Seokmin bisa melihat Jeonghan yang baru turun bis dari dalam mobilnya. Lalu keningnya mengernyit ketika ia melihat seseorang yang lebih tinggi dari Jeonghan berada di belakang Jeonghan dengan membawa tas milik Jeonghan, lalu kemudian keduanya berbincang sebentar dan Jeonghan pamit, tapi ada yang aneh, ketika pamit laki-laki itu memegang pucuk kepala Jeonghan dan sedikit mengacaknya. Seokmin meremat sendok yang ia gunakan, seketika sop buah di depannya sudah tidak menarik baginya.
Jeonghan membuka pintu mobil dan menyembulkan kepalanya. “Sayang?” Seokmin terkejut dan tertawa. Pura-pura.
“Aku balikin mangkok abangnya dulu ya.” Jeonghan mengangguk dan Seokmin keluar. Beberapa menit kemudian Seokmin kembali masuk ke mobilnya dan menjalankan mobilnya menuju apartemen mereka.
Selama diperjalanan keduanya sama-sama terdiam, Jeonghan yang sedang memejamkan matanya dan Seokmin fokus pada jalanan. Hingga akhirnya mereka sampai di apartemen. Seokmin mengambil tas Jeonghan sedangkan Jeonghan memeluk lengan Seokmin lalu keduanya beriringan menuju apartemen mereka.
“Mandi dulu sana.” Ucap Seokmin kepada Jeonghan yang sudah mengendus-endus badannya.
“Kangen.”
“Ya iya, makannya mandi dulu. Terus nanti kita kangen-kangenan di kasur.”
Jeonghan tertawa. “Mau ngapain?”
“Ngapain kek yang enak.” Jawab Seokmin sekenanya. Jeonghan mencubit perut Seokmin lalu mengecup pipi Seokmin dan kemudian berlari kecil menuju kamar mandi.
. . . . . . . . . . . . .
Jeonghan keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk di pinggangnya—karena memang dia tidak membawa baju ganti dan celananya. Seokmin hanya menatapnya sebentar lalu kembali fokus pada ponselnya, karena menurutnya itu hal yang biasa—ia bahkan sudah sering melihat Jeonghan tidak mengenakan apapun.
Setelah memakai baju tidurnya, Jeonghan bergabung dengan Seokmin. Ia mengambil satu tangan Seokmin kemudian ia masuk ke dalam pelukan Seokmin—dengan tangan Seokmin yang tadi ia taruh di pinggangnya.
“Kangen.” Jeonghan mengusakkan wajahnya ke leher Seokmin. Seokmin tertawa kecil kemudian ia menaruh ponselnya di nakas dan langsung memeluk Jeonghan.
“Kita ga ketemu berapa lama ya?” Tanya Seokmin sambil mengecupi kening Jeonghan.
“Seminggu ada kali, kamu sih kelamaan di Bandung.”
“Kan cari duit yang, kalo ga gitu ga nikah-nikah nanti kita.” Seokmin bergidik ketika merasakan dadanya dikecup oleh Jeonghan.
“Baby, aku kangen banget.”
But when you call me baby. I know I'm not the only one
Memikirkannya saja sudah membuat kepala Seokmin mau pecah. “Jangan dong, masa gagal lagi gue.”
“Yang, cerita dong.”
“Cerita apa sih? Kamu mau tau cerita ku yang mana?”
“Ya apa aja, ketemu siapa aja atau ngapain aja.”
“Kalo ketemu ya banyak, aku kasih tau juga kamu ga bakal kenal. Oh ya, aku ketemu sama Jun. Terus di sana ya gitu-gitu aja, ngobrol bareng terus ada door prize juga tapi aku ga dapet, tangan ku ga wangi berarti.”
Seokmin mengangguk. “Terus ga ketemu siapa lagi gitu?”
“Dibilang banyak kalo ketemu mah, gak mungkin aku sebut satu-satu.” Jeonghan makin mengeratkan pelukannya.
Seokmin menghela nafasnya, ia sama sekali tidak puas dengan jawaban Jeonghan. Terutama, Jeonghan tidak jujur padanya.
“Aku ngantuk deh, pay.”
“Yaudah bobok, nanti makan malemnya beli aja.”
“Okay, love you sayangku.”
“Love you too.”
Jeonghan terlelap dipelukan Seokmin, sedangkan Seokmin berusaha mempercayai Jeonghan sepenuhnya.