Setelah bertukar pesan dengan Seungcheol, Jeonghan langsung buru-buru menghangatkan kembali masakan yang tadi ia buat.

Sebenarnya, sudah hampir 5 hari keduanya tidak bertemu—mereka hanya bertukar pesan dan itu juga tidak setiap saat. Jeonghan yang tidak mau mengganggu Seungcheol dengan Rachel dan Seungcheol yang seperti tidak ingat kalau ada orang yang lain yang menunggu kabarnya.

“Hayo, ngelamunin apa.” Jeonghan terkejut ketika sepasang lengan memeluk tubuhnya dari belakang.

“Mas, kapan masuk deh? Aku kaget banget. Aku kira orang jahat.”

Jadi menurutmu dia tidak jahat ya, Han?

“Abis kamu ngelamun aja sampe gak denger aku masuk.”

“Iya-iya maaf.”

“Ngelamunin apa?”

Jeonghan menggeleng. “Lagi fokus ngeliatin ini.” Sambil menunjuk masakan yang sedang ia hangatkan.

Cup

Jeonghan menatap Seungcheol yang baru saja mengecup pipinya.

“Kenapa mas?”

“Kamu jangan banyak pikiran, nanti pusing.”

“Iya. Mandi dulu sana? Bajunya udah aku siapin di kamar mandi.”

“Makasih sayang.” Seungcheol kembali mengecup pipi Jeonghan lalu ia beranjak masuk ke kamar mandi.

. . . . . . . . .

Setelah selesai makan, yang mereka lakukan saat ini adalah saling memeluk satu sama lain. Jujur saja Jeonghan merindukan sosok yang sedang memeluknya itu.

“Mas nginep?”

Jeonghan bisa merasakan Seungcheol mengangguk dan mengeratkan pelukannya.

“Mba Rachel gak nyariin?”

“Dia lagi ke rumah mamanya.”

Lalu keduanya sama-sama saling diam. Menikmati detik demi detik kehangatan satu sama lain.

“Sayang?”

“Hm?”

“Mas pengen, boleh gak?”

Jeonghan mengerti apa yang dimaksud Seungcheol. Lalu ia mengangguk—karena memang ia juga ingin disentuh lebih.

Setelah mendapat lampu hijau dari Jeonghan, Seungcheol dengan cepat menarik dagu Jeonghan untuk ia cium.

Jeonghan melenguh ketika lidah Seungcheol sudah berhasil masuk ke dalam mulutnya dan menggelitik langit-langit mulutnya. Jeonghan mencengkam dengan kuat di bahu Seungcheol—memberitahukan Seungcheol bahwa ia menikmati permainan mereka.

Sedangkan Seungcheol tidak habis akal untuk membuat Jeonghan lemah tak berdaya. Ia menyingkap piyama bawah Jeonghan dan menampilkan kulit mulus Jeonghan yang tidak ada cacat sedikitpun.

Lalu sedetik kemudian, seluruh kulit dalam Jeonghan sudah banyak bercak merah dari Seungcheol.

. . . . . . . . .

Suara kulit yang bertabrakan dan suara desahan-desahan kedua orang yang saling bersahutan membuat ruangan apartemen Seungcheol menjadi berisik.

Seungcheol yang dengan semangat menumbukkan kejantanannya membuat Jeonghan terlonjak-lonjak. Jeonghan menarik kepala Seungcheol dan ia arahkan ke telinganya. Dengan cepat Seungcheol mengecup, menjilat, dan menggigit telinga Jeonghan.

“Sayang, enak ya? Kamu sampe merem-merem.”

“En—nak banget mas—eunghh.”

Seungcheol makin gencar, karena ia juga merasakan Jeonghan akan keluar— ia tahu dari kejantanan Jeonghan yang sedang ia genggam. Ia pun juga merasakan akan meledakkan cairannya.

tling

Notifikasi ponsel Seungcheol berbunyi—menandakan ada pesan masuk.

tling

tling

tling

“ARGHHHH—”

Keduanya sama-sama mengeluarkan cairan mereka. Cairan Seungcheol di dalam Jeonghan dan cairan Jeonghan mengenai tubuh keduanya.

Setelah menyelesaikan klimaksnya, Seungcheol mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengiriminya pesan.

“Cheol, mama nyuruh kamu ke rumah.”

“Kita nginep yuk.”

“Udah lama juga kita ga nginep.”

Cheol?”

Seungcheol buru-buru mengeluarkan kejantanannya dan mengambil baju bersih di lemari bajunya. Lalu ia masuk ke dalam kamar mandi—untuk kembali mandi. Beberapa menit kemudian ia keluar dengan pakaian yang sudah rapih. Lalu ia mengambil kunci mobilnya.

“Jeonghan, mas gak jadi nginep ya. Rachel minta mas ke rumah mamanya.”

Setelah itu, Jeonghan lagi-lagi hanya bisa meruntuki kebodohannya.