Namun, Seungcheol tetaplah Seungcheol. Ia bahkan tidak bisa untuk tidak menyentuh tubuh mulus Jeonghan.
“Ahhhh—.” Jeonghan terlonjak ketika dengan tiba-tiba Seungcheol masuk dari belakang tanpa berbicara padanya.
“Mas jangan ngagetin gitu dong.”
“Maaf sayang, mas gak kuat.” Seungcheol terus menggempur lubang sempit Jeonghan.
“Ah ah ah ah ah ah.” Jeonghan menyandarkan tubuhnya di dada Seungcheol dengan tangan ia taruh di leher Seungcheol. Sementara Seungcheol selain menggerakkan pinggulnya ia juga mengocok kejantanan Jeonghan—membuat Jeonghan makin mengeluarkan suara-suara desahan yang menggema di dalam kamar mandi.
“Mas—nghh.”
“Ya sayang?”
“Ma—u keluar.” Dengan susah payah Jeonghan berbicara.
“Keluarin aja, yang.”
Jeonghan makin berisik ketika Seungcheol makin menjadi-jadi ketika menggerakkan pinggulnya.
“Arghhhh—mashhh.”
Cairan Jeonghan mengenai tembok di depan mereka. Dengan terengah-engah, Jeonghan kembali terlonjak-lonjak ketika Seungcheol tidak memberinya kesempatan untuk mengatur nafasnya.
“Mas mau keluar sayang.”
Jeonghan mengangguk ribut. Kepalanya terasa pusing ketika kembali ia merasakan kalau dirinya akan keluar lagi.
“Mau keluar lagi kamu?” Tanya Seungcheol yang masih memegang kendali kejantanan Jeonghan yang mulai membesar lagi.
“Mashhhh—.”
“Keluarin bareng ya sayang.”
Seungcheol kembali mengambil alih semua pergerakan mereka. Ia tidak membiarkan Jeonghan bergerak lebih.
“Anghhhh—.” Jeonghan memejamkan matanya ketika tangan Seungcheol yang satu juga ikut memilin putingnya.
“Mas, aku ga kuat.”
“Ayo sayang.”
Dua kali tumbukan keras dari Seungcheol.
“MAS/JEONGHAN.”
Keduanya terengah-engah—mengatur nafas keduanya. Seungcheol mengecup bahu telanjang Jeonghan yang bergerak naik turun akibat pelepasan mereka.
“Capek?”
“Capek berdiri, mas.”
Seungcheol mengeluarkan kejantanannya dari lubang Jeonghan, Jeonghan berpegangan pada tubuh Seungcheol.
Dengan sekali gerakan, Seungcheol menggendong Jeonghan menuju bathtub untuk membersihkan tubuh mereka.
“Perasaan tadi kita niatnya mandi deh mas.”
Seungcheol tertawa. “Siapa suruh punya badan menarik perhatian. Mas jadi gak kuat mau makan kamu terus.”
Jeonghan memukul lengan Seungcheol. “Lebay. Tapi ngomong-ngomong makan, aku laper deh mas.”
“Yaudah abis ini kita pesen makan. Atau kamu mau keluar cari?”
“Kayaknya mau pesen aja. Aku lemes.”
“Oke nanti kita pesen, ya.”
Skip time
Keduanya saat ini sedang menonton film—dalam keadaan telanjang yang hanya tertutup selimut tebal. Setelah makan, keduanya memilih untuk beristirahat sejenak.
Seungcheol yang sedang fokus pada ponselnya, hanya diam saja ketika dengan jahil tangan Jeonghan menggenggam kejantanannya.
Membelai. Mengocok.
“Sayang, nanti mas gak mau berhenti loh kalo kamu godain terus.”
“Abis mas sibuk sama hp. Katanya kita liburan.” Ucap Jeonghan sambil cemberut tapi tangannya tidak berhenti membelai kejantanan Seungcheol.
“Ini temen-temen mas sayang. Bentar doang kok.”
Jeonghan tidak menjawab, ia menyampingkan tubuhnya menghadap Seungcheol dengan tangan yang masih di kejantanan Seungcheol. Lalu tangannya bergerak naik ke arah puting Seungcheol.
