Jeonghan menunggu Seungcheol di lobby kantor milik suaminya itu.
“Kok gak langsung masuk?” Seungcheol mengecup kening Jeonghan terlebih dahulu sebelum ia menggenggam erat tangan suaminya—mengajaknya ke ruangan miliknya.
“Mau dijemput aja.” Jawab Jeonghan sambil menyengir.
“Dasar, manja banget sih.” Seungcheol menjawil hidung mancung suaminya itu.
“Eh mas, di seberang kantor ada yang jual sop buah loh. Enak ga sih?”
“Engga tau ya, coba nanti tanya Hao dia kayaknya pernah beli disitu.”
“Tadi keliatan seger banget, Han jadi pengen deh.”
“Iya nanti minta tolong ob aja ya?” Jeonghan mengangguk. Kemudian keduanya sampai di depan ruangan Seungcheol.
“Ko, udah makan belum?”
“Belum nih, gue bingung mau makan apa.”
“Yaudah yuk makan bareng aja, gue bawa banyak nih.”
“Asik, makan gratis.”
“Ko, pernah beli sop buah di sebrang gak?”
“Pernah sekali sih, pak. Kenapa?”
“Enak? Maksudnya gak terlalu manis kan?”
“Dalam batas normal sih, bapak mau? Atau Jeonghan?”
“Jeonghan. Lo minta tolong ke ob beli deh, gue satu aja lo kalo mau pesen aja. Sisanya kasih ke ob nya aja.” Seungcheol memberikan uang 100ribu pada Minghao. Lalu ia mengajak Jeonghan masuk.
“Masak apa sih? Kayaknya enak banget.” Tanya Seungcheol pada Jeonghan yang sedang menata makanan di atas meja.
“Han masak sambel goreng kentang pake udang, capcay, sama kering tempe.”
“Wah enak banget, mas jadi tambah laper deh.”
“Tunggu Koko dulu ya mas? Biar barengan.”
Seungcheol mengangguk. “Iya sayang.”
Beberapa menit kemudian Minghao datang dengan seplastik besar berisi es.
“Jadinya lo yang jalan?”
“Engga pak nyuruh ob, tapi tadi saya tungguin di pantry biar bisa pake baskom.”
“Biar gampang ya ko.” Ucap Jeonghan
“Iya, gue satuin aja Han 2 bungkus. Gede soalnya tadi.”
Lalu setelahnya Jeonghan memberikan piring yang sebelumnya sempat ia pinjam ke pantry kepada Minghao.
“Wah enak nih kayaknya.”
“Lo kan belom pernah nyobain masakan gue kan? Nah sekarang puas-puasin deh.”
“Oke, selamat makan.”
. . . . . . . . . . .
“Ko, gimana kemaren?” Tanya Seungcheol saat mereka sudah selesai makan.
“Kacau banget mas, parah sih.”
“Terus akhirnya gimana?” Jeonghan jadi ikut penasaran.
“Ya mas Mingyu milih gue. Dia di usir dari keluarganya.”
“Wah gila sih, parah banget.” Jeonghan menggelengkan kepalanya tidak percaya.
“Mas, gue boleh tanya ga sih?”
“Tanya apa?”
“Keluarga mas Mingyu tuh gimana sih ke elo?”
“Ya baik sih, emangnya kenapa?”
“Papanya kayak benci banget sama keluarga kita terlebih ke mas.”
Seungcheol mengernyitkan keningnya. “Masa sih? Terakhir ketemu masih baik-baik aja.”
“Kayaknya keluarganya emang ga bisa nerima deh mas sama pernikahan sesama jenis.”
“Bokapnya bilang apa ko?”
“Tapi mas janji jangan marah ke mas Mingyu, dia juga kaget papanya begitu.”
“Gue ga pernah marah sama Mingyu. Bilang sama gue bokapnya ngomong apa?”
“Papanya mas Mingyu bilang kalo dia jijik sama mas, karena mas menikah dengan laki-laki.” Ucapan Minghao membuat Seungcheol dan Jeonghan terkejut. Seungcheol terlebih, karena setau dia papanya Mingyu adalah orang yang ramah padanya. Seungcheol memijat pelan keningnya yang berdenyut.
“Dia ngomong gitu di depan lo?”
Minghao mengangguk. “Di depan mas Mingyu, Clara juga.”
“Kok ada Clara di sana?”
“Mas belum tau ya, kalo keluarganya mas Mingyu mau jodohin mas Mingyu sama Clara?”
“Hah? Udah gila.”
“Makannya mas Mingyu marah banget. Gue juga udah tau cerita masa lalu kalian mas.”
“Mingyu belom cerita ke gue sih masalah dia di jodohin sama Clara. Cuma gila banget, Clara tuh orang yang udah mempermalukan mereka di depan kolega-kolega mereka dulu tapi bisa-bisanya kepikiran mau jodohin Mingyu haha ya pantes anaknya marah.”
Baru akan berbicara lagi, ponsel Minghao berdering. Mas Mingyu.
“Mas, gue keluar dulu. Mas Mingyu telpon, Han thank you ya makanannya.” Jeonghan hanya mengangguk.
Selepas Minghao pergi, Jeonghan hanya diam.
“Han, kenapa?”
Jeonghan menggeleng.
“Han, kenapa?” Tanya Seungcheol lagi.
“Mas Seungcheol, kita tuh menjijikkan ya?”
Ingin rasanya Seungcheol mengutuk siapapun yang bisa membuat Jeonghan-nya bersedih.
Seungcheol berpindah duduk ke sebelah Jeonghan, lalu ia memeluk suaminya itu.
“Jangan didengerin ya, omongan jelek itu gak boleh dimasukin ke hati.”
“Gak tau kenapa Han sedih dengernya.” Jeonghan membenamkan wajahnya di ceruk leher Seungcheol.
“Jeonghan, semua di dunia ini hidupnya berdampingan termasuk suka atau tidak suka. Jadi kita gak bisa bikin semua orang suka sama hubungan kita. Udah ya jangan dipikirin, kasian dedeknya.”
Jeonghan mengangguk. “Mas Seungcheol wangi ih, Han suka deh.”
“Hahaha jangan disini ah, ntar pada denger.”
Jeonghan memukul lengan Seungcheol. “Han cuma suka mas wangi, bukan ngajakin yang aneh-aneh. Mesum dasar.”
“Ya kirain, abisnya cium-cium leher mas.”
“Ih mesum.”
“Hahaha belum boleh ya Han?”
Jeonghan menggeleng. “Sampe 4 bulan, sekarang baru jalan 2.” Jeonghan mengelus pipi suaminya.
“Lama juga ya.”
“Soalnya masih lemah mas, belum boleh ke guncang-guncang.”
“Berarti mas harus...?”
“Apa?” Jeonghan menatap Seungcheol galak.
“Harus sabar, sayang hahaha.” Ucap Seungcheol sambil tertawa dan langsung memeluk Jeonghan.
“Awas ya kalo berani jajan jajan di luar.”
“Mana berani mas tuh.”
“Yaudah, sekarang Han mau minta sesuatu.”
“Apa?”
“Cium. Han belum dicium tadi pagi.”
Dan siapa Seungcheol bisa menolak? Lalu bibir keduanya sudah saling menyatu.
Tanpa mereka sadari kalau ada seseorang yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan mereka.