Soonyoung sampai di kantornya, ia langsung disambut oleh sekretarisnya.
“Pak Choi sudah menunggu di dalam, pak.”
“Oke, kamu udah siapin semuanya?”
“Sudah pak.”
Soonyoung mengangguk, ia langsung masuk ke dalam ruangannya.
“Selamat pagi, pak Choi.”
“Selamat pagi, pak Kwon.”
Keduanya berjabatan tangan, lalu Soonyoung mempersilahkan kliennya duduk.
“Jadi lebih enak kita manggil nama atau seperti tadi?” Tanya Soonyoung
“Nama saja pak, nama saya Seungcheol. Choi Seungcheol.”
“Saya Kwon Soonyoung.”
Lalu keduanya kembali fokus pada pembahasan yang akan mereka jadikan kerjasama mereka nanti.
. . . . . . . . . .
Soonyoung dan Seungcheol sedang berada di cafe dekat kantor Soonyoung. Keduanya masih berbincang-bincang tentang kerjasama mereka. Lalu tiba-tiba handphone Soonyoung berbunyi, Soonyoung meminta izin pada Seungcheol untuk mengangkat panggilan itu dan Seungcheol mempersilahkan.
“Halo, Han?”
Seungcheol terdiam ketika mendengar ucapan Soonyoung tapi ia mencoba menepis pikiran buruknya, mungkin saja Han yang dimaksud Soonyoung bukan Han-nya. Laki-lakinya.
“Aku pulang sore sih.”
“Oh Athan udah nyariin?”
“Yaudah nanti aku usahain pulang cepet ya.”
“Okay, see u.”
Soonyoung menutup panggilannya.
“Maaf pak Seungcheol, kepotong.”
“Gapapa pak, istri bapak?”
“Oh bukan, dia laki-laki sih.”
“Suami bapak?”
“Bukan, cuma tetangga samping apartemen saya.”
“Oh saya kira bapak sudah berkeluarga.”
“Kebetulan belum pak. Kalau pak Seungcheol sendiri gimana? Sudah beristri atau bersuami mungkin?”
“Saya sudah bersuami, tapi sedang ada masalah dalam pernikahan saya. Dan sedang saya perbaiki.”
“Kalau boleh saya tau, karena apa ya pak?”
“Semua salah ada di saya, pak. Saya bahkan gak tau saya ini masih bisa dapet maafnya dia atau engga. Tapi saya masih berharap, kalau saya masih bisa dapet kesempatan kedua.”
“Setiap manusia berhak dapat kesempatan kedua pak. Saya doakan bapak cepat-cepat rujuk sama suami bapak.”
“Terima kasih. Pak Soonyoung sendiri kenapa belum menikah? Padahal sudah mapan, bohong kalau tidak ada yang mendekati.”
Soonyoung tersenyum, pikirannya menerawang jauh. “Saya sedang mengharapkan seseorang tapi seseorang yang saya harapkan masih terjebak oleh masa lalunya.”