Seungcheol sudah menunggu Jeonghan di parkiran kampus. Ia keluar dari mobil agar Jeonghan bisa menemukannya. Seungcheol beberapa kali diberikan tatapan minat oleh mahasiswa-mahasiswi di sana. Tidak sedikit yang mengajaknya berkenalan.
“Hai kak, masa gak boleh kenalan sih?” Kali ini ada 3 orang mahasiswi cantik yang mengajaknya berkenalan tapi Seungcheol hanya membalasnya dengan senyuman.
“Nungguin siapa sih kak? Adeknya ya?”
“Iya, kamu kenal dengan Jeonghan?”
“Oh si cowok aneh itu ya?” Ujar salah satu dari mereka sedangkan 2 lainnya tertawa
Cowok aneh?
“Jeonghan tuh aneh kak, tukang berantem.”
“Tukang berantem?”
“Iya beberapa kali dia dateng ke kampus mukanya babak belur. Muka doang polos tapi kelakuan bar-bar.”
Jeonghan, separah itu ya dulu?
“Jadi Jeonghan adeknya kakak?”
Seungcheol menggeleng. “Bukan.”
“Terus siapa?”
Belum sempat menjawab, Jeonghan sudah datang.
“Lama ya mas?”
“Engga kok, mas baru sampe 15 menit yang lalu.”
“Maaf ya mas, tadi ada tambahan dari dosen.”
Seungcheol mengangguk. “Yuk, masuk.”
Sebelum membukakan pintu untuk Jeonghan, Seungcheol menatap ketiga mahasiswi yang tadi mengajaknya berkenalan.
“Jeonghan bukan Adek saya, dia suami saya. Sekarang dia lagi hamil anak saya.” Ucap Seungcheol sambil mengelus-elus perut buncit Jeonghan. Ucapan Seungcheol membuat ketiga orang itu menganga lebar tidak percaya.
. . . . . . . . . .
Jeonghan menyeruput es jeruk miliknya.
“Tadi mereka ngapain mas?”
“Siapa?”
“Cewek-cewek tadi.”
“Ngajak mas kenalan.”
“Terus mas mau?”
Seungcheol menggeleng. “Untuk apa?”
“Ya buat kenalan, nambah teman mungkin.”
“Kalo mas tuh ya nambah teman ya yang lebih berpengalaman di bisnis bukan mahasiswi, gak ada gunanya.”
Jeonghan mengangguk lalu ia kembali menyeruput minumannya.
“Jangan kebanyakan minum es Han, bunda dah sering ingetin kamu loh.”
“Abis haus banget tau mas, kayaknya tuh cuacanya panas banget jadi cocoknya minum yang dingin-dingin.”
“Alesan aja, nanti kalo di marahin bunda jangan minta tolong mas ya?”
Jeonghan mengerucutkan bibirnya. “Kan mas suaminya Han, harusnya lindungin Han dong dari amarah bunda.”
“Males ah.”
“Ih mas mah.”
Seungcheol tertawa melihat Jeonghan merajuk. Lalu ia mengusap-usap rambut Jeonghan, dan tidak sengaja melihat ada bekas cakaran yang sudah mulai menghilang di leher Jeonghan lalu ia mengelus bekas luka itu.
“Sakit pasti ya?”
Jeonghan menatap Seungcheol. “Apa?”
“Luka cakar. Sakit kan?”
Jeonghan tersenyum. “Udah biasa mas, udah kebal Han mah.”
“Kenapa mama papa kayak gitu ya ke Han?”
“Han gak tau mas, mungkin Han bukan anak kandung?”
“Han marah gak sama mama papa?”
“Engga mas, soalnya gitu-gitu mama papa kan udah nyekolahin Han sampe sekarang.”
“Bener, Han gak boleh ya marah sama mama papa.”
Jeonghan mengangguk.
“Tapi Jeonghan tau kan kalo sekarang udah bukan tanggungjawab mama papa lagi?”
“Han jadi tanggungjawabnya mas kan?”
Seungcheol mengangguk. “Jadi kalau mama papa minta Han ke rumah Han harus bilang sama mas. Mas gak akan biarin Han ke sana sendirian.”
“Sekalipun papa mama maunya Han sendirian ke sana?”
“Iya, Han harus ikutin kata-katanya mas aja. Kalau mas bilang engga berarti engga. Paham kan?”
Jeonghan mengangguk. “Paham mas.”
“Pinter.” Seungcheol mengecup kening Jeonghan.
“Kan Han yang mau ciumin mas.”
Seungcheol tertawa. “Nanti aja di rumah.”
“Ada Jihoon?”
“Yaudah di mobil.”
“Oke.”
Beberapa menit kemudian makanan mereka datang dan mereka memakannya.
. . . . . . . . . .
Dan benar, Seungcheol menepati janjinya. Saat ini Jeonghan ada di atas pangkuannya dengan baju yang sudah berantakan dan bibir bengkak. Posisi mereka saat ini ada di parkiran apartemen mereka.
“Eunghhhh masshh.” Jeonghan mendongakkan kepalanya ketika Seungcheol menggigit dan menjilati lehernya.
“Kamu belum boleh ya Han?”
Jeonghan menggeleng dengan lemas. “Nanti mas kalo udah 5 bulan. Boleh sih, kalo pelan-pelan.”
“Mas gak tau bisa nahan diri apa engga.” Seungcheol menjatuhkan kepalanya di bahu Jeonghan.
“Kalo mas mau ya ayo?”
“Mas takut ke kencengan, nanti aja nungguin udah kuat.”
“Tapi mas bangun.”
“Nanti mas tidurin sendiri, ayo naik kamu harus istirahat.”
“Mas?”
“Hm?”
“Han bantuin ya?”
“Hah?”
“Han kocokin? Atau sepong?”
“Kamu tau istilah itu darimana?”
“Jun. Dia suka gitu ke pacarnya kalo pacarnya lagi bete atau lagi pengen.”
“Besok-besok jangan main sama Jun lagi ya?”
“Kenapa?”
“Dia bikin otak kamu kotor.”
“Ih mas, serius tau.”
“Mas juga serius.”
“Tapi akhir-akhir ini Han suka mikirin juga.”
“Mikirin apa?”
“Ngelayanin mas, Han kan belum ngelayanin mas.”
“Lah ini udah jadi, apa dong namanya?”
“Yang mas nya sadar, Han juga suka kepengen terus Han searching katanya kalo lagi hamil emang gitu, hormon seks nya tinggi.”
Seungcheol tertawa. “Iya ngerti, tapi jangan sekarang ya? Baby nya belum kuat, mas takut kenapa-kenapa.”
“Tapi mas mau kan?”
“Mau apa?”
“Ngelakuin sama Han? Secara sadar.”
“Mau Han, mas mau banget. Sabar ya? Mas juga lagi nahan diri biar gak nyerang kamu.”
Lalu Jeonghan kembali menyatukan bibir keduanya.