan Jisoo.
“Jadi kamu ngontrak di sana, Soo?”
“Iya, Cheol. Sehabis papa gak ada, semua aset ku di ambil semua sama bank.”
“Dan kamu gak tau kenapa penyebabnya?”
Jisoo menghela nafasnya. “Om ku Cheol yang minjem duit ke bank tapi pake nama papa. Dan papa gak tau itu semuanya, akhirnya penyakit jantung papa kambuh.”
“Terus udah ke bayar berapa?”
Jisoo tertawa. “Masih banyak banget, kayaknya nih ya seumur hidup aku selalu dibayang-bayangi sama utang itu.”
“Kamu gak tau kemana om kamu?”
“Om kabur, gak tau kemana aku mau cari juga gak tau harus cari kemana.”
Seungcheol memperhatikan Jisoo yang masih memakan es krim nya.
“Oh ya, kamu sekarang sama siapa Cheol? Apa udah nikah?”
Seungcheol menggeleng. “Aku masih sendiri, Soo. Kamu?”
“Aku gak ada waktu untuk mikirin cari jodoh, Cheol. Kepala ku rasanya udah mau pecah mikirin gimana caranya dapet duit banyak.”
Lalu keduanya sama-sama terdiam.
“Soo, kalo aku pesen catering di mama kamu, emangnya bisa dalam jumlah banyak? Soalnya karyawan ku kan lumayan banyak bukan cuma satu divisi aja tapi satu perusahaan.”
“Paling aku minta tolong tetangga sekitar sih, Cheol.”
“Kalo kayak gitu hasil bagi dua dong?”
“Mau gak mau.”
“Kalo kayak gitu gimana bayar utangnya?”
“Kan dicicil, Cheol.”
“Makin lama dong.”
“Ya kan tadi aku bilang, seumur hidup aku.”
Seungcheol terdiam.
“Soo, aku mau bantu kamu.”
“Cheol, aku cerita ke kamu bukan mau dikasihani.”
“Aku gak kasian sama kamu. Aku cuma mau bantu aja. Lagipula ini gak gratis kok.”
“Jadinya aku malah utang sama kamu ya, Cheol?”
“Anggep aja begitu. Lagian mending sama aku kan, kamu bisa bayar kapanpun kamu bisa aku juga gak bakal minta bunga sama kamu.”
Jisoo tampak berpikir terlebih dahulu sebelum akhirnya mengangguk. “Oke Cheol.”
“Oke, aku bakal bayarin semua utang kamu. Lunas sampai ke bunganya.”
“Terus aku bayarnya?”
“Gampang, kamu tinggal siapin semua keperluan aku, masak buat aku, nungguin aku pulang kerja.”
“Jadi pembantu gitu ya? Gapapa deh, Cheol.”
Seungcheol menggeleng. Jisoo mengernyitkan keningnya. “Terus?”
“Jadi suami aku.”