Ketika masuk ke kamar, Seungcheol mendapati Jeonghan yang sedang memainkan ponselnya.

“Cepet banget????” Ucap Jeonghan yang kaget melihat Seungcheol sudah berada di kamarnya.

“Kamu sih bikin saya buru-buru.”

“Papa lo tinggal?”

“Engga dong, tadi saya pamit dulu. Sekarang papa juga udah masuk ke kamar.”

“Lo pamit apa?”

“Saya bilang sama papa kalo kamu mau nunjukin sesuatu.”

Jeonghan terperangah mendengar ucapan suaminya itu. “Kok gitu sih ngomongnya?”

“Loh kan kamu yang chat tadi kayak gitu.”

“Ya tapi kan malu kali mas.”

“Tapi kan saya ga bilang nunjukin apanya, walaupun tadi papa nanya sih. Tapi kan ga mungkin saya bilang kalo kamu mau nunjukin baj—.” Ucapan Seungcheol terhenti ketika Jeonghan menutup mulutnya.

“Jangan dilanjut.”

Seungcheol tertawa. “Jadi gimana? Jadi mau kasih unjuk?”

“Lo mau liat emangnya?”

“Kalo saya bilang mau, kamu bakal langsung pake?”

“Ya iya????”

“Oke, saya mau liat.”

Jeonghan menatap ragu Seungcheol, tapi dia tetap berjalan ke arah tas yang ia bawa kemarin. Mengambil baju tipis itu. Lalu berjalan menuju kamar mandi, tapi sebelumnya Seungcheol menghentikannya.

“Tapi saya cuma dikasih unjuk aja?”

“Hah?”

“Gak boleh pegang atau bahkan bukain?”

Jeonghan mati kutu. Niatnya ingin mengerjai Seungcheol malah ia yang kena batunya.

“Jeonghan?” Panggil Seungcheol ketika Jeonghan tidak menjawab.

“Boleh.”

“Boleh apa?”

“Boleh pegang, boleh bukain juga.” Ucap Jeonghan sambil berjalan cepat ke dalam kamar mandi.

. . . . . . . . . . .

Jeonghan berjalan ragu mendekati Seungcheol yang belum melihatnya karena masih fokus pada ponselnya—mengecek kerjaannya untuk Senin besok.

“Mas?”

Seungcheol mengalihkan pandangannya pada Jeonghan, menatap Jeonghan—yang sedang menutupi tubuhnya yang agak terbuka— dari atas sampai bawah. Mulutnya terbuka lebar, ia bahkan beberapa kali ia menelan ludah. Ia sudah pernah melihat tubuh polos Jeonghan dan berhasil membuat nafsunya bangkit, tapi kenapa ketika Jeonghan mengenakan baju itu rasanya nafsunya makin tinggi.

“Mas, elo jangan liatin gue kayak gitu dong. Kalo jelek bilang, biar gue ganti.”

Seungcheol tersadar dari lamunannya. Ia menaruh ponselnya di atas laci. Lalu mendekati Jeonghan—menatap Jeonghan penuh minat. Sesekali ia membasahi bibirnya yang mengering.

“Siapa bilang jelek?”

“Ya itu elo liatnya begitu.”

“Saya malah terpana banget. Jeonghan, kayaknya saya harus banyakin beliin kamu baju-baju kayak gini ya? Soalnya kamu cocok banget pake ini. Kulit putih kamu dipadukan sama baju kayak gini makin bikin saya tegang.” Tubuh Jeonghan ikut menegang ketika Seungcheol mengelusi kulitnya dengan lembut.

Jeonghan mengigit bibir bawahnya, menahan desahannya.

“Jeonghan, saya izin sentuh kamu lebih ya?”

Jeonghan memejamkan matanya ketika kedua tangan Seungcheol sesekali meremat pinggangnya—memberikan elusan-elusan kecil di sana.

“Jeonghan?”

“Mas Seungcheol, tolong.”

“Tolong apa, hm?” Seungcheol menjilati belakang telinga Jeonghan dengan sensual. Sesekali ia meniupinya, membuat Jeonghan bergelinjang kegelian. Jeonghan bahkan merasakan kalau bagian bawahnya sudah becek—kejantanannya sudah mengeluarkan pre-cum. Sial, baru disentuh saja sudah membuat Jeonghan ingin mengeluarkan cairannya.

“Tolong apa, dek?”

Kalau saja Seungcheol tidak menahannya mungkin Jeonghan sudah terjatuh karena tiba-tiba saja kakinya melemas.

“Mas Seungcheol—nghhh—tolong.”

“Ngomong yang bener, dek.”

“Mas Seungcheol, tolong. Tolong masukin gue. Lubang gue gatel banget. Pengen dimasukin. Pengen ditumbuk kenceng sama mas. Please.”

Setelah itu, tubuh Jeonghan melayang karena Seungcheol mengangkat tubuhnya dan membaringkannya di ranjang.

