Jisoo duduk di sofa ruang tengah sambil memainkan ponselnya. Beberapa menit kemudian orang yg ia tunggu datang.

Jisoo bangkit untuk menyambut laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya beberapa bulan belakangan ini. Seokmin dengan senyumnya yang secerah matahari mendekati Jisoo lalu mengecup kening dan juga perut Jisoo.

“Tidak dipeluk?” Padahal Jisoo sudah merentangkan kedua tangannya.

“Aku dari luar, kotor. Mau mandi dulu ya?”

Jisoo mengangguk. Lalu Seokmin memberikan pesanan Jisoo.

“Minta tolong bibi buat siapin ini. Aku mandi dulu.”

“Perlu aku bantu siapkan baju?”

Seokmin menggeleng. “Kamu tunggu di ruang tengah aja.”

Lalu Jisoo mengangguk, keduanya berjalan terpisah. Seokmin ke kamar, Jisoo ke dapur.

. . . . . . . .

Seokmin keluar dari kamarnya menuju ruang tengah dimana Jisoo berada.

“Kok gak dimakan?”

Jisoo menoleh. “Nunggu kamu.”

“Makan aja, aku gak minta kalo kamu kurang.”

Jisoo menggeleng. “Nunggu kamu.”

“Aku harus ngapain? Nyuapin?”

Jisoo menggeleng lagi. Lalu menepuk tempat kosong di sebelahnya. Seokmin mengikuti arahan Jisoo.

“Kamu capek tidak?”

Seokmin tampak berpikir. “Sedikit. Kenapa?”

“Kalau aku senderin, kuat?”

Seokmin tertawa kecil. “Biasanya kamu tinggal nyender.”

“Tapi kamu baru pulang, aku takut kamu capek.”

Seokmin menyamakan posisinya lalu merentangkan tangannya meminta agar Jisoo masuk ke dalam pelukannya. Jisoo menampilkan senyum manisnya. Lalu ia menaruh cakwenya disebelahnya dan memegang saus cakwenya sambil menyandarkan tubuhnya di Seokmin.

“Tidak dielus-elus?” Tanya Jisoo

“Bilang dong kalo pengen dielus-elus.” Seokmin mengelus-elus perut buncit Jisoo.

“Dari dalem boleh gak?”

“Apanya?”

“Elus-elusnya.”

Seokmin langsung membuka kancing piyama bawah Jisoo. Menampilkan perut Jisoo yang sangat buncit. Lalu ia mengelus-elus perut itu dengan pelan. Dan Jisoo memakan makanannya dengan nyaman.

“Tadi ngapain aja selama aku belum pulang?”

“Tidak ngapa-ngapain, cuma nonton film.”

“Baby nya tidak nendang kenceng lagi kan?”

Jisoo menggeleng. “Mungkin dia senang, soalnya tadi aku makan salad buah yang kamu buat.”

Seokmin mengangguk, lalu keduanya fokus lagi pada film yang mereka tonton.

“Tadi ketemu teman-teman yang mana?”

“Teman SMA.”

“Berapa orang?”

“10 orang.”

“Banyak juga. Jatuhnya reuni ya?”

“Bisa dibilang begitu.”

“Ada ceweknya?”

“Ada, 5 cewek.”

“Cantik-cantik pasti mereka.”

Seokmin tersenyum. “Cantik, tapi yang ini lebih cantik.” Seokmin mengecup pipi Jisoo

“Aku kan cowok.”

“Memangnya cowok tidak boleh cantik? Cewek aja ada yang ganteng kok.”

Seokmin melihat wajah Jisoo yang merona. Padahal sudah sering dipuji, Jisoo tetap tidak bisa menyembunyikan salah tingkahnya.

“Mau secantik apapun orang diluar sana, bagi aku yang paling cantik ya kamu.”

“Seok ih, malu.”

Seokmin terkekeh. Lalu ia mengecup lagi pipi Jisoo.

“Ada yang ganjen ga sama kamu?”

Seokmin tampak berpikir. “Engga ada kayaknya, atau aku yang ga sadar.”

“Sok ganteng.”

“Loh suamimu ini emang ganteng tau.”

Jisoo mengerucutkan bibirnya. Ia menaruh saus cakwenya di meja. Lalu memegang tangan Seokmin yang sedang memeluknya dan yang sedang mengelus-elus perut buncitnya.

“Yang, mau denger cerita gak?”

“Cerita apa?”

“Tapi janji gak bete ya?”

“Ya apa dulu.”

“Ya janji dulu.”

