Jisoo
Jisoo hampir duduk di depan kalau saja Seokmin tidak menahannya.
“Soo, maaf kamu duduk dibelakang aja gapapa ga?”
Pertanyaan Seokmin membuat Jisoo terkejut. Pasalnya, baru kali ini Seokmin melarangnya untuk duduk disebelahnya.
“Maaf ya Soo, Jeonghan gak bisa duduk dibelakang soalnya.” Dada Jisoo terasa sangat sakit ketika Seokmin menyebutkan nama itu. Tidak mau berdebat, akhirnya Jisoo mengalah dan ia langsung duduk di kursi belakang.
Setelahnya, mobil Seokmin melaju menuju tempat dimana Jeonghan berada. Beberapa menit kemudian mereka sampai di sana, dan Seokmin memberitahu pada Jeonghan kalau ia sudah sampai.
“Maaf lama ya?” Jeonghan duduk sambil membawa plastik berisi minuman dari cafe yang tadi ia datangi.
“Beli es lagi?” Tanya Seokmin sambil menjalankan mobilnya.
“Aku belum minum es tau dari kemaren.” Jisoo memperhatikan keduanya dari belakang. Dimana Jeonghan yang menusukkan sedotan ke minuman yang ia bawa, setelahnya ia seruput sedikit lalu memberikannya pada Seokmin—agar Seokmin mencobanya—itu yang sering Jisoo lakukan dulu untuk Seokmin.
Lalu Seokmin menggerakkan kepalanya memberitahu Jeonghan kalau ada Jisoo dibelakang mereka.
“Oh, hai gue Jeonghan. Sorry ya lupa kalo ada orang.” Jeonghan merentangkan satu tangannya dan Jisoo menjabatnya. “Gue Jisoo, gapapa kok.” Jisoo memaksakan senyumnya.
Lalu suasana hening, karena Jeonghan sibuk dengan ponselnya dan Seokmin sibuk memperhatikan jalan. Sedangkan Jisoo hanya diam memperhatikan keduanya dari belakang.
“Chat siapa sih?” Itu suara Seokmin. Jisoo melihat Seokmin sedikit melongok ke ponsel Jeonghan ketika mereka berada di lampu merah.
“Ini temen aku, kan tadi foto-foto pake hp dia terus baru dikirimin hasilnya.” Jawab Jeonghan, Seokmin terlihat senang melihat gambar di ponsel Jeonghan, sesekali ia mengelus kepala Jeonghan sambil beberapa kali mengucapkan kata cantik ketika melihat foto Jeonghan sendirian.
“Aku mau dong foto kamu, kirim ke hp aku.” Ucap Seokmin sambil kembali menjalankan mobilnya ketika lampu sudah hijau. Dan dari yang Jisoo lihat, Jeonghan dengan senang hati mengirimnya karena beberapa detik kemudian terdengar notifikasi pesan dari ponsel Seokmin—yang nada deringnya tidak ia ganti dari dulu.
Dulu, ia yang ada di posisi Jeonghan.
Dulu, ia yang selalu dianggap cantik oleh Seokmin.
Dulu, ia juga yang selalu mengirimkan foto random untuk Seokmin.
Tapi sekarang, posisinya sudah digantikan oleh seseorang yang mungkin lebih bisa menerima Seokmin dibanding dirinya. Inikah saatnya ia harus benar-benar melepaskan Seokmin? Membiarkan Seokmin bahagia dengan pilihannya?
Tapi lagi-lagi hatinya membantah, menurutnya Seokmin hanya akan bahagia dengan dirinya. Anggap saja Jisoo egois, karena dia yang memaksa Seokmin pergi dari hidupnya tapi ia juga yang ingin Seokmin kembali.
Lalu tiba-tiba saja ponsel Seokmin berdering karena ada telepon masuk.
“Tolong liatin dong, siapa yang telpon?” Jeonghan langsung melihat ke ponsel Seokmin.
“Mama yang telpon.” Jawab Jeonghan
“Angkat.”
“Aku yang ngomong?” Seokmin mengangguk, lalu Jeonghan mengangkat telpon itu.
“Halo ma, ini Jeonghan aa nya lagi nyetir.”
Mama, Soo ada disini juga tapi sekarang bukan Soo lagi yang harus bantu aa angkat telepon mama.
Jeonghan menutup telponnya. “Mama minta dibeliin sate Padang depan sd itu a, beli 3 katanya.”
“Okay, thank you.”
Dan sampai lah mereka di depan rumah Jisoo.
“Kamu mau mampir dulu, Seok?” Tanya Jisoo
“Kayaknya ga usah ya Soo, soalnya musti anter Jeonghan juga takut kemaleman. Titip salam aja buat mami.”
Jisoo tersenyum miris. “Iya, titip salam juga sama mama. Kapan-kapan aku main ke rumah lagi ya Seok. Kalo gitu aku duluan, Jeonghan duluan ya?” Jeonghan mengangguk dan tersenyum singkat.
Selepas Jisoo pergi, Seokmin tertawa melihat Jeonghan yang cemberut.
“Kenapa?” Seokmin menepuk-nepuk kepala Jeonghan.
Jeonghan mengerucut bibirnya. “Dia sedeket itu sama mama ya?”
“Ya gimana kamu kan tau mama deket sama siapa aja, jadi jangan kaget kalo dia bilang gitu.”
“Iya sih, aku baru sekali ketemu mama juga langsung akrab.”
Seokmin mengangguk. “Kamu mau langsung pulang atau mau main ke rumah dulu?”
“Pulang aja a, udah malem juga ga enak sama orang rumah kamu.”
“Okay, weekend udah aku booking loh ya.”
“Iya, tapi emang gapapa ya a kalo aku ikut ke acara arisan keluarga kamu?”
“Ya gapapa dong, kan nantinya bakal jadi keluarga juga.”
Jeonghan mencubit perut Seokmin pelan. “Kasih aku status dulu baru boleh ngomong gitu.” Seokmin tertawa tapi ia tidak menjawab ucapan Jeonghan membuat Jeonghan bertanya-tanya sebenarnya Seokmin ini serius gak sih sama dia?
Setelah mengantar Jisoo, saat ini keduanya sudah sampai di depan rumah Jeonghan.
“Bersih-bersih ya, kalo ngantuk langsung tidur nanti aku kan mau beli sate dulu, kalo aku ga bales chat berarti hp aku mati.” Seokmin memperlihatkan ponselnya yang habis baterai.
Jeonghan mengangguk. “Kamu hati-hati pulangnya ya a.” Jeonghan hendak membuka pintu mobil tapi tangannya di tahan oleh Seokmin.
Seokmin menariknya ke dalam pelukannya, sesekali mengecup pucuk kepala Jeonghan.
“Gak usah takut aku ga serius sama kamu, gak usah takut aku berpaling lagi ke Jisoo, aku gak bakal pergi kalo bukan kamu yang minta. Gak usah takut juga nantinya kita gimana, intinya nikmatin dulu aja yang sekarang.” Jeonghan mengeratkan pelukannya pada Seokmin. Menghirup aroma parfum laki-laki yang beberapa bulan terakhir ini merebut hatinya.
“Aku sayang sama kamu, kak.”
“Aku juga sayang sama kamu, a.”