“Siapa yang bolehin lo masuk kamar gue brengsek?” Jun melihat Jeonghan yang sedang menggenggam beberapa foto di tangannya.
“Maksudnya apa?” Tanya Jeonghan menunjukkan beberapa foto Seungcheol. Tapi Jun tidak menjawab, ia hanya menatap Jeonghan marah.
“AKU TANYA MAKSUDNYA APA JUN?” Mata Jeonghan memanas, air matanya siap jatuh kapan saja.
“Udah gue bilang semua yang gue lakuin itu bukan urusan lo.” Ucap Jun sambil berusaha mengambil foto-foto itu.
“Tapi Seungcheol pacar aku. Dia bakal jadi kakak ipar kamu.” Jeonghan mengelak ketika Jun berusaha mengambil foto-foto itu.
“Sampai kapanpun ga akan gue biarin Seungcheol jadi punya lo.” Jun menjambak rambut Jeonghan sampai Jeonghan memekik kesakitan, tapi ia tetap berusaha untuk mengelak agar Jun tidak bisa mengambil foto-foto itu.
Jun geram. Dengan kekuatannya, ia menarik Jeonghan sampai Jeonghan tersungkur, dan genggamannya terbuka sampai foto-foto itu akhirnya berhasil diambil oleh Jun. Jun langsung mengamankan foto itu di lacinya. Kemudian ia kembali pada Jeonghan yang masih tersungkur di lantai karena jujur saja kepalanya terasa pusing akibat tarikan Jun, ditambah ia dijatuhkan tepat tangannya tertekan badannya.
Jun menatap Jeonghan dengan tatapan benci. Kemudian tanpa belas kasihan, ia kembali menarik rambut Jeonghan dan menyeretnya. Ini sakit, sangat sakit bahkan Jeonghan tidak bisa menahan air matanya. Berharap seseorang datang dan menolongnya. “Seseorang, tolong.”
“Jun, sakit—argh.” Jeonghan berusaha melepaskan tangan Jun dari rambutnya.
“Ini balasan karena lo udah berani jatuh cinta sama Seungcheol.” Mereka berhenti di depan tangga, dengan Jeonghan yang masih menangis kesakitan.
Jun mencengkram kuat dagu Jeonghan. “Heh, gue bilangin sama lo ya. Gak akan ada yang bisa dapetin Seungcheol selain gue.” Kemudian Jun menghempaskan dagu Jeonghan dengan kencang.
“Seungcheol ga akan mau sama orang kasar kayak kamu, Jun.” Ucapan Jeonghan cukup membuat api amarah Jun makin berkobar. Kemudian Jeonghan melihat Jun berdiri, dan hanya menatapnya.
“Arghhhhhhhh.” Jeonghan berteriak kesakitan karena Jun menginjak perutnya, bahkan kaki Jun bergerak sambil menekan di sana.
Setelah puas melihat Jeonghan kesakitan, Jun kembali jongkok di depan Jeonghan.
“Kalo Wonwoo bisa gue rusak mentalnya. Kalo lo? Gue bisa rusak badan lo.”
“ARGHHHHHHHH.” Tiba-tiba saja Jun menendang perut Jeonghan. Jeonghan sama sekali tidak bisa melawan, karena sakit di sekujur tubuhnya. Bahkan ketika Jun menginjak tangannya, ia sudah tidak bisa lagi menghindar. Setelah melihat Jeonghan tak berdaya, Jun kemudian memposisikan Jeonghan untuk ia dorong ke tangga. Saat Jeonghan tergelinding di tangga, pintu rumah mereka terbuka.
“Berry/Jeonghan.” Ternyata Seungcheol, Joshua, Seokmin, Wonwoo serta kedua orang tuanya datang.
Jun terkejut, apalagi ketika ia melihat sang papa menatapnya kecewa. Dengan cepat ia berusaha untuk kabur.
“Seok.” Ucap Seungcheol. Seokmin dengan cepat berlari mengejar Jun yang berlari menuju kamarnya, ia berniat akan kabur melalui jendela kamarnya. Tapi saat Seokmin masuk, ia terkejut karena ia menemukan banyak sekali foto Seungcheol di sana. Hampir 2 menit terpaku, Seokmin kembali berusaha mengejar Jun. Tapi gagal, karena Jun berhasil kabur.
“Kabur, ja?” Tanya Joshua ketika ia melihat Seokmin turun dengan tangan kosong.
Seokmin mengangguk. “Sorry, tadi waktu masuk ke kamarnya dia aku kaget.”
“Cheol, Jeonghan ga sebaiknya kita bawa ke rumah sakit dulu?” Tanya papa Jeonghan. Seungcheol mengangguk, ia langsung menggendong Jeonghan. Mereka semua langsung bergegas menuju rumah sakit.
Beberapa menit sebelumnya.
Wonwoo sampai di depan rumah Jun bersamaan dengan Seungcheol, Joshua dan Seokmin.
“Mas?”
“Won, kamu ngapain disini?”
“Aku mau balikin dompetnya Jun, mas. Mas sendiri ngapain?”
“Aku mau ketemu Jeonghan.” Wonwoo tersenyum sedih ketika Seungcheol menyebut nama orang lain dari mulutnya.
“Loh pada ngumpul disini?”
“Om, Tante, kita mau ketemu Jeonghan sama Jun.” Jawab Joshua
“Ayo masuk.” Ajak mama Jeonghan
Saat akan masuk, tiba-tiba saja mereka mendengar suara teriakan dari dalam rumah. Dengan cepat Seungcheol berlari diikuti dengan yang lain.
