kak Han harus bahagia, ya?
Soonyoung dan Jeonghan sudah sampai di tempat dimana Jihoon ingin bertemu.
“Tumben kamu ajak aku kesini?”
“Ada yang mau ketemu kamu.”
“Siapa?”
“Nanti juga kamu tau.”
Jeonghan bertanya-tanya, jangan-jangan Seungcheol?
“Udah lama?” Tanya Soonyoung pada laki-laki yang duduk membelakangi mereka. Laki-laki itu berdiri dan ketika laki-laki itu berbalik, Jeonghan sangat terkejut.
“Jihoon?”
Jihoon tersenyum pada Jeonghan.
“Kak Han apa kabar?”
Jeonghan meminta penjelasan pada Soonyoung.
“Duduk dulu Han, harusnya aku yang tanya sama kamu. Kenapa kamu kenal sama dia?”
Dia Soonyoung bahkan tidak mau menyebut nama Jihoon.
“Ji, kamu sama siapa disini?”
“Kak Han jelasin dulu aja ke Soonyoung, baru nanti aku ceritain.”
“Sun, Jihoon ini adiknya suami aku.”
Soonyoung jelas terkejut. “Kenapa kamu gak cerita, Han?”
“Aku juga gak tau kenapa Jihoon ada disini.”
“Kasih tau kak, siapa nama suami kakak.”
Jeonghan tidak pernah bercerita tentang siapa suaminya, ia hanya bercerita tentang kisahnya.
Jeonghan menghela nafasnya. “Suami aku Seungcheol, Sun. Choi Seungcheol.”
Soonyoung makin ketika tau siapa suami Jeonghan—Seungcheol yang juga adalah rekan bisnisnya.
“Kenapa kamu gak cerita sama aku Han? Kamu gak percaya sama aku?”
“Sun, gak gitu aku...”
“Kak, maaf gue potong.” Jihoon memotong pembicaraan Jeonghan dan Soonyoung.
“Ji kesini cuma mau jelasin apa yang terjadi 2 tahun lalu setelah kak Han pergi. Jadi ji mohon jangan di sela dulu ya?”
Soonyoung dan Jeonghan mengangguk.
Flashback on
Setelah Jeonghan pergi beberapa menit yang lalu Seungcheol baru mengejarnya tapi ia terlambat.
“Cheol, kenapa kamu malah kejar dia?”*
“Jeonghan suami aku, Nay.”
“Oh, kamu udah suka sama dia?”
“Dia lagi mengandung anak aku.”
“Terus kenapa? Kamu mau tanggung jawab?”
“Iya, aku akan tanggung jawab sama dia. Dia suami aku, dia hamil anak aku.”
“Terus gimana sama aku, Cheol?”
“Kamu pergi gitu aja, Nay dan sekarang kamu dateng juga begitu aja. Jeonghan bener, kamu gak bisa seenaknya gini. Aku juga punya perasaan.”
“Terus kenapa kamu bales ciuman aku? Aku tau kamu masih sayang sama aku.”
“Kamu salah, Nay. Aku bales ciuman kamu karena aku mau menutup semua kisah kita. Aku udah gak ada rasa sama kamu, aku udah ga bisa rasain getaran cinta dari kamu. Aku mau nutup semuanya tentang kita, Nay.”
“Cheol, tapi kamu gak bisa gitu aja ninggalin aku.”
“Terus cuma kamu yang boleh ninggalin aku?”
Naya terdiam
“Nay, bumi ga berputar mengelilingi kamu. Dan di bumi bukan cuma kamu yang punya perasaan. Jadi stop bertingkah egois kayak gini.”
Lalu Seungcheol menatap kedua mertuanya
“Aku gak nyangka ternyata papa mama tega sama Jeonghan. Jeonghan selalu mikirin papa mama, tapi apa balasannya? Kalian malah jahat sama dia.”
“Cheol, mama.....”
“Karena Jeonghan udah bukan tanggungjawab mama dan papa lagi, aku akan tarik semua saham yang aku punya di perusahaan papa.”
“Cheol, kamu gak bisa kayak gitu dong sama papa.”
“Cheol, akan jahat sama siapapun yang nyakitin Jeonghan.”
Lalu Seungcheol pergi, tanpa memperdulikan teriakan dari orang yang sekarang menjadi mantan papa mertuanya
“Jeonghan, aku akan marah sama siapapun yang jahat sama kamu. Termasuk aku marah sama diri aku sendiri.”
Setelah kejadian itu, Seungcheol mencari Jeonghan kemana-mana tapi nihil ia tidak bisa menemukan Jeonghan dimana-mana. Seungcheol sudah mendapat caci maki dari sahabat-sahabat Jeonghan. Bahkan ia mendapat bogeman dari Jisoo saat itu.
Flashback off
“Sampai sekarang mas nyari kak Han, dan ternyata kak Han udah bahagia.”
Jihoon menarik nafasnya, ia mendongakkan kepalanya agar air matanya tidak jatuh.
“Selama 2 tahun ini aku yang di samping mas, aku yang tau mas gimana, mas kenapa, aku yang tau kak. Mas bahkan hampir mati karena terlalu banyak minum obat tidur.”
Jihoon mengambil tangan Jeonghan.
“Kak Han, aku ngewakilin mas Cheol aku minta maaf karena mas Cheol udah pernah jahat sama kakak. Aku mohon kak Han jangan pernah benci sama mas ya kak? Mas orang baik, baik banget. Aku cuma minta tolong itu sama kak Han.”
Jihoon menangis sesenggukan di atas tangan Jeonghan, ia memohon maaf yang sebesar-besarnya pada Jeonghan.
“Aku sama mas besok pulang. Karena menurut mas udah gak ada yang perlu dilakukan lagi disini.”
Jihoon melepaskan genggaman tangannya pada tangan Jeonghan. Lalu ia bangkit dan merunduk sedikit.
“Halo, Athan. Ini om Jihoon. Athan sehat-sehat terus ya. Maaf kalo kita ketemu pas waktunya gak tepat. Om Jihoon pamit dulu, Athan baik-baik sama papa ya?” Jihoon mengecup kening bayi itu. Lalu ia menghapus air matanya.
“Kak Han, Ji pamit dulu ya?”
Saat akan pergi, Jihoon menatap Jeonghan yang masih menangis.
“Kak Han harus bahagia, ya.”
Setelahnya, Jihoon pergi tanpa menoleh kebelakang lagi.