kejujuran

Seungcheol sudah memarkirkan mobilnya di depan rumah Jeonghan, ia berlari masuk ke dalam. Jeonghan sedang sendiri di rumah, karena kedua orang tuanya sedang ada perjalanan bisnis ke luar negeri.

Seungcheol langsung menerobos masuk ke kamar Jeonghan, ia melihat Jeonghan yang sedang duduk dengan wajah ia sembunyikan di kedua lututnya. Seungcheol bisa melihat kedua bahu Jeonghan yang bergetar—Jeonghan nya menangis.

Seungcheol berjalan mendekat ke arah Jeonghan.

“Han.”

Jeonghan terkejut. “Ngapain lo disini Cheol? Gue bilang kan jangan ke sini lagi.”

“Han, gimana bisa gue diem aja kalo lo lagi sedih begini. Cerita sama gue, siapa yang bikin lo sedih?”

“Lo.”

“Han?”

“Lo ngapain sih Cheol? Nanti Citra cemburu kalo lo kesini. Udah sana pergi aja.”

“Han, gue ga bisa ninggalin lo sendirian.”

Jeonghan bangkit dari duduknya, ia berjalan ke arah Seungcheol. Lalu ia mendorong tubuh Seungcheol agar keluar dari kamarnya.

“Pergi gue bilang.”

Tapi tenaga Jeonghan tidak sekuat Seungcheol. Seungcheol membalikkan tubuh Jeonghan agar membelakanginya, Jeonghan berdiri tepat di depan cermin di kamarnya. Lalu Seungcheol membuka celana yang ia dan Jeonghan kenakan. Jeonghan terkejut, ia memberontak ketika melihat Seungcheol mulai mengarahkan kejantanannya ke lubangnya.

“Seungcheol bangsat anjing.” Hanya umpatan yang Jeonghan keluarkan tapi beberapa menit kemudian desahan demi desahan yang Jeonghan keluarkan.

“Ah ah ah ah ah.” Jeonghan terlonjak-lonjak.

“Liat Han, liat lo cantik banget kalo lagi gue ewe.” Jeonghan membuka matanya dan melihat dirinya dan Seungcheol yang sedang menyatu. Jeonghan melingkarkan satu tangannya di leher Seungcheol.

Seungcheol makin mengencangkan gerakannya ketika ia rasa Jeonghan sudah mulai mengikuti ritme gerakan pinggulnya.

. . . . . . . . .

Keduanya sama-sama diam, tapi dengan kejantanan Seungcheol yang masih tertanam di lubang Jeonghan.

“Masih pusing?” Jeonghan menggeleng. Obat pusing Seungcheol dan Jeonghan ya ngewe

“Mau makan apa?” Tanya Seungcheol lagi.

Jeonghan kembali menggeleng.

“Terus mau makan apa?”

“Seungcheol, lo beneran pacaran sama Citra?”

“Han, jangan bahas yang lain dulu ya. Gue mau sama lo dulu.”

“Terus kalo lo gak mau sama gue lagi, Lo bisa buang gue?”.

Seungcheol tidak mengerti apa yang Jeonghan ucapkan.

“Jawab Cheol.”

“Apa yang harus gue jawab? Lo juga bakal ngelakuin hal yang sama kan?”

“Apa maksud lo?”

“Lo juga bakal sama orang yang lo suka, dan abis itu lo buang gue. Gitu kan?”

“Lo Seungcheol lo. Lo orang yang gue suka.”

Seungcheol terkejut.

“Emang lo pikir gue cowok apaan yang mau di ajak ngewe? Gue ngasih badan gue karena lo orang yang gue suka. Gue selalu deket-deket sama lo karena ya gue suka sama lo. Gue muak banget selalu nyebut kita itu teman. Pertemanan kita gak sehat Seungcheol.”

Jeonghan menangis. Setelah Jeonghan diam, Seungcheol mengambil handphonenya lalu ia menelpon seseorang. Jeonghan merasa aneh karena Seungcheol tidak menjawab.

“Halo, Citra?”

Citra

“Gue mau putus.”

Pip

Seungcheol kembali menaruh handphonenya.

“Cheol?”

Seungcheol memeluk Jeonghan, sehingga kejantanan Seungcheol yang masih di dalam lubang Jeonghan kembali tertanam lebih dalam.

“I love you.”

Darah Jeonghan berdesir ketika mendengar ucapan Seungcheol.

“Cheol?”

“I love you, Jeonghan.”

Jeonghan merasakan tengkuk lehernya di kecup oleh Seungcheol.

“Gue juga suka sama lo Han. Gue kaget waktu tau lo suka sama orang, katakan gue jahat karena bikin Citra jadi pelampiasan, tapi gue bener-bener sayang banget sama lo Han. Gue gak bisa kalo liat lo sama orang lain.”

Jeonghan kembali menangis. “Gue mau peluk.”

“Biar gue aja yang peluk, lagian punya gue belom keluar dari rumahnya.”

“Iya belum keluar, karena bangun lagi kan?”

“Hehehehe sekali lagi ya, yang.”