Jisoo sekuat tenaga untuk tidak menangis. Keluarga Seokmin benar-benar keterlaluan.

“Soo...”

“Ayo putus.”

Seokmin menggeleng. “Aku gak mau Soo, aku sayang sama kamu.”

“Kalo kamu sayang sama aku kamu gak bakal diem aja aku diperlakukan kayak tadi, Seok.” Ucap Jisoo

Lagi-lagi Seokmin hanya diam. Itu yang membuat Jisoo muak dengannya.

“Ini udah ga sehat, orang tua kamu gak sama sekali terima aku. Aku capek harus berkali-kali ngertiin ini semua, aku mau berenti Seok. Kita ga bisa jalan bareng-bareng.”

“Soo....” Seokmin menggeleng. Ia benar-benar tidak bisa kehilangan Jisoo.

“Aku udah ga bisa, Seok.” Jisoo melepaskan genggaman tangan Seokmin.

Jisoo melangkah pergi, meninggalkan Seokmin yang masih menangisinya.

Jisoo berjalan tanpa tujuan. Ia menatap kosong jalan depannya. Hatinya sakit harus berpisah dengan Seokmin, tapi ia juga tidak bisa mempertahankan apa yang tidak bisa di pertahankan.

Jisoo berdiri di jembatan, dengan tangisnya yang belum reda. Kalau saja ada Jeonghan, mungkin ia akan berlari ke rumah Jeonghan dan memeluk sahabatnya itu.

Saat sedang menangisi patah hatinya, tiba-tiba saja ada.....

“Rokok mas.”

Jisoo menatap laki-laki yang tiba-tiba saja menghampirinya.

“Saya gak ngeroko.” Orang itu mengangguk.

“Disini ngapain? Mau bunuh diri?”

“Bukan urusan, mas.”

“Bunuh diri itu dosa tau mas, kalo di agama saya ya haram hukumnya. Kalo bunuh diri ntar ga bisa kemana-mana mas, emangnya mas mau melayang-layang gak jelas terus nyangkut di pohon?”

“Saya gak mau bunuh diri.”

“Oh engga, kirain mau. Capek-capek ceramah taunya engga.”

“Ngapain sih? Kenal juga engga sok asik banget.”

“Yaudah ayo kita kenalan.”

“Engga mau. Saya mau pulang.”

Jisoo berjalan meninggalkan laki-laki yang menurutnya aneh.

“Mas, nama saya Mingyu.”

Jisoo berhenti sejenak, lalu kembali melangkahkan kakinya pergi.