Seungcheol mengatur nafasnya ketika gugup menyerang. Hari ini, ia akan berbicara dengan kedua orang tua Jeonghan—tapi Jeonghan juga tidak tau.

“Cherry.” Seungcheol tersenyum ketika melihat Jeonghan meyambutnya. Sebuah pelukan ia berikan pada kekasihnya itu.

“Ayo, papa mama udah nunggu di meja makan.” Jeonghan menggenggam tangan Seungcheol untuk mengajaknya masuk.

“Pa, ma, Seungcheol dateng.” Ucap Jeonghan

“Om, Tante.” Seungcheol menyapa kedua orang tua Jeonghan. Ia juga melihat ada Jun di sana.

“Duduk nak Seungcheol.” Ucap papa Jeonghan.

Seungcheol duduk di sebelah Jeonghan. “Oh ya om tante ini tadi Seungcheol mampir ke toko kue langganan keluarga.” Seungcheol memberikan tas kain berisi kue yang tadi ia beli.

“Aduh, jadi ngerepotin. Makasih ya Seungcheol.” Ucap mama Jeonghan yang menerima tas itu. Seungcheol mengangguk dan tersenyum.

“Ayo makan dulu.” Ucap papa Jeonghan. Mereka pun memakan makanan yang disediakan, sambil berbincang-bincang sedikit.

Skip time.

Mereka saat ini berada di halaman belakang rumah Jeonghan, untuk sekedar berbincang dengan suasana yang berbeda.

“Om tante, sebenarnya ada yang mau saya omongin.” Ucap Seungcheol tiba-tiba

“Tentang apa itu, Cheol?”

Jeonghan menatap Seungcheol meminta jawaban terlebih dahulu, karena jujur Seungcheol tidak membicarakan ini dengannya.

“Saya mau melamar Jeonghan.” Ucapan Seungcheol bukan hanya membuat kedua orang tua Jeonghan terkejut, tapi Jeonghan begitu juga dengan Jun.

“Cherry, kamu belum bilang ini sama aku?”

“Maaf berr, aku niatnya emang cuma mau minta izin dulu.”

“Gue ga setuju.” Semua orang menatap Jun.

“Dek?”

“Pa, ma, laki-laki ini gak baik. Dia ini dulunya udah ninggalin sahabat aku, dan sekarang seenaknya aja ngelamar Jeonghan.” Ucap Jun

“Gue ga nikahin sahabat lo juga karena lo ngasih pandangan yang jelek ke dia, sampe dia takut nikah.” Jawab Seungcheol, ia sebenarnya tidak enak dengan papa mama Jeonghan tapi ia merasa Jun lama-lama bersikap seolah-olah ia yang salah disini.

“Cherry?” Jeonghan menatap Seungcheol seperti meminta agar Seungcheol tidak berbicara seperti itu didepan orang tuanya.

“Maaf ya Seungcheol, tapi om sama sekali ga ngerti maksud kamu apa? Jun kasih pandangan jelek ke sahabatnya?” Papa dan mama Jeonghan sama sekali tidak paham dengan apa yang terjadi.

“Iya om, Jun ini sebenarnya adik tingkat saya di kampus dulu singkat cerita saya pacaran dengan sahabatnya Jun. Saya berhubungan selama 3 tahun, sebelum akhirnya saya ketemu sama Jeonghan. Selama saya pacaran dengan sahabatnya Jun, pacar saya selalu menganggap kalau pernikahan adalah omong kosong belaka. Saya tanya sama dia, siapa yang bilang seperti itu dan dia jawab Jun yang kasih tau. Itu berlangsung selama 3 tahun, sampai akhirnya saya putus. Dan sekarang saya bertemu Jeonghan, kemarin dia juga minta saya putus dengan Jeonghan. Saya ga tau salah saya apa sama dia, sampai dia seperti itu sama saya.” Ucap Seungcheol panjang lebar.