Seungcheol mencium ganas bibir Jeonghan—membuat Jeonghan kewalahan mengimbanginya. Seungcheol menggigit bibir bawah Jeonghan, meminta akses masuk ke dalam mulut hangat itu. Ketika Jeonghan membukanya, Seungcheol langsung melesakkan lidahnya ke dalam mulut Jeonghan. Menggelitik langit-langit mulut Jeonghan dengan lidahnya—sementara tangannya berkelana ke tubuh Jeonghan yang lainnya.

Geraman Jeonghan teredam karena ciuman mereka. Jeonghan menancapkan kukunya di punggung Seungcheol.

Hah, hah, hah.

Nafas Jeonghan terengah-engah ketika Seungcheol menyudahi ciuman mereka. Seungcheol menatapnya dengan tatapan penuh nafsu.

“Mas, buka ya dek?” Jeonghan mengangguk.

Seungcheol membuka ikatannya dengan giginya. Nafas Jeonghan tercekat ketika ia bisa merasakan bibir kenyal Seungcheol mengenai pinggangnya. Kemudian baju itu terlepas dari tubuh Jeonghan.

“Nghh—.” Seungcheol mengecupi paha mulus Jeonghan sampai ke paha dalamnya. Seungcheol mengangkat sebelah kaki Jeonghan kemudian ia taruh di atas pundaknya.

“Akhhhhhh—.” Jeonghan menggeliat hebat ketika lidah panas Seungcheol membelai lubangnya.

“Mmhhm... ahhh! Ah! Ah! Haa...” Seungcheol mengocok kejantanan Jeonghan ketika lidahnya masih di lubang Jeonghan.

“ANGHHHHHHHHH—.” Jeonghan mengeluarkan cairannya, mengenai perutnya bahkan dagunya karena Seungcheol mengarahkan kejantanannya ke arah sana.

Seungcheol bangkit, ia menatap Jeonghan yang sudah berantakan—bahkan basah karena cairannya dan keringat menyatu.

“Kenapa dijilat, mas?” Tanya Jeonghan dengan nafas tersengal.

“Kita kan ga bawa lubricant. Nanti sakit.”

“Tapi jorok ga sih?”

“Manis. Kamu manis sampai ke dalam-dalam, Jeonghan. Saya jadi pengen makan kamu lagi, lagi dan lagi.”

Wajah Jeonghan bersemu merah ketika Seungcheol memujinya. Seungcheol tersenyum ketika melihat Jeonghan bersemu. Ia mengelus pipi Jeonghan—sampai ibu jarinya sampai di bibir Jeonghan. Mengelusnya. Menekannya.

Jeonghan kemudian membuka mulutnya—Seungcheol dengan lembut memasukan ibu jarinya ke dalam mulut Jeonghan. Jeonghan mengemut jari itu dengan sensual—dengan tatapan yang tidak lepas dari Seungcheol.

Sementara mulutnya masih mengulum jari itu, tangan Jeonghan bergelirya kebagian bawah Seungcheol yang masih berbalut celananya—tapi sangat menegang.

Jeonghan melepaskan kulumannya. “Buka ya, mas?”

Seungcheol mengangguk, lalu ia menjatuhkan dirinya disebelah Jeonghan. Jeonghan langsung berlutut ditengah-tengah kaki Seungcheol. Membuka celana Seungcheol yang mengetat. Dengan gerakan sensual—sambil menatap Seungcheol yang menatapnya— Jeonghan menurunkan celana luar beserta celana dalam Seungcheol.

Kejantanan Seungcheol berdiri tegak di depan Jeonghan. Jeonghan menelan ludahnya, sejujurnya ia masih sering terkejut dengan ukuran Seungcheol. Tapi sebisa mungkin ia tetap waras.

Kemudian Jeonghan membawa kejantanan itu masuk ke mulutnya. Membelai dengan lidahnya. Seungcheol menutup mulutnya dengan tangannya ketika Jeonghan mengulum kejantanannya dengan lihai. Kepalanya terjatuh di atas bantal—dengan mulut meracau nikmat—sebelah tangannya ia taruh di atas kepala Jeonghan, sedikit membantu Jeonghan agar lebih memasukkannya ke dalam—sampai mengenai ujung langit-langit mulut Jeonghan.

“Ouhhhh—.” Satu lenguhan keluar dari mulut Seungcheol ketika Jeonghan mengemut kedua bola kembarnya.

Hampir beberapa menit akhirnya Seungcheol merasakan akan keluar. Bukannya meminta Jeonghan berhenti, Seungcheol malah makin menekan kepala Jeonghan bahkan ia juga menggerakkan pinggulnya sedikit—membuat Jeonghan terbatuk-batuk.

“Anghhhhhhhhhh—.” Seungcheol keluar di dalam mulut Jeonghan. Masih dengan menekan kepala Jeonghan, ia mengeluarkan cairannya di sana.