“Iya-iya.”

“Sebenernya, tadi di salah satu temenku itu ada mantanku.”

“Kamu masih temenan sama dia?”

“Masih, kan emang awalnya temenan.”

“Gak canggung?”

“Canggung, apalagi kadang anak-anak pada godain mulu.”

“Kamu putus karena apa?”

“Dulu papa mama nya gak setuju kalo dia sama aku, papa mamanya nyangka kalo anaknya gak bakal bahagia sama aku. Padahal aku rela banting tulang buat dia.”

Jisoo masih menyimak cerita Seokmin, ia juga memandangi wajah Seokmin dari bawah.

“Selain itu, dulu dia milih buat ngelanjutin study nya di Paris. Dia bilang dia gak bakal bisa kalau long distance relationship. Padahal aku bisa aja cari cara biar bisa nengokin dia di sana. Tapi dia sama aja kayak papa mamanya gak mau liat usaha aku dulu.”

“Kasian banget dia gak tau rasanya diperjuangin sama Seokmin.” Ucapan Jisoo membuat Seokmin tertawa, pasalnya dulu ia dan Jisoo juga ditentang habis-habisan oleh keluarga besar Jisoo, tapi berkat usahanya akhirnya Jisoo bisa jatuh kepelukannya.

“Terus tadi kita sempet ngobrol panjang lebar. Intinya adalah dia pengen balik sama aku.”

Jisoo keluar dari pelukan Seokmin, lalu menatap wajah Seokmin.

“Terus?”

“Ya aku unjukin jariku lah.” Seokmin menunjukkan jari tangannya yang tersemat cincin nikahnya dengan Jisoo.

“Tanggapan dia apa?”

“Awalnya dia bilang bisa aja kalo aku pura-pura. Soalnya dari semuanya cuma dia yang gak tau kalo aku nikah. Gak penting juga sih dia tau.”

Jisoo masih setia menatap Seokmin.

“Aku bilang sama dia, kalo aku bakal jadi ayah beberapa bulan lagi. Baru dia percaya.”

“Ntar kapan-kapan aku ajak ketemu mereka lagi deh.”

“Biar apa?”

“Biar mantan tau kisah cintaku kini jauh lebih bahagia.” Jisoo memukul lengan Seokmin pelan.

Jisoo kembali lagi memeluk Seokmin. Ia mengecup leher suaminya itu. Dan Seokmin tau kalau Jisoo sudah seperti itu artinya Jisoo sedang berpikir berlebihan.

“Kamu percaya kan sama aku?” Jisoo mengangguk.

“Aku gak bakal macem-macem, Soo. Kecuali sama kamu.”

“Harus sama aku.” Ucap Jisoo lirih.

“Iya dong, mana berani aku macem-macem dibelakang kamu. Sia-sia dong nanti usahaku.”

“Ya pokonya kalo kamu berani begitu, aku gak bakal bolehin kamu ketemu baby.”

“Siap pak boss. Sekarang boleh gak?”

“Apa?”

“Ketemu baby.”

Jisoo mendengus. “Besok ada meeting gak?”

“Engga ada, kenapa?”

“Ya kamu pikir aja, emang kamu bakal biarin aku tidur cepet gitu?”

Seokmin tertawa, Jisoo paling tau dirinya.

“Boleh yang?” Jisoo mengangguk. Seokmin memekik girang. Lalu Seokmin menuntun Jisoo menuju kamar mereka.

“Kayaknya kita pindah kebawah aja ga sih, Soo?” Tanya Seokmin

“Iya, kaki aku udah gak kuat naik tangga Seok. Bengkak tuh.” Ucap Jisoo sambil memperlihatkan kakinya.

“Oh iya, sakit gak?”

“Dikit, capeknya itu yang banyak.”

“Yaudah nanti aku suruh bibi buat beresin kamar bawah.”

Jisoo mengangguk. Lalu keduanya sampai di kamar mereka.

“Pantesan perut aku dingin banget, taunya belum dikancingin lagi.”

“Ya gapapa yang, biar mempermudah aku.”

Jisoo menatap ngeri Seokmin di depannya.

“Kamu ngaca deh, Seok.”

“Kenapa? Aku ganteng ya?”

Jisoo menggeleng. “Kamu kayak om-om mesum. Padahal tuaan aku.”

“Adek, ayo sini sama om.” Ucap Seokmin sambil menaik-turunkan alisnya.

“Tambah serem.”

Lalu sedetik kemudian keduanya sudah bergelung dibawah selimut mereka.