minta restu
Seokmin duduk di kursi pengemudi dan Jisoo di sebelahnya. Keduanya tidak ada yang bersuara. Seokmin fokus pada jalanan dan Jisoo yang fokus pada pikirannya. Apakah kakeknya akan suka dengan pilihannya?
Selama 1 jam mereka menempuh perjalanan, akhirnya keduanya sampai di rumah kakek Hong.
“Seok, kamu cuma perlu diam. Biar saya yang jawab pertanyaan kakek.”
Perkataan Jisoo berbanding terbalik dengan kenyataan. Buktinya, sekarang malah Seokmin yang asik ngobrol dengan sang kakek.
Antara kesal dengan senang, kesal karena di abaikan dan senang karena kakeknya menerima Seokmin dengan baik.
“Jadi kalian akan tinggal dimana setelahnya?”
“Di rumah pak Jisoo, kek.” Jawab Seokmin
“Kok kamu masih manggil dia pak Jisoo? Memangnya tidak ada panggilan sayang?”
Seokmin dan Jisoo menoleh kikuk.
“Mungkin karena kita belum nikah, jadi saya masih segan manggil pak Jisoo dengan sebutan lain.” Jawab Seokmin lagi.
“Kan biar terbiasa.”
“Nanti kita biasakan kek.”
Lalu keduanya kembali larut dalam obrolan mereka, melupakan Jisoo yang masih ada di sana.
. . . . . . . . . .
Jisoo menghampiri Seokmin yang sedang memberi makan ikan-ikan kakeknya.
“Akrab banget sama kakek.”
Seokmin menoleh, ia tersenyum sampai akhirnya ia fokus kembali ke ikan-ikan itu.
“Seok ih.” Jisoo merengek.
“Kenapa pak?” Seokmin mencuci tangannya setelah selesai memberi makan ikan-ikan.
“Tau ah.” Jisoo mengerucutkan bibirnya dan melipat kedua tangannya di dadanya. Ngambek
“Gemas.” batin Seokmin
Seokmin ikut duduk di sebelah Jisoo yang sedang merajuk. Lalu dengan perlahan ia menarik tangan Jisoo, Jisoo yang tidak mengerti hanya mengikuti gerakan Seokmin. Hingga kini, Jisoo duduk di atas pangkuan Seokmin.
“Seok, malu ih.”
Seokmin menahan kita Jisoo akan bangkit dari atasnya.
“Seok, ini tuh di rumah kakek.”
“Tapi kakek gak ada pak.”
“Seok?”
“Apa sayang?”
Jisoo membulatkan matanya terkejut. “Seok!”
“Kata kakek harus terbiasa. Ayo sekarang kita harus coba.”
Jisoo menggeleng.
“Engga mau?”
“Malu.” Ucap Jisoo pelan. Ia bahkan tidak sadar kalau sudah menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Seokmin.
Seokmin terkekeh, ia mempererat pelukannya. Membiarkan Jisoo bersembunyi di sana.
. . . . . . . . . .
“Jadi pernikahan kalian kapan?” Saat ini mereka sedang makan malam bersama.
“Kalo 3 bulan lagi kecepatan gak kek?” Tanya Jisoo
“Tidak, lebih cepat lebih baik.” Jisoo mengangguk.
“Papi mu tau?”
Gerakan tangan Jisoo terhenti ketika mendengar pertanyaan kakeknya. Lalu ia menggeleng.
“Aku gak kasih tau papi, aku harap kakek juga.”
Kakek Hong menghela nafasnya. “Oke, kakek gak akan kasih tau papi mu. Kamu bisa pastiin kalo dia gak akan gagalin rencana kamu?”
“Wonwoo mau bantu.” Ucap Jisoo
“Ya sudah, berarti kakek tidak perlu turun tangan.”
“Kakek cuma perlu dateng dan kasih restu untuk kita.”
. . . . . . . . . .
“Eunghhhh.”
Jisoo dan Seokmin sedang berada di jalanan dekat rumah Seokmin. Keduanya sedang saling bercumbu mesra.
Jisoo bisa merasakan tangan Seokmin yang sudah menyusup kedalam bajunya. Mengelus-elus putingnya dan perutnya. Jisoo melenguh ketika lidah Seokmin menggelitik langit-langit mulutnya.
Selama 15 menit keduanya menyudahi ciuman mereka. Seokmin melihat Jisoo yang berantakan. Ia membuat berantakan bosnya
“Maaf bibirnya sampe bengkak.”
Jisoo menatap Seokmin dengan tatap sayu, ia masih dilanda nikmat. Dan ia mengangguk.
“Bisa pulang sendiri?” Lagi-lagi Jisoo mengangguk.
“Tidur dirumah aku aja?”
Aku bukan saya lagi batin Jisoo
“Terus aku tidur dimana?” Jisoo membalas “aku” pada Seokmin.
“Tidur sama aku.”
Jisoo merasakan ada kupu-kupu berterbangan di perutnya. Aneh sekali rasanya ketika Seokmin lebih manis seperti ini. Tapi ia suka.
“Yakin?”
Seokmin mengangguk.
“Tidur aja?”
Seokmin mengangguk lagi. “Tidur aja—”
“—Karena ada Chan di rumah.”