“Mas?”
Seungcheol menoleh, sehabis menyuapi Jeonghan makan Seungcheol membersihkan bekas makanan Jeonghan.
“Ya, Han?”
“Han mau eskrim boleh?”
“Sudah malam, besok aja ya?”
Jeonghan mengerucutkan bibirnya, lalu ia mengubur dirinya dalam selimut. Seungcheol tersenyum, lalu ia mendekat dan mencoba membuka selimut yang membungkus tubuh Jeonghan.
“Ngambek?”
Jeonghan tidak menjawab.
“Yasudah mas pulang aja deh, daripada di diemin.” Ucap Seungcheol pura-pura merajuk juga. Jeonghan dengan cepat membuka selimutnya dan menatap Seungcheol dengan mata yang berkaca-kaca.
“Disini aja.”
“Ngapain mas disini kalo di diemin?”
“Maaf.”
“Jeonghan, mas tidak izin sekarang bukan karena apa-apa tapi kamu baru aja minum obat. Mas kan bukan tidak bolehin, cuma jangan sekarang.”
“Iya, maaf mas. Tapi Han pengen banget.”
“Iya besok, mas janji.”
“Oke.”
“Ya udah tidur sekarang.”
“Belum ngantuk.”
“Hm, Jeonghan?”
“Ya mas?”
“Mau cerita sama mas kejadian tadi siang?”
Seungcheol bisa melihat tubuh Jeonghan yang menegang.
“Kalau kamu belum siap, gapapa mas tunggu.”
“Mas, mas bakal percaya sama Han?”
“Iya, mas bakal percaya sama Han. Han kan sekarang suaminya mas, kita harus saling percaya.”
Jeonghan mengatur nafasnya.
“Han di dorong sama mama mas.”
Jujur Seungcheol terkejut. Kenapa?
“Mama jambak Han, mama cakar Han, mama tampar Han.” Nafas Jeonghan sudah memburu, Jeonghan teringat semua yang dilakukan mamanya.
“Hey, udah udah jangan di lanjutin. Tarik nafas, buang perlahan.” Jeonghan mengikuti ucapan Seungcheol. Dan saat ini ia sudah lebih tenang.
“Kalau boleh tau, kenapa?”
Jeonghan menggeleng. “Dari dulu, mama papa mba Naya selalu kasar sama Han. Waktu itu mas liat Han jalan pincang karena malemnya Han abis dipukulin sama papa karena Han pulang malem.”
Seungcheol benar-benar terkejut, kenapa mertuanya seperti itu?
“Jujur Han iri sama mba Naya, mba Naya selalu dapet apa yang dia mau, sedangkan Han harus usaha dulu. Han iri sama mba Naya yang bisa punya mas Cheol. Pokonya Han iri sama mba Naya tapi Han gak bisa ngapa-ngapain. Han selalu jadi orang kedua ketika mba engga ada, sama kayak kejadian waktu nikah. Han jadi cadangan pas mba engga ada. Tanpa papa bilang dulu sama Han, tanya Han mau apa engga, tanya Han baik-baik aja atau engga. Papa mama engga pernah nanya itu sama Han, yang mereka tau Han selalu salah. Tadi mama juga nyalahin Han karena Han hamil mama bilang Han seneng ngerebut mas dari mba. Padahal mereka yang dari awal buat semua ini.” Ucap Jeonghan dengan terisak-isak.
Seungcheol membawa Jeonghan kedalam pelukannya.
“Jeonghan, maaf. Maaf kalau kamu harus ngalamin ini semua. Maaf mas jahat sama kamu. Mas bawa kamu ke masalah ini. Jeonghan mas benar-benar minta maaf.”
“Ini bukan salah mas, tapi emang takdir hidup Han. Mas gak bisa nyalahin diri mas sendiri.”
Seungcheol menatap Jeonghan, ia menangkup wajah Jeonghan lalu mengecup bibir mungil Jeonghan dengan lembut.
“Jeonghan, ayo kita mulai semuanya dari awal.”