Jeonghan berjalan cepat menuju kamar inap ayahnya dengan menenteng makanan untuk Chan.

“Chan?”

Chan menoleh dan mendapati Jeonghan di sana.

“Mas.” Chan berhambur kepelukan Jeonghan. Ia menyembunyikan wajahnya di dada Jeonghan.

“Bapak gimana, Chan?”

“Mas, kata dokter bapak harus cepet di operasi. Kalau engga bapak ga bisa ketolong lagi. Tapi sekarang bapak udah baik-baik aja kok mas.”

Jeonghan memejamkan matanya dan juga menghela nafasnya. Uang darimana agar ayahnya bisa di operasi secepatnya?

Jeonghan melepaskan pelukannya. Ia mengelap keringat yang muncul di wajah Chan.

“Sekarang Chan makan dulu ya? Mas mau liat bapak dulu.”

Chan mengangguk, ia menerima makanan yang Jeonghan bawa. Tapi sebelum Jeonghan masuk ke ruangan inap ayahnya, Chan sempat menahannya.

“Mas, ibu mana?”

Jeonghan harus memaksakan senyumnya. “Chan makan dulu, nanti mas jelasin ya?”

Lagi-lagi Chan mengangguk. Lalu Jeonghan masuk ke dalam dan melihat ayahnya terbaring.

“Pak, Han harus apa ya? Han udah bener-bener buntu pak, Han gak tau harus gimana lagi. Han mau nyerah tapi nanti yang jaga Chan sama bapak siapa?” Jeonghan terisak-isak di depan ayahnya yang terbaring lemah.

“Han, minta tolong sama bapak. Tolong kuat sedikit lagi ya pak? Han janji bakal bikin bapak sembuh.” Jeonghan meremat erat tangan ayahnya. Berharap siapa tau ayahnya akan memberinya kekuatan lebih.

Jeonghan keluar dari ruangan itu, ia menatap Chan yang sedang bermain game di handphonenya.

“Chan, mas pulang dulu ya? Ambil baju kamu sama mas. Kamu di dalem aja, takutnya ada apa-apa.”

“Iya mas, hati-hati ya.”

Jeonghan mengecup kening adiknya dan berlalu pergi.