pilihan

Chan memperhatikan kedua orang tuanya. Ia tau ada hal yang tak beres antara mereka.

“Ayah sama papa kenapa? Papa kenapa matanya bengkak? Papa nangis? Ayah marahin papa?”

Tapi keduanya tidak menjawab.

“Chan, ada yang mau ayah omongin sama Chan.”

Chan menunggu ayahnya melanjutkan ucapannya.

“Ayah sama papa mau cerai.” Ucap Seungcheol. Jihoon sudah tidak bisa lagi menahan tangisnya.

“Cerai itu apa ayah?”

Seungcheol baru sadar kalau anaknya itu masih terlalu kecil untuk mengetahui apa itu cerai.

“Pisah, Chan.”

“Kenapa?”

Seungcheol menatap Chan sendu.

“Kenapa ayah sama papa pisah? Chan nakal ya sampe ayah sama papa pisah?”

Seungcheol menggeleng. “Chan gak nakal. Yang nakal ayah sama papa. Jadinya harus pisah.”

“Terus gimana ayah?”

“Chan mau ikut ayah atau papa?”

“Bener-bener gak bisa tinggal bertiga lagi?”

Seungcheol menggeleng.

“Chan pikirin dulu ya ayah. Chan ke kamar dulu.”

Chan beranjak pergi. Ia tau ada masalah di keluarganya, bahkan Jeonghan sudah tidak bekerja.

Jihoon menangis sesenggukan. “Maafin papa, Chan.”

. . . . . . . . .

Chan mengetuk pintu kamar orang tuanya. Dan Seungcheol membukanya.

“Chan udah ada jawabannya.”

Seungcheol dan Jihoon harus siap mendengar pilihan Chan.

“Ayah, papa, Chan dari panti asuhan kan?”

Ah ya, Chan bukan anak kandung keduanya. Jihoon dan Seungcheol mengadopsi Chan sejak Chan bayi, sampai sekarang Chan berusia 10 tahun.

“Ayah sama papa masih inget gak dimana panti asuhannya?”

Jihoon dan Seungcheol saling berpandangan. Lalu keduanya sama-sama mengangguk.

Chan tersenyum. “Ayah sama papa balikin aja Chan ke sana. Chan gak bisa kalau harus milih ayah atau papa. Chan sayang kalian berdua. Chan gak mau buat papa sedih kalo Chan pilih ayah begitu sebaliknya. Jadi jalan satu-satunya adalah kembalikan Chan ke sana. Chan gapapa kok.”