tengokin, yuk?

Seokmin pulang lebih awal dari perkiraannya. Ia khawatir dengan suaminya itu. Ada apa sebenarnya?

Seokmin menemukan Jisoo sedang bergelung dengan selimutnya.

“Halo?”

Jisoo menoleh, ia tersenyum dan mencoba bangkit dari tidurnya. Merentangkan tangannya meminta untuk di peluk. Tapi Seokmin tidak menurutinya.

“Aku dari luar, mandi dulu baru peluk kamu. Oke?”

Jisoo mengerucutkan bibirnya tapi tetap mengangguk.

Beberapa menit kemudian Seokmin selesai mandi, ia ikut bergelung dibawah selimut bersama Jisoo.

“Hari ini gimana?”

“Biasa-biasa saja.” Jisoo mengusakkan wajahnya ke dada Seokmin.

“Ada yang bikin kamu sedih gak?”

Jisoo menghentikan kegiatannya itu. Lalu menatap Seokmin sedih.

“Seok, aku aneh ya?”

“Aneh gimana?”

“Iya, masa laki-laki hamil. Aneh kan?”

“Loh, engga dong berarti kamu istimewa. Engga banyak loh laki-laki yang bisa hamil. Siapa yang ngomong gitu?”

Jisoo menggeleng. “Gak tau, gak kenal.”

“Tau namanya tidak?”

“Yuju?” Jisoo lupa-lupa ingat.

“Kamu ketemu dia?”

Jisoo mengangguk. “Itu siapa? Dia kenal kamu juga terus tadi sempet peluk Chan.”

Seokmin menghela nafasnya. “Yuju itu yang kemarin aku ceritain ke kamu.”

“Mantan kamu itu?” Seokmin mengangguk.

“Pantes dia natap aku gak suka.”

“Udah biarin aja, yang penting aku kan suka.”

“Seok, capek gak?”

“Kenapa sayang? Mau apa baby nya?”

“Tengokin yuk.”

Seokmin menatap Jisoo. “Beneran?”

Jisoo mengangguk. “Kamu tambah ganteng kalo abis mandi.”

“Kamu sekarang jadi suka muji aku deh.”

Jisoo tersenyum malu. Lalu ia membuka kancing piyama Seokmin. Sedangkan Seokmin mengelus-elus perut buncit Jisoo.

“Ayah ijin nengokin ya, sayang.”

. . . . . . . . .

Jisoo melenguh kecil ketika Seokmin menjilati telinganya. Ia sendiri mengelus-elus perut sixpack Seokmin dengan sensual—memberikan rangsangan.

Lalu jilatan Seokmin turun ke kedua puting Jisoo—dengan gerakan memutar dan sedikit mengecup cukup membuat Jisoo terbang ke langit.

“Enak, sayang?”

Jisoo mengangguk lemas. “Lagi, Seok.”

Seokmin menuruti kemauan suaminya itu. Jisoo tidak terlalu aktif kalau dalam berhubungan badan, ia hanya ikut saja permainan Seokmin.

“Anghhhh—.” Jisoo membusungkan dadanya ketika Seokmin menyusu seperti bayi pada dadanya.

Lalu, Seokmin kembali menjilati tubuh Jisoo—kali ini pada perut buncit suaminya itu. Seokmin merasakan ada sedikit tendangan pelan dari perut buncit itu.

“Sakit?”

Jisoo menggeleng. “Dia sekarang kalo denger suara kamu suka nendang-nendang, kalo disentuh kayak gitu juga dia suka. Mungkin dia ga sabar ketemu ayahnya.”

Mendengar ucapan Jisoo, Seokmin makin bersemangat untuk menyetubuhi suaminya itu. Ia turun dari ranjang dan mengambil pelumas sekaligus pengaman.

Seokmin melumuri jarinya dengan pelumas itu, lalu ia memasukkannya ke dalam lubang Jisoo. Jisoo mendongakkan kepalanya ketika Seokmin berusaha keras untuk memasukkan jarinya.

“Sakit bilang ya?”

Jisoo mengangguk. Ia menarik tengkuk leher Seokmin untuk ia cium bibirnya. Memberi tahu Seokmin kalau ia suka dengan apa yang Seokmin lakukan pada lubangnya.

1 jari

2 jari

Seokmin berhasil memasukkan kedua jarinya ke dalam lubang sempit Jisoo. Lubang Jisoo selalu sempit. Ia bahkan bisa merasakan jarinya di sedot oleh lubang itu.

