Night

Jeonghan masuk ke dalam mobil dimana Seungcheol sudah menunggunya. Keheningan menyelimuti mereka. Sebenernya Seungcheol yang masih malu karena kejadian tadi siang—membuatnya ingin menghilang dari muka bumi.

“Mas?”

“Ya Han?”

“Kamu kenapa? Muka kamu merah banget. Kamu sakit mas?”

Seungcheol menyentuh wajahnya yang terasa panas.

“Engga kok, kayaknya aku kepanasan.”

“Tapi kan ada AC mas.”

Ah, ya juga. Orang bodoh mana yang mencari alasan seperti itu?

“Iya, AC nya kurang dingin.”

Jeonghan mengangguk. Lalu mencari sesuatu di tas belanjaannya.

“Aku tadi beli salad buah, mas mau gak? Aku suapin ya?”

“Boleh Han.”

Jeonghan menyendok salad yang tadi ia beli, lalu menyodorkannya pada Seungcheol.

“Enak gak?”

Seungcheol mengangguk. “Bukannya semua salad gini ya?”

“Kan kadang ada yang mayonaise nya gak enak mas, atau buahnya udah ga seger.”

“Tapi ini enak sih. Kamu beli berapa?”

“Cuma beli 2, ntar aku bikinin aja kalo mas masih mau. Aku tadi beli buah-buahan kok.”

“Kayaknya enak ngerjain kerjaan sambil makan salad buah.”

“Mas bawa kerjaan lagi?”

Seungcheol mengangguk.

“Kenapa gak dikelarin di kantor? Kan tadi aku bilang kelarin dulu.”

“Kenapa? Aku ganggu ya kalo kerja?”

“Bukan mas, cuma kan kalo udah pulang tuh ya istirahat. Kalo di kantor kamu kerja, di rumah kerja juga, kapan istirahatnya? Nanti kalo sakit gimana?”

Seungcheol malah terkekeh ketika Jeonghan berceloteh seperti itu.

“Kok ketawa sih mas?”

“Abis kamu bawel banget. Aku kerja di rumah kan cuma ngecek-ngecek aja. Gak bakal capek.”

“Ya tetep aja dong mas.”

“Iya-iya, mas gak bawa kerjaan lagi ke rumah.” Ucap Seungcheol, sambil menjawil dagu Jeonghan.

Setelahnya, Jeonghan kembali menyuapi Seungcheol salad buah itu.

. . . . . . . . .

Setelah sampai di rumah, Jeonghan menyuruh Seungcheol untuk mandi terlebih dahulu. Seperti biasa, Jeonghan kembali menyiapkan pakaian untuk Seungcheol, setelahnya ia menatap semua barang-barang yang tadi ia beli di supermarket.

“Han, mas udah kelar.”

Jeonghan yang sedang menyiapkan makan malam pun mengangguk.

“Kamu mau makan duluan?”

“Nunggu kamu aja, sekalian aku mau ngerjain kerjaan dulu biar nanti abis makan langsung tidur.”

Jeonghan mengiyakan. Ia langsung pergi mengambil baju dan langsung masuk ke kamar mandi. Dan Seungcheol juga langsung mengerjakan pekerjaannya.

. . . . . . . . .

Saat ini keduanya sedang menikmati makan malam mereka—dengan keheningan.

Beberapa menit kemudian, selesai. Jeonghan membereskan piring bekas makan mereka. Sedangkan Seungcheol, ia menuju kamar tidur mereka. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Beberapa menit kemudian Jeonghan masuk ke dalam kamar itu.

“Mba Rachel kapan pulang mas?” Tanya Jeonghan sambil mengoleskan skincare malamnya.

“Nanti kalo uangnya dia abis.”

“Kamu emangnya engga kangen sama dia?”

“Engga, Jeonghan.”

“Ya kangen sih, kenapa emang?”

“Engga, aku liat kalo disini kamu gak pernah telpon dia.”