Jeonghan memilin puting itu, mencubitnya pelan dan membelainya.
“Ngapain sih kamu?” Tanya Seungcheol
Jeonghan tidak menjawab, ia masih melakukan yang tadi ia lakukan. Tapi Jeonghan menatap Seungcheol yang sedang menatapnya juga. Seungcheol tidak mengeluarkan lenguhan tapi ia merasakan kenikmatan yang Jeonghan berikan.
Lalu Jeonghan turun dari ranjang dan mengambil madu botol yang tadi disediakan pihak hotel. Lalu Jeonghan melumurinya di puting Seungcheol.
Dengan sekali tangkup Jeonghan memasukkan puting Seungcheol ke dalam mulutnya. Seungcheol hanya memperhatikan apa yang Jeonghan lakukan.
“Belajar darimana, yang?” Jeonghan mendongak menatap Seungcheol yang sedang menatapnya sambil menggigit bibir bawahnya—artinya Seungcheol menikmati mulut Jeonghan.
“Aku pernah nonton blue film.” Jawab Jeonghan setengah tertawa.
“Enak gak mas?”
Seungcheol mengangguk. “Enak banget sayang.”
“Mas mau nyoba gak?”
“Pake madu juga?”
Jeonghan mengangguk. “Tapi—.”
“Tapi apa?”
“—tapi di lubang aku.”
. . . . . . . . .
Seungcheol sudah berada di depan lubang Jeonghan yang berkedut. Ia mengoleskan madu ya tadi Jeonghan ambil di sana. Dengan gerakan memutar, Seungcheol bisa melihat wajah Jeonghan yang mendongak ke atas—Jeonghan bahkan menahan kedua kakinya agar tidak mengganggu Seungcheol yang sedang berada di lubangnya.
“Ngghhhh.” Jeonghan berjengkit ketika lidah Seungcheol menari-nari di atas lubangnya.
“Manis.” Ucap Seungcheol sambil menjilat bekas madu yang menempel di bibirnya.
Lalu Seungcheol membalikkan tubuh Jeonghan agar menungging membelakanginya. Lalu lagi-lagi ia oleskan madu itu.
Jeonghan menumpukan telapak tangannya di ranjang untuk menahan dirinya agar tidak jatuh—tapi Seungcheol membuat pertahanannya runtuh. Lagi-lagi Jeonghan mendongak ketika kembali ia rasakan lidah panas Seungcheol menyapa lubangnya.
“Anghhhh—mas.”
Setelah puas, Seungcheol membalikkan lagi tubuh Jeonghan dan kali ini kembali telentang dengan pasrah. Seperti kecanduan, Seungcheol kembali mengoleskan lagi madunya di kejantanan Jeonghan.
“Akhhh—.” Ketika tidak sengaja gigi-gigi Seungcheol mengenai kejantanannya. Perih sekaligus nikmat.
Seungcheol menaik-turunkan kepalanya—melahap habis kejantanan Jeonghan. Menjilatinya. Memutar-mutar lidahnya di kepala kejantanan Jeonghan. Bahkan mengemut kedua twins ball Jeonghan.
Jeonghan menahan kepala Seungcheol dan membuat kejantanannya menabrak langit-langit dalam mulut Seungcheol.
“MASHHH—.”
Jeonghan mengeluarkan cairannya di dalam mulut Seungcheol.
“Udah mas, capek.” Ucap Jeonghan dengan terengah-engah.
“Kan tadi mas bilang kalo mas gak bakal berenti eh kamu malah ngajakin.”
Jeonghan mengerucutkan bibirnya. “Istirahat bentar ya?”
Seungcheol tertawa, lalu mengangguk. Kemudian ia ikut merebahkan tubuhnya di samping Jeonghan. Jeonghan menaruh kepalanya di atas dada Seungcheol—membuat Seungcheol bisa mengecupi pucuk kepala Jeonghan.
“Nanti malem dinner mau gak, yang?”
“Dimana mas?”
“Mau gak?”
Jeonghan mengangguk. “Mau.”
