Jisoo melihat wajah murung Jeonghan, ia menghentikan kegiatannya dan mendekati sahabatnya itu.
“Kenapa Han?”
“Bokap gue kritis, Soo.”
“Hah? Terus gimana? Ada siapa di sana?”
“Chan doang.”
“Nyokap lo?”
“Nyokap gue pergi, dia bilang dia muak sama semuanya. Kalo dia aja muak apalagi gue ya Soo? Padahal semuanya terjadi gara-gara dia.” Jeonghan memijat keningnya yang terasa pusing.
“Han, gue ga tau harus bersikap apa. Gue juga gak tau rasanya jadi elo. Tapi gue bakal disini kalo lo butuh temen cerita. Lo gak boleh nyerah, kalo lo nyerah nanti Chan gimana?”
Hah, iya juga Chan gimana kalo dia tak ada?
Jeonghan mengangguk. “Thanks ya Soo. Tapi kayaknya gue harus izin lagi deh. Chan sendirian di sana, kasian dia pasti bingung banget.”
“Tapi gimana ya Han, elo udah terlalu sering izin. Gue takutnya bos ga ngizinin.”
Jeonghan baru ingat kalau dia sudah terlalu sering izin untuk pulang lebih awal.
“Gue coba ngobrol dulu deh sama bos.”
Jisoo mengangguk. “Kalo boleh lo langsung pergi aja, ntar gue yang kelarin.”
“Makasih ya Soo sekali lagi. Gue pergi dulu.”
Jeonghan mengambil tasnya dan menuju ruangan bosnya.
Tok tok tok tok
Jeonghan mendengar suara dari dalam ruangan itu—bosnya menyuruhnya masuk.
“Misi bos.”
Sang bos itu menatap Jeonghan dengan datar.
“Kenapa? Mau izin lagi?”
Jeonghan tersenyum pahit.
“Gak ada ya Han, elo udah terlalu sering izin. Gimana kata pegawai yang lain, nanti disangkanya gue mengistimewakan elo lagi.”
“Bos, sorry banget tapi gue butuh banget. Bokap gue kritis, nyokap lagi ga ada cuma ada Adek gue. Kasian dia pasti bingung harus gimana.”
“Gue udah cukup ngertiin elo Han, balik kerja. Kelarin jam kerja lo.”
“Bos please.”
“Balik kerja atau elo ga usah kerja lagi disini.”
“Bos yang bener aja.”
“Pilihannya cuma itu.”
Jeonghan tidak mungkin membiarkan adiknya sendirian. Tapi bagaimana cara ia bayar biaya rumah sakit kalau ia tidak kerja?
“Han?”
Jeonghan melepaskan nametag yang dia gantung di lehernya. Kemudian ia taruh di atas meja sang bos.
“Gue berenti.”
Tanpa pamit, Jeonghan keluar dari ruangan bosnya itu—menulikan pendengarannya ketika si bos memanggil-manggil namanya.