Uhuk, uhuk.” Jeonghan terbatuk-batuk karena ia harus menelan semua cairan Seungcheol.

“Maaf, Jeonghan. Saya ga sengaja neken kepala kamu.” Seungcheol ikut mengelap bibir Jeonghan yang masih ada sisa-sisa cairan miliknya.

“Gapapa mas, gue kaget aja tadi.” Kemudian Jeonghan membuka baju Seungcheol. Mengecupi leher Seungcheol—bahkan meninggalkan tanda kemerahan di sana. Setelah puas dengan leher Seungcheol, Jeonghan menurunkan ciumannya pada dada Seungcheol, lalu mengecupi kedua tonjolan kecil milik Seungcheol. Seungcheol mendongakkan kepalanya ketika Jeonghan menggigit kecil salah satu putingnya.

Lalu Seungcheol mendorong tubuh Jeonghan. Ia sudah tidak bisa menahannya lagi.

“Saya gak kuat. Langsung aja ya?”

Jeonghan mengangguk dan menyamakan posisinya. Dengan Seungcheol yang sudah mengecek kembali lubangnya. Ketika ia rasa masih longgar, Seungcheol memasukkan kejantanannya dengan perlahan.

Jeonghan meringis ketika lubangnya di terobos masuk. Ia meremas lengan Seungcheol.

“AKHHHHH—.” Jeonghan berteriak ketika kejantanan Seungcheol berhasil masuk ke dalamnya.

Seungcheol mendiamkan dulu miliknya di dalam Jeonghan ketika ia tau Jeonghan masih kesakitan.

“Gerak, mas.”

Seungcheol mulai menggerakkan pinggulnya ketika Jeonghan memintanya bergerak. Ritme nya masih pelan, Jeonghan bahkan bisa merasakan kenikmatan walaupun belum terlalu besar.

“Mas, agak kenceng.”

“Nanti sakit.”

“Tapi ini kurang berasa.”

Akhirnya Seungcheol menambah ritme gerakannya menjadi lebih kencang. Jeonghan mencengkram erat lengan Seungcheol ketika tubuhnya terlonjak-lonjak.

“Nghhh—mas.”

Jeonghan menggelengkan kepalanya ketika pusing karena nikmat menderanya. Ini baru yang Jeonghan mau.

“Mmhhm... ahhh! Ah! Ah!...”

Suara desahan Jeonghan terdengar sampai ke luar kamarnya. Ia tidak perduli kalau ada yang mendengar, ia hanya ingin mengeluarkan suaranya.

“Akhhhh—.” Jeonghan terpekik ketika Seungcheol membalikkan tubuhnya tiba-tiba—menjadi memunggungi suaminya itu.

Plakkkkkkkk

Jeonghan mendongak ketika Seungcheol memukul pipi bokongnya. Sakit dan nikmat yang ia rasakan secara bersamaan membuat nafsunya makin tinggi.

Plakkkkkkkk

Kedua kalinya Seungcheol memukul pipi bokongnya.

“Mas, aku mau keluar.”

Seungcheol makin menggerakkan pinggulnya dengan cepat.

“ANGHHHHH—.” Jeonghan mengeluarkan cairannya dan mengenai spreinya. Seungcheol membiarkan Jeonghan melepaskan orgasmenya terlebih dahulu. Ketika ia rasa sudah cukup, ia kembali menggerakkan pinggulnya.

Mulut Jeonghan kembali mengeluarkan suara-suara desahannya.

“Mas Seungcheol—nghhhh.”

Seungcheol makin menggerakkan pinggulnya ketika ia merasakan orgasme hampir sampai. Jeonghan hanya bisa mendesah dan meremat sprei di depannya.

“Jeonghan, saya mau keluar.”

“ahhh! Ah! Ah! Haa....”

“ARGHHHHH—.” Teriak Seungcheol ketika ia berhasil mengeluarkan cairannya di dalam Jeonghan. Diikuti dengan Jeonghan yang keluar untuk ketiga kalinya. Jeonghan ambruk seketika, tangannya sudah tidak kuat menopang berat tubuhnya.

Nafas keduanya terengah-engah. Seungcheol melepaskan kejantanannya dari lubang Jeonghan. Kemudian ia menjatuhkan dirinya disebelah Jeonghan. Mengatur nafasnya, lalu menatap Jeonghan yang terungkap di sebelahnya.

“Hey, jangan tidur dulu. Mas bersihin dulu ya?” Jeonghan mengangguk lalu Seungcheol membantunya membalikkan tubuhnya.

Seungcheol bangkit dan memunguti baju dan celananya lalu secepat kilat ia memakainya kembali—karena ia sama sekali tidak terkena cairan Jeonghan. Setelahnya Seungcheol langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk mengambil baskom isi air dan handuk kecil.

Setelah membersihkan Jeonghan dan mengganti pakaiannya Seungcheol ikut terlelap di sebelah Jeonghan yang sudah lebih dulu terlelap.