Seungcheol membuka matanya ketika ia sedikit terganggu oleh suara dari arah kamar mandi. Ketika ia melihat ke sebelahnya, Jeonghan tidak ada di sana. Dengan terburu-buru ia bangun dan menuju kamar mandi. Ia melihat ada Jeonghan yang sedang membungkuk di depan wastafel.

“Hey, mual banget ya?” Seungcheol mengelap keringat yang membasahi kening suaminya itu. Jeonghan membasuh mulutnya dan mengangguk. Lalu ia menatap Seungcheol dengan sendu.

“Capek, mas.” Jeonghan merentangkan kedua tangannya meminta untuk di peluk. Seungcheol langsung dengan sigap memeluk Jeonghan dan mengelusi punggung Jeonghan.

“Mas beliin sarapan dulu ya? Abis itu baru kamu minum vitamin biar gak mual terus.”

Jeonghan menggeleng. “Mulut Han ga enak.”

“Terus kalo gak minum vitamin gimana dong? Lagian juga kasian dedeknya gak dapet nutrisi dari makanan. Sedikit juga gapapa kok Han, yang penting ke isi, ya?”

Jeonghan masih diam, ia masih ingin dipeluk oleh Seungcheol.

“Han gak kasian emang sama dedeknya? Nanti dedeknya ga sehat gimana?”

Jeonghan melepaskan pelukannya, lalu menatap Seungcheol. “Mau nasi Padang.”

“Nasi Padang dimana yang buka pagi-pagi gini, Han?”

“Maunya nasi Padang.” Ucap Jeonghan langsung pergi, memanyunkan bibirnya ketika Seungcheol bertanya seperti itu. Artinya, Seungcheol tidak mau mencarinya.

“Okay, mas cariin ya. Han makan buah dulu biar gak kosong perutnya.” Seungcheol mengambil kunci mobilnya, mengecup kening Jeonghan dan langsung pergi.

. . . . . . . . . . .

Hampir 1 jam Seungcheol mencari nasi Padang di pagi hari. Sesampainya di apartemen, ia mendapati Jeonghan sedang tertidur di depan televisi.

“Yah dia tidur.”

Lalu Seungcheol memutuskan untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi dan untungnya ia sudah memberitahu Minghao kalau ia datang terlambat.

Butuh waktu beberapa menit kemudian ia sudah rapih dengan pakaian kantornya.

“Mas nyiapin baju sendiri?” Seungcheol melihat Jeonghan di ambang pintu kamar mereka.

“Iya, kok Han udah bangun?”

“Ke bangun.” Jeonghan membantu Seungcheol memasang dasinya.

“Nasi Padang nya mas taro di meja makan, makan dulu sana.”

“Mas belum makan juga kan? Maaf ya mas, Han jadi gak ngurusin mas sama rumah.”

“Hey, kok ngomongnya gitu? Han kan bukan pembantu yang harus beberes setiap hari, apalagi Han lagi hamil mas malah ga saranin Han untuk beberes karena Han kan ga boleh capek dulu. Terus ngambil baju mas juga bisa, Han. Han itu malah ngurusin mas banget, nyuciin baju mas kan bentuk dari Han ngurusin mas.”

“Yaudah, kalo gitu nanti Han bawain makan siang ya mas?”

“Han mau ke kantor? Nanti capek loh.”

“Han bete kalo di rumah doang, biar sekalian jalan-jalan juga. Ya mas?”

“Yaudah iya, sekarang makan ayo mas temenin dulu.” Seungcheol menarik tangan Jeonghan menuju meja makan.

“Mas kenapa gak beli juga?” Tanya Jeonghan ketika ia melihat hanya ada satu porsi nasi Padang di meja.

“Tadinya mas mau beli, mas pengen rendang nya tapi belum mateng yaudah gak jadi.”

“Masih pagi sih ya.”

“Tadinya gak dikasih, karena emang belum mateng semua pas mas bilang buat orang hamil langsung di kasih.”.

Jeonghan tertawa. “Makasih ya mas, sekarang mas duduk Han suapin.”

“Udah buat Han aja, mas makan roti aja.”

“No no no, aaaaa?” Mau tidak mau Seungcheol akhirnya memasukkan nasi itu ke mulutnya. Daripada suaminya ngambek.