Jeonghan menghentikan langkahnya ketika ia mendengar suara desahan dari dalam ruangan Seungcheol. Lalu ia menoleh ke arah meja yang biasa Donita gunakan—tapi wanita itu tidak ada—lalu Jeonghan kembali menajamkan pendengarannya dan benar itu suara Seungcheol. Bos nya itu sedang mendesah, tapi Jeonghan tidak mendengar suara lain di dalam.

Apa bos nya itu main solo?

Dengan perasaan campur aduk Jeonghan memberanikan diri untuk membuka pintu ruang itu secara perlahan. Dan benar, Jeonghan melihat Seungcheol sedang mendongakkan kepalanya sambil tangannya sibuk dibawah.

Ini pertama kalinya Jeonghan melihat Seungcheol mengerang nikmat seperti itu, dan cukup membuatnya hard tapi yang cukup membuatnya sakit hati adalah ketika nama orang lain yang Seungcheol sebut di setiap desahannya— Donita.

Jadi Seungcheol ini sedang membayangkan Donita yang memegang peranan itu?

Dengan berani Jeonghan membuka pintu, membuat sang pemilik ruangan terkejut, lalu Jeonghan mengunci pintu dan mendekat ke arah Seungcheol yang terpaku—bahkan ia tidak sadar kalau ia masih menggenggam kejantanannya.

“Jeonghan?”

Seungcheol menatap Jeonghan yang menatap kejantanannya, dengan cepat Seungcheol masukkan kembali dan menutupnya.

“Jeonghan, kenapa? Kenapa kamu gak ketuk pintu lebih dulu?”

“Saya udah liat semuanya pak.”

Seungcheol kelabakan tapi Jeonghan tetap tenang.

“Kalo Donita sampe tau kalo ternyata dia bapak jadiin imajinasi liar gimana ya?”

“Jeonghan saya mohon, kamu jangan kasih tau siapapun termasuk Donita. Saya bakal kasih kamu uang kalo kamu mau tutup mulut.”

Jeonghan tertawa menatap Seungcheol. Dipikir dirinya mau uang?

Seungcheol menatap Jeonghan yang sedang tertawa, ia benar-benar takut sekarang. Takut kalau imagenya jelek dan takut kalau Donita jadi jijik terhadapnya.

“Bapak suka ya sama Donita?”

Seungcheol terdiam.

“Apa yang bapak suka dari dia? Atau apa yang dia lakuin sampe bapak suka sama dia?”

Seungcheol masih diam.

“Bapak gak mau jawab pertanyaan saya? Mau sekarang saya keluar dan cari Donita?”

“Jeonghan saya mohon jangan. Saya berani bayar bera—.”

“—saya ga mau uang bapak. Saya cuma mau jawaban bapak.” Jeonghan memotong ucapan Seungcheol.

Seungcheol menghela nafasnya lalu mengangguk. “Iya saya suka sama Donita. Saya suka sama dia karena memang dia yang mengerti saya, dia tidak menatap saya hanya karena uang saya. Tapi saya tidak berani bilang, karena saya takut kalau perasaan ini hanya saya yang miliki.”

Jeonghan muak.

Si paling mengerti

Menatap tanpa uang, katanya

Jeonghan mengepalkan tangannya. Itu artinya mereka berdua saling menyukai. Engga, ini ga boleh terjadi.

Jeonghan mengangguk mengerti, lalu ia berjalan mendekat ke arah Seungcheol.

“Bapak mau saya tutup mulut?”

Seungcheol mengangguk.

“Saya punya satu permintaan.”

“Saya bakal kasih berapapun yang kamu mau, Jeonghan.”

“Dibilang saya ga mau uang bapak.”

Seungcheol menatap Jeonghan bingung. Lalu?”

Jeonghan sedikit membungkuk lalu ia membisikkan sesuatu di telinga bos nya itu.

“Saya pengen bapak—.” Bulu kuduk Seungcheol meremang. Seharusnya ia marah karena diperlakukan seperti ini tapi yang terjadi, tubuhnya seakan kaku—karena Jeonghan juga mengecup telinganya.

“—di dalam saya.”