Jun menggeleng. “Bohong pa, dia bohong. Papa percaya kan sama aku? Aku ga mungkin kayak gitu.”

Papa Jeonghan menatap Jun dan Seungcheol secara bergantian. “Om gak tau siapa yang salah dan benar disini, cuma om merasa kalau anak om tidak mungkin seperti itu, mungkin kamu salah sangka sama Jun, Seungcheol.”

Seungcheol harusnya tau, tidak ada orang tua yang tidak membela anaknya. Sampai tenggorokannya putus pun papa Jeonghan tidak akan mempercayainya karena ia harus membela anaknya.

“Saya jujur om.” Ucap Seungcheol.

“Cherry, harusnya kamu jangan bilang gitu di depan papa.” Seungcheol menatap Jeonghan yang berbicara seperti itu.

“Berr, kalo kayak gini nasib hubungan kita sama kayak hubungan ku dulu. Aku gak mau berr kayak gitu, aku mau serius sama kamu.” Ucap Seungcheol sambil menatap Jeonghan intens.

Tapi, Jeonghan hanya diam. Ia juga tidak tau harus berbuat apa, karena posisinya tercekik disini. Tapi Seungcheol tidak mengerti.

“Berr, kamu ga percaya sama aku?” Tanya Seungcheol.

Jeonghan menggelengkan kepalanya. “Cherr, ga gitu sayang. Aku cuma—.” Jeonghan tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

“Kamu ga percaya sama aku, berr.” Ucap Seungcheol, ia melepaskan genggamannya. Sedangkan Jeonghan, ia berusaha untuk berbicara tapi tidak tau kenapa mulutnya seperti terkunci.

Seungcheol menatap Jun, yang menatapnya remeh. Lalu ia menatap kedua orang tua Jeonghan.

“Om tante, mungkin menurut om dan tante omongan saya tadi cuma bualan saja, tapi saya tidak akan pernah berbohong pada orang yang lebih tua, setidaknya itu yang diajarkan kedua orang tua saya. Saya permisi.” Seungcheol langsung pergi meninggalkan mereka semua, sedetik kemudian Jeonghan mengejarnya.

“Cherry, tunggu.” Jeonghan berhasil menghentikan langkah Seungcheol.

“Kenapa?” Tanya Seungcheol dingin.

“Cherry, ga gitu maksud aku. Posisi aku bener-bener terhimpit sekarang, aku ga bisa langsung membenarkan ucapan kamu di depan orang tua aku, kamu harusnya ngertiin posisi aku cherr.” Ucap Jeonghan, sambil ia menggenggam tangan Seungcheol.

Seungcheol melepaskan genggaman tangan Jeonghan. “Tapi kamu ga percaya sama aku, berr. Itu yang ada di mata kamu.”

Jeonghan menggelengkan kepalanya. “Gak gitu, cherr—please ngertiin aku dulu. Kasih aku space untuk ngomong sama orang tua aku, mereka juga pasti kaget tau kalau jun kayak gitu.”

“Berr, kita kayaknya ga bisa kayak gini. Aku ga bisa sama orang yang ga percaya sama aku.”

“Cherr, kamu jangan egois gini dong. Tolong ngertiin posisi aku.”

“Iya maaf kalo aku egois. Kamu bisa cari orang yang ga egois, kita putus aja ya. Dari awal ternyata kamu ga percaya sama aku, bukan karena malam ini tapi dari awal, dari aku ceritain semuanya. Itu yang bikin aku sedih. Jaga diri baik-baik ya berr, maaf kamu harus ketemu orang egois kayak aku.” Ucapan Seungcheol membuat Jeonghan menangis terisak-isak. Bukan, bukan ini akhir yang Jeonghan mau.

Seungcheol masuk ke mobilnya dan langsung pergi meninggalkan rumah Jeonghan. Meninggalkan Jeonghan yang masih menangis terisak-isak.