Jeonghan sadar

“Tadi di kantor aku udah telpon dia.”

“Aku bohong, Han.”

“Bagus deh, gimanapun juga dia kan istri kamu.”

Seungcheol mengangguk. Jeonghan merebahkan tubuhnya di samping Seungcheol.

“Kamu ngapain aja hari ini?” Tanya Seungcheol—secara refleks tangannya mengelusi rambut Jeonghan

“Aku tadi beberes rumah aja kok mas.”

“Adik dan ayah kamu apa kabar?”

“Baik, tadi aku baru telpon mereka. Bapak udah baik-baik aja mas. Berkat kamu.”

“Seneng dengernya.”

Lalu keduanya sama-sama saling diam, tapi tangan Seungcheol tidak beranjak dari kepala Jeonghan. Sedangkan Jeonghan, ia menikmati setiap usapan di kepalanya.

“Jeonghan bobo oh Jeonghan bobo kalo tidak bobo di gigit—.”

“—mas Seungcheol.” Jeonghan dan Seungcheol tertawa.

“Emang aku apaan gigit-gigit.”

“Emangnya juga aku bayi dinyanyiin gitu.”

“Bayinya aku ga sih?”

“Bayi bisa bikin bayi.” Seungcheol tertawa, ia gemas dengan Jeonghan dan secara tidak sadar ia sedikit mengigit pipi chubby Jeonghan.

“Tuhkan gigit.”

“Abis kamu gemes.”

Jeonghan mengelus-elus pipinya tadi Seungcheol gigit. Lalu secepat kilat Seungcheol mengecup pipi itu.

“Biar cepet sembuh.”

“Wah, aku sembuh.” Ucap Jeonghan meledek.

“Dasar nyebelin.” Seungcheol sedikit menggelitik pinggang Jeonghan.

Setelah lelah tertawa, ntah apa yang terjadi sebelumnya tapi saat ini keduanya sudah saling tatap dengan tangan Seungcheol yang berada di pipi Jeonghan.

“Boleh mas cium?”

Bak tersihir, Jeonghan mengangguk.

Seungcheol meraup bibir merah milik Jeonghan. Menghisap bibir bawah itu dengan lembut. Sedetik kemudian ia menggigit bibir bawah itu, meminta akses untuk masuk menjelajahi mulut hangat Jeonghan. Jeonghan sendiri sudah terbuai dengan ciuman lembut Seungcheol pun mengizinkan Seungcheol untuk mengeksplor mulutnya.

Ngghhhh

Jeonghan melenguh ketika dengan lembut Seungcheol menggelitik langit-langit mulutnya.

Dan Seungcheol suka mendengar Jeonghan melenguh

Sekali lagi ia ingin mendengar suara halus itu. Ia membelit lidah Jeonghan dengan lidahnya. Dihisap dengan penuh nafsu sampai Jeonghan mengeluarkan suara lenguhan panjang.

Setelah puas dengan mulut Jeonghan, Seungcheol melepaskan ciumannya. Ia menatap Jeonghan yang menatapnya dengan sayu, dengan bibir bengkak tentu saja.

“Rasa strawberry.” Ucap Seungcheol sambil mengelus bibir Jeonghan.

“Mas Seungcheol?”

“Hm?”

“Aku baru pertama kali ngerasain di cium selembut itu.”

“Aku juga Jeonghan, baru pertama kali nyium selembut itu.”

“Kamu suka?”

Jeonghan mengangguk.

“Mau lagi?”

Jeonghan mengangguk lagi.

“Mas bisa kasih yang lebih lembut dari itu, kamu mau coba gak?”

Lagi-lagi Jeonghan mengangguk.

“Mas butuh jawaban Jeonghan, bukan cuma anggukan.”

“Mau mas.”

“Mau apa, sayang?”

Darah Jeonghan berdesir.

“Mau kayak tadi—.”

“—atau bahkan lebih.”

. . . . . . .

Bersambung (kek cinta Fitri)