“Aku masuk ya sayang?”

Jisoo mengangguk. Ia menahan nafasnya. Selama Jisoo hamil tua memang beberapa kali mereka melakukan hubungan intim, untuk mencari jalan keluar untuk bayi mereka dan kepuasan setelah beberapa bulan berpuasa tidak menyentuh satu sama lain.

“Arghhhh—” Jisoo merasakan perih di lubangnya. Ia menancapkan kukunya pada punggung Seokmin sebagai penanda kalau ia merasakan sakit dan nikmat secara bersamaan.

“Gerak, Seok.”

Setelah mendapatkan lampu hijau dari Jisoo, Seokmin menggerakkan pinggulnya pelan sambil menetralisir sakit yang Jisoo rasakan.

Sakitnya berubah menjadi nikmat. Itu yang Jisoo rasakan.

“Lebih cepat, Seok.” Ini yang Jisoo suka ketika mereka berhubungan badan. Seokmin selalu gentle ketika melakukannya. Ia tidak akan menaikkan ritme permainannya jika Jisoo tidak meminta.

“Ah ah ah ah ah—.” Desahan keduanya saling bersautan di dalam kamar mereka.

Suara tabrakan antar tubuh mereka terdengar jelas ketika keduanya mencoba bergerak secara berlawanan. Seokmin memegangi pinggul Jisoo, sedangkan Jisoo sedikit memegangi perutnya yang terlonjak-lonjak akibat tumbukan Seokmin yang sedikit kencang kali ini.

“Seok—.”

“Keluarin aja yang.”

Beberapa menit kemudian Jisoo keluar, cairannya mengenai tubuh mereka berdua.

“Maaf Seok.”

“Gapapa, aku kencengin dulu ya? Aku juga mau keluar.”

Jisoo mengangguk, ia siap terlonjak-lonjak kencang.

Lalu, beberapa menit kemudian mereka mencapai pelepasan mereka—Jisoo keluar untuk kedua kalinya.

Seokmin menjatuhkan kepalanya di dada Jisoo yang naik turun akibat pelepasan. Lalu mengecup bibir Jisoo.

“Lagi, boleh?”

Tapi ini yang Jisoo sedikit tidak suka, Seokmin tidak akan cukup hanya sekali keluar.

Seokmin membantu Jisoo bangkit dari tidurnya, lalu mengajak Jisoo berdiri di depan meja rias milik Jisoo.

“Seok?”

“Soo, kamu harus liat wajah kamu cantik banget. Apalagi kalo lagi keenakan.”

Seokmin sudah memakai pengaman yang baru, lalu ia langsung masuk ke dalam lubang Jisoo. Ia harus cepat karena lubang Jisoo juga cepat sempit kembali.

Jisoo berpegangan pada meja riasnya dengan satu tangannya, sedangkan tangannya yang lain untuk memegang perutnya agar tidak terpentok meja.

“Anghhhh—Seok.”

Jisoo bersemu malu ketika melihat wajahnya di cermin—ia tidak tau kalau ia sebinal itu ketika dengan Seokmin.

“Cantik kan?”

Jisoo menundukkan kepalanya dengan mulut yang terus-terusan mengeluarkan desahan-desahan. Ia merasakan Seokmin mengecupi pundaknya dan memberikan beberapa tanda kemerahan di sana.

“Sayang, jangan nunduk. Ayo liat lagi.” Jisoo menatap dirinya sendiri di cermin, lalu ia juga melihat Seokmin yang menatapnya. Ia juga melihat salah satu tangan Seokmin yang sedang memilin-milin putingnya—sedangkan tangan satunya Seokmin gunakan untuk memeluk Jisoo.

“Seok—anghhhhhh.” Jisoo merasa dia akan keluar.

“Tahan dulu sayang, aku juga keluar.” Seokmin menutup ujung kepala kejantanan Jisoo. Jisoo menggelengkan kepalanya tidak kuat menahannya.

“Ayo, yang.”

2x tumbukan keras dari Seokmin, mereka berdua sama-sama mengeluarkan cairan mereka. Cairan Jisoo mengenai meja rias dan cerminnya.

Lalu keduanya terengah-engah sambil menatap satu sama lain dari cermin.

“Cantik, kan?”

Jisoo menekan kepala Seokmin agar lebih dekat dengan pipinya. Lalu menggesekkan kedua pipi mereka.

“Love you, Seok.”

“Love you too, pak Jisoo.”