Jeonghan mengira Seungcheol akan membawanya ke restoran tapi ternyata ia salah, Seungcheol malah membawanya ke apartemen—memang tidak terlalu besar tapi cukup mewah untuk Jeonghan.
“Pak, kita ngapain disini?”
“Jeonghan, saya mau selama kamu mengandung anak saya kamu tinggal disini.”
Hah?
“Tapi adik dan ayah saya gimana pak?”
“Nanti adik kamu akan saya biayai untuk kuliah juga, dan biaya rumah sakit sudah saya lunasi. Besok ayah kamu bisa operasi.”
“Pak Seungcheol serius? Maksud saya, adik saya juga—”
Ucapan Jeonghan belum selesai, tapi Seungcheol sudah mengangguk. Jeonghan tidak bisa berkata apa-apa lagi sekarang. Dia benar-benar menjual dirinya untuk keluarganya.
“Jeonghan, kita makan dulu. Nanti habis itu kita ke rumah sakit untuk periksa kesehatan kita berdua.” Jeonghan mengangguk.
“Saya bilangnya apa pak ke adik saya?”
“Bilang aja kamu dapet kerjaan di luar kota. Masalah adik kamu dan ayah kamu saya sudah siapkan bodyguard untuk menjaga mereka selama kamu disini. Ohya, saya juga bakal ngasih kamu yang bulanan. Jadi kamu bisa beli semua keperluan kamu.”
Jeonghan benar-benar tidak percaya, ternyata Seungcheol sekaya itu.
“Maaf kalau saya merepotkan bapak.”
“Kita sama-sama dapat untung disini. Ngomong-ngomong, jangan panggil saya bapak. Kamu panggil Jun kakak masa saya bapak, padahal saya sama Jun seumuran.”
“Bapak mau dipanggil kakak juga?”
Seungcheol menggeleng.
“Terus?”
“Ya terserah kamu, asal gak sama kayak Jun.” Seungcheol meminum air yang tersedia dia meja makan.
“Kalo mas Seungcheol?”
Uhuk
Seungcheol tersedak minumannya. Jantungnya serasa jatuh ke perut ketika mendengar Jeonghan memanggilnya seperti itu. Jeonghan sendiri langsung kelabakan karena terkejut melihat Seungcheol tersedak.
“Kok bisa tiba-tiba kesedak sih?”
“Gapapa, kaget aja.”
“Terus gimana, mas aja?”
Seungcheol mengangguk gugup. “Boleh.”
Lalu keduanya sama-sama kembali fokus pada makanan mereka.
. . . . . . . . . .
“Hasil pemeriksaan, bagus sih dua-duanya.” Ucap Mingyu yang sekarang duduk di depan Seungcheol dan Jeonghan.
“Terus prosesnya gimana, Gyu?” Mingyu menatap Seungcheol tidak suka. Bisa aje ni buaya aktingnya
“Sebenernya ada beberapa metode, Cheol. Cuma belum tentu berhasil, soalnya ada beberapa yang beberapa kali suntik tapi gak ada hasil dan malah buang-buang waktu dan uang. Tapi ada satu lagi metode yang diyakini ampuh.”
“Apa?” Jeonghan menatap Mingyu gugup, dengan memijat-mijat jari-jari tangannya sendiri.
“Berhubung badan.”
“Hah?” Seungcheol dan Jeonghan kompak terkejut.
“Cara lainnya lagi gak ada ya dok?” Tanya Jeonghan
“Belum ada, Jeonghan.”
Jeonghan menghela nafasnya. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi. Tubuhnya tiba-tiba lemas seketika.
“Itu artinya, gue bukan cuma harus rela minjemin rahim gue tapi harus rela kalo anak gue tiba-tiba diambil sama mereka.” Jeonghan memijat keningnya yang terasa pening. Ini seperti makan buah simalakama. Maju mundur kena.
Skip time
Setelah mendengar penjelasan Mingyu, Jeonghan tidak lagi berbicara sepatah katapun sampai di kamar ayahnya pun Jeonghan masih diam.
“Mas kenapa?”
Jeonghan tersadar ketika mendengar suara Chan.
“Mas baik-baik aja kok Chan. Chan mas mau ngomong sama Chan.”
“Ngomong apa mas?”
Jeonghan menghela nafasnya terlebih dahulu sebelum berbicara dengan Chan.
“Chan, sebenernya ibu pergi. Ibu ninggalin kita semua.”
“Pergi? Kemana mas?” Jeonghan bisa melihat wajah Chan yang terkejut.
“Mas juga gak tau Chan. Yang lebih parahnya lagi, ibu bawa semua tabungan kita untuk bapak.”
Chan benar-benar terkejut, ia bahkan menangis sekarang.
“Terus gimana mas? Bapak gimana?”
“Mas udah dapet kerjaan Chan, tapi diluar kota. Chan gapapa gak kalo mas tinggal? Nanti mas kirimin uang setiap bulan.”
“Kemana mas?”
“Mas—di Jogja.”
“Jauh ya mas.” Ucap Chan lirih
“Deket Chan, Jogja kan masih di Indonesia juga. Masih pulau Jawa juga lagi. Tapi mas cuma butuh waktu 1 tahun aja kok, abis itu mas balik ke sini lagi, nanti kita bisa tinggal bareng lagi. Oke?” Chan mengangguk.
“Tapi mas minta tolong sama Chan, jagain bapak ya? Sama, Chan harus kuliah. Chan harus bisa jadi kebanggaan keluarga.”
“Tapi kuliah itu kan mahal mas. Mas uang darimana? Kan biaya operasi bapak juga mahal.”
“Chan gak usah mikirin uang. Itu urusan mas. Chan cuma harus pikirin bapak sama kuliah aja, ya?” Chan mengangguk. Jeonghan langsung memeluk Chan.
“Maafin mas, Chan.”
“Mas kapan perginya?”
“Besok, abis bapak operasi.”
Chan mengeratkan pelukannya pada Jeonghan.
“Mas baik-baik di sana ya. Jangan sampe sakit.”
“Chan juga ya.”