Jeonghan masuk ke dalam mobil Seokmin ketika laki-laki itu sampai di depan apartemen nya.
“Jadi, kali ini Abang gue ngaku kemana sama lu kak?”
“Nemenin Jun beli makanan kucing.”
Seokmin terbahak-bahak mendengar jawaban Jeonghan.
“Seok, gue takut bgt nu selingkuh.”
“Kagak bakal lah, aneh aja lu.”
“Ga ada yang ga mungkin Seok.”
“Percaya sama gue kak, Abang gue ga mungkin kayak gitu. Gue tau banget dia orangnya gimana.”
Kata-kata Seokmin bagai mantra untuk Jeonghan. Tiba-tiba saja kegelisahan dalam hatinya lenyap begitu saja.
“Semoga yang Seokmin bilang bener ya nu. Aku takut nu.”
. . . . . . . . . . . . . . . . .
“Jadi gimana nak Wonwoo?”
“Wonwoo juga jadi bingung om, masalahnya ini udah nyakitin 2 hati sekaligus.”
“Adek mu pasti ngerti.”
Wonwoo menghela nafasnya. Kepalanya terasa berat sekarang, ada beban yang ia tanggung. Bagaimana caranya berbicara pada Seokmin?
Wonwoo dan Seokmin hanya tinggal berdua, karena kedua orang tua mereka sudah tiada sejak Wonwoo kuliah. Akhirnya Wonwoo yang berusaha untuk membangun kembali perusahaan orang tuanya yang hampir bangkrut.
Sedang dilanda kerisauan, tiba-tiba ada tangan yang menggenggam tangannya.
“Kita lakuin berdua ya, bang.”