Skip time.
Mereka menunggu dengan cemas di luar dengan mama Jeonghan yang terus-terusan menangis.
“Terus gimana ini si Jun?” Tanya Joshua tiba-tiba.
“Kita kehilangan jejak banget, yang.” Ucap Seokmin.
Papa Jeonghan masih terus menenangkan istrinya, sedangkan Seungcheol hanya diam, tiba-tiba saja pikirannya buntu.
“Cherr?”
Seungcheol mengusap wajahnya kasar. “Gue ga tau ney, otak gue ga bisa berpikir, sekarang cuma ada gimana keadaan berry.”
Joshua tidak mau nekan Seungcheol berlebihan. Tapi kepalanya masih terus berpikir.
“GPS.” Joshua, Seokmin dan Seungcheol menatap Wonwoo. Mereka bahkan lupa kalau ada Wonwoo di sana.
“Kenapa won?” Tanya Seungcheol
“Jun selalu aktifin gps nya.”
“Lo bisa liat dia dimana?” Tanya Joshua. Wonwoo mengangguk, kemudian ia mengecek ponselnya.
“Arah bandara.” Jawab Wonwoo
“Dia mau kabur ke luar kota?” Tanya Seokmin.
“Duh, kalo kita kejar ke sana ga bakal nyampe cepet.” Ucap Joshua
“Mas, Soonyoung.” Ucap Seokmin tiba-tiba.
“Kenapa Soonyoung?”
“Dia hari ini mau jemput Jihoon kan di bandara?”
Seungcheol ingat. Soonyoung memang hari ini akan menjemput pacarnya yang baru pulang dari bistrip nya. Seungcheol mengangguk, kemudian Seokmin langsung menelpon Soonyoung. Dan ternyata benar, Soonyoung masih di sana sedang makan sebelum pulang. Setelah mejelaskan itu, Seokmin dan Joshua pamit untuk menyusul ke sana.
Tinggallah Seungcheol, Wonwoo dan kedua orang tua Jeonghan.
“Om, maaf bukannya saya lancang tapi ini tidak kriminal, saya mau izin untuk perkarakan ini.” Ucap Seungcheol
Papa Jeonghan menghela nafasnya. “Saya sayang sama Jun, tapi saya tidak membenarkan tindakannya. Seungcheol, saya izinkan untuk menghukum dia tapi saya mohon jangan dihukum berat, bagaimana pun dia anak kandung saya.”
. . . . . . . . . . . . .
“Mas?” Wonwoo dan Seungcheol saat ini berada di kantin rumah sakit.
“Ya, won?”
Wonwoo memberikan sebuah dompet dan Seungcheol menerimanya.
“Punya siapa?”
“Buka.”
Seungcheol menurut, ia membuka dompet tersebut. Dan terkejut ketika melihat fotonya ada di sana.
“Won?” Seungcheol tidak mengerti.
“Itu foto kita, waktu abis pergi bertiga. Disebelah Jun harusnya foto aku.” Wonwoo mengambil foto tersebut, foto yang ditekuk bagian dirinya. “Tapi Jun berusaha untuk menghilangkan aku disini.”
“Won....”
“Aku dateng lebih awal dari kamu, tadi kita ketemu di luar sebenernya aku udah sempet masuk ke dalem, cuma aku denger Jeonghan sama Jun berantem.” Wonwoo menghela nafasnya. “Jun suka sama kamu, mas.”
Bagai tersambar petir, pernyataan dari Wonwoo membuat Seungcheol lemas. Bagaimana bisa?
“Terus kenapa kamu ga bantuin Jeonghan?” Tanya Seungcheol
“Aku ga tau kalo separah itu, karena setelah denger pernyataan Jun aku langsung pergi.” Wonwoo menundukkan kepalanya, ia juga menyesal karena kenapa ia tidak masuk saja tadi, kalau ia masuk mungkin Jeonghan tidak akan diperlakukan seperti itu.
“Maaf, mas. Aku sakit hati sama Jun.”
“Jun bilang apa?”
“Jun bilang, dia berhasil ngerusak mental aku. Setelah itu aku gak denger apa-apa lagi karena langsung pergi.” Wonwoo menghapus air matanya. Seungcheol langsung membawanya ke dalam pelukannya. Hanya sekedar pelukan penenang bukan apa-apa.
“Aku nyesel ga dengerin mas, aku terlalu terpaku sama Jun sampai ga tau kalau dia sebenarnya mau ngerusak hubungan kita. Maaf, mas.” Wonwoo membalas pelukan Seungcheol.
“Won, udah ya. Semua udah kejadian, mungkin kita emang ga jodoh. Mungkin kamu bakal ketemu sama orang yang lebih baik dari aku.”
Wonwoo melepaskan pelukannya dan menatap Seungcheol. “Kamu sayang banget ya sama Jeonghan?”
“Sayang. Aku sayang banget sama dia. Sampai ngeliat dia kayak sekarang aja aku gak kuat.”
Wonwoo menghapus air mata Seungcheol. “Jaga dia ya mas. Jangan sampai dilepas. Jujur, aku gak pernah liat kamu kayak gini, bahkan sama aku dulu. Mungkin emang Jeonghan yang ditakdirkan sama kamu.”
“Wonwoo, kamu harus bahagia ya. Kamu harus ketemu orang yang tepat.”
“Pasti, mas. Pasti.
Tiba-tiba ponsel Seungcheol berdering, ada 2 pesan masuk.
Mama Jeonghan: Cheol, Jeonghan udah sadar.
Seokmin—persepupuan: mas, Jun udah berhasil kita tangkep.