“Oke.”
“Kemana dulu?”
“Mau tau aja sih kamu.” Seungcheol mengecup gemas kepala Jeonghan.
“Pelit dasar.” Jeonghan mengeratkan pelukannya.
“Mas?”
“Hm?”
“Kok aku belum hamil juga ya?”
Seungcheol lupa. Lupa bahwa ia dan Jeonghan harusnya hanya sekedar berhubungan badan saja—tapi ia dan Jeonghan malah seperti pasangan yang sedang honeymoon.
“Sabar dong, kan kita juga lagi usaha.”
“Nanti, kamu bakal jauhin aku sama si bayi gak ya mas?”
Seungcheol diam. Karena tujuan awalnya Seungcheol memang hanya butuh anak itu.
“Han?”
“Ya mas?”
“Mas lagi pengen main kasar, Han mau gak? Kalo gak mau gapapa.”
Lagi-lagi Seungcheol tidak menjawab.
Tapi itu tidak mengganggu pikiran Jeonghan. Jeonghan mengangguk. “Mau mas.”
Seungcheol membuka selimut yang tadi menutupi seluruh tubuh mereka. Ia membawa Jeonghan ke dalam ciuman panasnya. Lalu ia mengangkat tubuh Jeonghan ke gendongannya. Posisinya, Jeonghan digendong koala oleh Seungcheol.
Setelah Jeonghan terbuai, Seungcheol secara paksa melebarkan kedua pipi pantat Jeonghan, dan memajukan pinggulnya—untuk memasukkan kejantanannya.
“Mhhmm—.” Jeonghan sedikit mengigit bibir Seungcheol ketika ia terkejut dengan Seungcheol yang tiba-tiba masuk.
Seungcheol melepaskan ciumannya, ia menjelajahi leher mulus Jeonghan—membuat Jeonghan mendongak memberikan akses untuk Seungcheol.
Seungcheol menggerakkan pinggulnya, membuat Jeonghan yang di gendongannya naik-turun mengikuti ritme gerakan Seungcheol.
“Ah ah ah ah ah.”
Seungcheol menurunkan Jeonghan dan menghadapkannya ke meja lemari di kamar itu. Jeonghan menempelkan pipinya di cermin lemari itu. Seungcheol menjambak rambut Jeonghan—lalu ia menjilati leher Jeonghan. Menggigit dan mengulum telinga Jeonghan.
Jeonghan merasa kakinya lemas, ia bahkan bisa jatuh kalo saja Seungcheol tidak menahannya.
“Sayang?”
“Ngghhhh—.” Hanya lenguhan yang keluar dari mulut Jeonghan.
“Enakkan?”
Jeonghan mengangguk sambil terus mengeluarkan desahan-desahan yang mampu membuat Seungcheol keras.
“Anghhhh—mas Seungcheol.”
“Ya sayang?”
“Lebih dal-amnghhh.” Seungcheol kembali menekan kejantanannya agar semakin masuk ke lubang Jeonghan dan mengenai sweet spot
Seungcheol mendorong Jeonghan agar berjalan menuju balkon kamar hotel yang mereka tempati.
“Mas, nanti keliatan orang.”
“Kita dilantai 35 sayang, kecuali yang liat punya sayap bisa terbang.”
Seungcheol menaruh kedua tangan Jeonghan di pagar pembatas di balkon itu.
“Pegangan, sayang.” Jeonghan menungging dengan tangan mencengkeram erat pagar itu.
“Ngghhhh—.” Seungcheol sudah menggerakkan kembali pinggulnya. Lalu ia juga kembali menjambak rambut Jeonghan.
“Liat sayang, mana ada yang bisa liat kamu disini,hm? Cuma aku yang boleh liat.”
“Ah ah ah ah ah ah ah—.”
Jeonghan merasakan kejantanannya akan mengeluarkan cairan.
“Mas, keluar.”
“Keluarin aja.”
“Nanti jatoh ke bawah.”
“Kalo gak mau jatoh, tahan sebentar.”
Jeonghan menggeleng. “Gak bisa—nghhh.”
