Jeonghan duduk dengan gelisah di sebelah sang kekasih—Jonathan. Pokonya ia harus menyelesaikan semuanya malam ini juga.
“Sayang, kamu pasti udah liat yang di base kan?”
Jeonghan menghela nafas, lalu ia mengangguk. “Dia siapa?”
“Itu adek tingkat aku, yang. Dia minta diajarin main basket.”
“Kok pake gandengan?”
“Engga kok yang, itu dia hampir jatuh terus aku nolongin aja.”
Jeonghan mengangguk. Selalu banyak alasan.
“Kamu percaya sama aku kan, yang?”
Jeonghan mengangguk. Jonathan tersenyum, ia mengambil tangan Jeonghan dan kemudian ia kecup.
Skip time
Keduanya masih sibuk dengan makanan yang mereka pesan. Lalu tiba-tiba ponsel Jonathan berdering.
“Yang, aku angkat telepon dulu ya?”
“Kenapa ga disini?”
“Sekalian mau ke toilet aku, tenang aja ini masalah basket kok.”
Jeonghan lagi-lagi mengangguk. Lalu Jonathan pergi menuju toilet.
Hampir 45 menit Jeonghan menunggu, akhirnya Jonathan kembali.
“Maaf ya lama, tadi banyak yang dibahas.”
“Gapapa kok.”
“Kamu mau nambah? Atau mau dessert?”
“Engga usah kak, langsung pulang aja yuk?”
“Capek banget ya kamu?”
Jeonghan mengangguk. “Lumayan.”
“Yaudah, ayo pulang.”
. . . . . . . . . . . .
Di perjalan pulang keduanya hanya diam, sebenarnya Jeonghan hanya mencari tempat yang tepat, kalau saja tiba-tiba dia diturunkan di pinggir jalan. Setidaknya ia bisa mencari taksi kalau itu benar terjadi.
“Jo, aku mau ngomong sama kamu.”
“Ngomong apa yang? Ngomong aja.”
Jeonghan menghela nafasnya, ia meremat jemarinya sendiri.
“Jo, aku mau putus.”
“Hah? Bercanda kamu yang, gak lucu ah.”
“Tapi aku ga bercanda.” Ucap Jeonghan pelan.
Tiba-tiba saja, Jonathan mengerem mendadak membuat Jeonghan takut.
“Maksud kamu apa? Katanya kamu percaya sama aku?”
“Jo, ini udah 5x kamu ketauan jalan sama orang lain. Kamu pikir aku bisa percaya gitu aja? Jo, aku juga punya perasaan. Capek aku diginiin terus.”
Jeonghan menundukkan kepalanya, ia melihat tangan Jonathan yang mengepal. Jeonghan tau, Jonathan sedang menahan emosinya.
“ARTINYA KAMU GA PERCAYA SAMA AKU, KAN?” Jeonghan memejamkan matanya, ia takut, takut kalau Jonathan mengamuk.
Jeonghan mengambil ponselnya, jaga-jaga untuk menelpon Jisoo.
“Aku bener-bener gak bisa sama kamu lagi, Jo.”
“Bulshit, lo pasti punya orang lain kan?”
Jeonghan menatap Jonathan tidak percaya, bagaimana dia yang berselingkuh tapi orang lain yang di tuduh?
“Jangan ngaco kamu, Jo.”
“Atau kamu kemakan omongan dua temen kamu itu? Iya?”
“Engga, ini pure dari pikiran aku. Kamu jangan seenaknya nyalahin orang atas kesalahan kamu dong.” Jeonghan jadi ikut tersulut emosi.
PLAKKKKKKKK
Jeonghan memegangi pipinya yang ditampar oleh Jonathan. Ini bukan sekali dua kali Jonathan seperti ini.
Jeonghan langsung buru-buru keluar dari mobil Jonathan, tapi ia dikejar.
“HEH JALANG, SINI LO. GUE BELOM KELAR, JANGAN SEENAKNYA AJA LO PERGI.”
Jonathan mengejar Jeonghan yang ketakutan. Saat Jeonghan ketangkap oleh Jonathan, ia hanya bisa menangis.
“Cengeng lo. Heh, harusnya elo berterima kasih karena gue masih mau sama lo. Lo pikir ada orang yang mau sama laki-laki aneh kayak lo? Gue doang, Jeonghan.”
Jeonghan hanya menangis. Ia bahkan tidak bisa membalas perkataan Jonathan.
“Brengsek.”
Tangan Jonathan kembali melayang untuk menampar Jeonghan lagi. Tapi tiba-tiba saja tangannya di cegah oleh seseorang.
“Siapa sih lo?” Jonathan menghempas tangan orang itu.
“Kamu yang siapanya dia?”
“Gue pacarnya.”
“Kasar banget.”
“Orang kayak dia emang harus dikasarin.”
“Orang kayak dia gimana maksud kamu?”
“Halah banyak bacot ya lo. Orang tua diem aja.”
Orang itu langsung menyuruh kedua pengawalnya untuk membereskan Jonathan. Lalu ketika selesai, orang itu menghampiri Jeonghan yang terduduk ketakutan.
“Hai, kamu aman sekarang. Ayo, saya antar.”
Jeonghan menatap orang itu ragu-ragu.
“Saya janji gak akan nyakitin kamu. Saya antar sampai rumah ya?”
Akhirnya Jeonghan mau ikut, lalu keduanya pergi meninggalkan Jonathan yang terkapar di sana.
“Nama kamu siapa?” Tanya orang itu, ketika mereka berada di dalam mobil menuju rumah Jeonghan.
“Saya Jeonghan, om.”
“Oke Jeonghan, hati-hati memilih pasangan ya besok-besok. Kamu bisa mati di tangan dia.”
“Terima kasih ya, om.”
Lalu keduanya diselimuti keheningan sampai mereka sampai di depan rumah Jeonghan.
“Om, terima kasih sekali lagi ya? Saya utang budi sama, om.”
Orang itu mengangguk. “Kalau gitu saya permisi ya, Jeonghan.”
“Om, maaf Han boleh tau nama om?”
Orang itu tersenyum. “Saya Siwon, Jeonghan.”
“Oh om Siwon, hati-hati dijalan om. Sekali lagi terima kasih.”
Siwon kembali mengangguk dan mobil berjalan meninggalkan rumah Jeonghan.