Sebenarnya Seokmin malas mengajak seseorang untuk ke rumahnya—rumah yang nantinya akan ia tempati dengan Jeonghan(niatnya). Ia bahkan jarang memperbolehkan teman-temannya ke sana kalau tidak ada Jeonghan. Ia selalu akan meminta izin Jeonghan kalau akan mengundang teman-temannya. Tapi kali ini, ia tidak melakukannya, dengan pede ia mengajak Minghao ke sana.
Beberapa menit kemudian Minghao sampai, Seokmin mengambil gelas untuk keduanya minum wine yang Minghao bawa.
“Bokap gue abis dari Itali, terus bawa itu.” Ucap Minghao sambil menuang wine yang tadi ia bawa.
“Bokap lo disini? Ini tinggi ga alkohol nya? Gue pengen minum tapi ga mau mabok banget.” Seokmin mengambil gelas yang Minghao sodorkan.
“Iya, tapi udah balik ke China lagi. Kesini nengokin gue doang. Alkohol mah aman Seok, gue juga kan ga bisa minum banyak-banyak.”
Seokmin hanya mengangguk dan langsung menenggak minuman beralkohol itu. Keningnya mengernyit ketika ia merasakan pahit memenuhi mulutnya.
“Wah gila, kuat banget.”
“Tapi enak kan?”
Seokmin mengangguk. “Enak lah, wine mahal.” Minghao tertawa sambil terus menatap Seokmin yang berkali-kali menenggak minuman itu.
Beberapa menit kemudian Seokmin sudah merasakan kepalanya terasa berat. Ia merebahkan kepalanya di kepala sofa sambil memijat kening sesekali. Tapi, ia masih bisa merasakan ada sesuatu yang mendekat ke arahnya.
Tiba-tiba saja ia juga merasakan sebuah usapan lembut di pahanya. Tapi kepalanya terlalu pusing untuk tau siapa yang melakukan itu, ia bahkan lupa dengan siapa ia sekarang.
“Seok.” Seseorang memanggilnya dengan tangan yang makin naik ke arah dadanya.
Seokmin tersenyum, dan menerka itu pasti buy-nya. Seokmin mengambil tangan yang tadi mengelusnya dan kemudian mengecupnya.
“Buy.” Seokmin bahkan ikut mengelus pipi seseorang di depannya.
“Seok.” Usapan tangan Seokmin terhenti.
Itu bukan buy-nya.
Seokmin berusaha keras untuk menjauh, tapi orang itu masih berusaha untuk menahannya.
“Lepas.”
“Seok, ini aku Jeonghan.”
Seokmin menggeleng. “Gue ga tau siapa lo, tapi lo bukan Jeonghan.”
“Seok, kamu mabuk. Ayo ke kamar yuk, kita tidur yuk.” Seokmin mendorong tubuh orang itu.
“Jangan sentuh gue. Lo bukan Jeonghan.”
“Seok, ini aku—.” Ucapan orang itu terputus ketika Seokmin mendorongnya dengan kuat sampai orang itu jatuh.
“Pergi, pergi dari rumah gue. Lo bukan Jeonghan.” Tapi orang itu tidak mau menurut, ia malah ikut mendorong Seokmin agar terjatuh ke sofa. Ketika Seokmin limbung, orang itu berusaha menaiki dirinya dan mencoba mencium bibir Seokmin. Seokmin meronta sampai orang itu kembali terjatuh.
“Brengsek lo, pergi anjing.” Seokmin melempari orang itu semua yang bisa ia raih. Sebenarnya Seokmin tidak terlalu mabuk, tapi matanya terlalu berat dan kepalanya terlalu pusing untuk mengingat. Sampai saat Seokmin merasakan ia melempar sesuatu yang keras dan mengenai orang tersebut. Setelahnya ia mendengar suara pintu tertutup keras.
Seokmin menjatuhkan tubuhnya ke sofa, kepalanya benar-benar pusing. Sampai ia kembali mendengar suara pintu terbuka dan seseorang melangkah masuk, tapi ia tidak punya tenaga lagi untuk melawan dan terpaksa harus menerima apa yang akan terjadi.
Buy, maafin aku.
. . . . . . . . . . . . .
10.00
Seokmin terbangun dengan kepalanya yang amat sangat pusing. Kemudian ia melihat sekelilingnya dan ternyata Seokmin berada di kamarnya dan sendirian. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi semalam. Minghao dan wine, kemudian ia juga berusaha mengingat kejadian setelahnya.
“Apa mungkin Minghao melakukan hal yang tidak-tidak?
Saat merasakan pusing kembali akibat mengingat, tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka. Dan Seokmin mendapati Jeonghan di sana.
“Hey, udah bangun?” Seokmin melihat Jeonghan membawa nampan berisi semangkuk sup dan air minum.
“Buy?”
“Kamu ngapain deh a kok rumah berantakan banget?”
“Buy, kamu liat orang yang keluar dari rumah?”
“Aku liat, tapi ga tau itu siapa.” Seokmin mendesah frustasi.
“Kenapa sih a?”
“Itu Minghao, buy.”
Jelas Jeonghan terkejut, pasalnya Seokmin tidak pernah membawa orang luar masuk ke rumah mereka—kecuali orang-orang terdekat.
“Kamu minum sama dia?”
“Aku mumet banget, terus dia ngajak minum yaudah aku iyain.”
“Terus?”
“Aku ga tau apa yang terjadi semalem, cuma aku inget dia megang aku, bahkan berusaha untuk cium aku. Tapi aku tolak, terus aku ga inget aku lempar apa tapi kayaknya kena kepalanya dan dia pergi abis itu aku ga tau apa-apa lagi.” Seokmin menjambak rambutnya.
“Aa, maaf. Semuanya gara-gara aku.” Ucap Jeonghan sambil menunduk.
Seokmin mengambil tangan Jeonghan. “Kak, ini bukan karena kamu ini pure salah aku, padahal aku udah janji ga bakal bawa orang lain masuk ke rumah kita. Maafin aku juga ya kak.”
Jeonghan berhambur ke pelukan Seokmin. “Aa, i miss u and i love u so much. Please, kasih aku satu kesempatan lagi. Aku ga bakal nyia-nyiain kamu lagi.”
“Kak, hidup ku ini bukan monopoli yang bisa kasih kesempatan banyak buat orang-orang. Tapi kalo orangnya kamu, tanpa mikir 2x dan tanpa kamu minta aku bakal kasih semua kesempatan itu.” Jeonghan menangis dipelukan Seokmin. Lagi-lagi dirinya diterima oleh laki-laki itu. A, aku gak bakal lepasin kamu lagi.