“Pilihannya cuma dua, keluarin atau tahan.”
Jeonghan memilih menahannya.
Seungcheol kembali menggerakkan pinggulnya dengan ritme kasar. Ia bahkan beberapa kali melenguh ketika kejantanannya di remas-remas oleh lubang sempit Jeonghan.
“Anghhhhhhhh—.”
Jeonghan rasanya mau menangis sekarang, ia benar-benar tidak bisa lagi menahan lagi. Ia benar-benar ingin keluar.
“Mashhh mau keluar—nghhh.”
“Dikit lagi sayang.”
Seungcheol makin kencang menggerakkan pinggulnya.
2 kali tumbukan keras.
“JEONGHAN.”
Seungcheol mengeluarkan cairannya di dalam tubuh Jeonghan. Sedangkan Jeonghan, ia benar-benar belum keluar.
“Masih mau keluar, yang?”
“Menurut kamu?” Seungcheol tertawa mendengar suara Jeonghan yang marah tapi bergetar.
Seungcheol mengeluarkan kejantanannya, dan membalikkan tubuh Jeonghan—jadinya, Jeonghan bersandar di pagar pembatas dengan tangan terentang untuk berpegangan. Seungcheol melahap kejantanan Jeonghan yang mengacung tegak.
“Ah ah ah ah ah ah—.” Jeonghan ikut menggerakkan pinggulnya secara berlawanan dengan kuluman Seungcheol—membuat Seungcheol hampir tersedak.
Jeonghan menjambak rambut Seungcheol yang ada dibawahnya. Kemudian ia menekan kepala Seungcheol.
“MAS SEUNGCHEOL.” Jeonghan mengeluarkan cairannya di dalam mulut Seungcheol untuk kedua kalinya.
Jeonghan hampir tumbang kalau saja Seungcheol tidak menahan pinggulnya. Setelah Seungcheol rasa cairan Jeonghan sudah keluar semua, Seungcheol melepaskan kulumannya dan kembali menggendong Jeonghan lalu merebahkan tubuh Jeonghan di atas ranjang.
“Keluarnya banyak banget.” Ucap Seungcheol
“Nahannya lama tau. Pusing banget kepala aku tadi.”
Seungcheol masuk ke dalam kaki Jeonghan dan menaruh kepalanya di atas dada Jeonghan, ia bahkan bisa mendengar debar jantung Jeonghan. Sedangkan Jeonghan ia mengapit Seungcheol dengan kedua kakinya.
“Tadi itu, enak banget yang.”
“Iya mas, aku juga ngerasa gitu. Tapi kenapa tumben kamu kasar?”
“Lagi pengen aja, sakit gak?”
“Nyeri dikit, karena kamu masuknya tiba-tiba tadi.”
“Maaf ya?”
Jeonghan mengangguk. “Kan aku juga mau.”
“Han?”
“Ya mas?”
“Makasih ya.”
“Sama-sama mas, tidur yuk? Nanti malem jadikan?”
“Jadi dong, tapi kalo Han masih capek ya engga usah. Besok-besok aja.”
“Han kuat.”
“Oke-oke.”
“Mas, besok kita beli oleh-oleh yuk? Aku mau kasih ke Chan sama bapak.”
“Boleh sayang, kamu besok mau kemana-mana aku siap anter.”
“Asik punya sopir ganteng. Bayarannya apa pak?”
“Ngewe di mobil.”
Jeonghan memukul pelan punggung Seungcheol, dan Seungcheol hanya tertawa. Seungcheol kemudian mendongak dan mencium sekilas bibir Jeonghan.
“Bobok ya?”
Jeonghan mengangguk. Lalu Seungcheol bangkit dan merebahkan tubuhnya di samping Jeonghan—lalu ia gantian menyandarkan kepala Jeonghan ke dadanya. Membawa Jeonghan ke dalam pelukan hangatnya. Menepuk-nepuk punggung Jeonghan sampai Jeonghan tertidur pulas. Setelahnya, ia yang juga memejamkan matanya—ikut ke alam mimpi dengan Jeonghan.
(Selesai, selamat menyesal)