GyuHao
Minghao meremat erat tangan Mingyu. Saat ini keduanya sudah sampai di depan rumah keluarga Mingyu.
“Sayang, rileks ya.”
“Gimana bisa rileks sih mas huhuhu perut aku mules banget.”
“Kamu kalo gugup gini ya? Bagi-bagi ke aku.”
“Ini tuh lebih serem daripada nyasar di Hawaii.”
“Kamu pernah nyasar di Hawaii?”
Minghao memukul pelan lengan Mingyu. “Bukan waktunya bercanda.”
“Hahaha santai sayang santai.” Mingyu membuka pintu rumahnya itu, dan di sambut oleh mama Kim dan seorang wanita.
“Cla kamu ngapain disini?”
“Gyu, kemarin Tante Dara undang aku kesini.”
“Ma, kenapa sih harus selalu melibatkan orang lain?”
“Clara ini kan bukan orang lain, Gyu. Dia sahabat kamu dan sebentar lagi akan jadi istri kamu.”
Minghao makin meremat tangan Mingyu, agar Mingyu merasakan sakit hatinya ketika mendengar ucapan mama Kim.
Mingyu menoleh ke arah Minghao, lalu ia melepaskan genggaman tangannya merubahnya menjadi merangkul pundak Minghao. Kemudian di depan mamanya dan Clara, Mingyu mengecup pipi Minghao.
“Aku mau ketemu papa.” Sehabis mengucapkan itu Mingyu langsung menggiring Minghao masuk ke dalam, dimana ada sang papa sedang membaca artikel dari tab nya.
“Pa?”
Papa Kim menoleh ke arah Mingyu, lalu kemudian menatap Minghao dari atas sampai bawah.
“Bawa siapa kamu?”
“Kenalin pa, ini Minghao pacar aku. Calon suami aku lebih tepatnya.” Mingyu mengenalkan Minghao dengan bangganya.
Tuk
Papa Kim menaruh stylus pen miliknya dengan kencang. Lalu papa Kim menatap Mingyu dan Minghao dengan tatapan datar.
“Apa kamu bilang? Calon suami kamu?”
“Iya pa, namanya Minghao. Dia ini adik sepupunya Seungcheol.”
Lalu dengan mata kepalanya sendiri Minghao melihat papa dari pacarnya ini tersenyum meremehkan.
“Sudah papa bilang, berhenti main dengan Seungcheol. Dia itu bawa pengaruh buruk buat kamu.”
Mungkin, kalau saat ini dirinya yang dihina Minghao tidak akan sekesal ini. Tapi kali ini, mas nya. Mas Seungcheol nya. Orang yang amat sangat ia kagumi dari kecil, dihina di depan matanya.
“Papa, Seungcheol itu baik pa. Dan dia gak pernah bawa pengaruh buruk ke aku.”
“Ini buktinya. Kamu memilih seorang laki-laki untuk kamu jadikan pasangan hidup. Ini pengaruh buruk dari dia. Dia dan keluarganya itu sama-sama menjijikkan, kamu tau? Kaum-kaum mereka yang menikahkan anaknya dengan sesama jenis itu menjijikkan.”
“Cukup om.”
Tidak. Ini sudah bukan menyangkut dirinya saja. Tapi juga keluarganya. Minghao muak. Dia lebih baik tidak menikah dengan Mingyu daripada harus mendengar keluarganya dihina seperti ini.
“Om boleh hina saya. Tapi om gak ada hak untuk hina keluarga saya, hina mas Seungcheol.”
“Oh sekarang kamu sadar kalo kamu hina? Bagus. Kamu sadar diri juga ternyata.”
“Papa.” Mingyu benar-benar dibuat malu sekarang.
“Iya om, saya sadar. Sadar banget. Tapi, orang yang merendahkan martabat orang lain juga ga kalah hina om. Om kan berpendidikan ya, emang gini ya om orang berpendidikan tinggi kalo memperlakukan orang?”
Minghao melihat papanya Mingyu mengepalkan tangannya.
“Kenapa om kesel ya dihina orang hina kayak saya?”
“Yang kayak gini mau kamu jadikan pasangan hidup, Mingyu? Orang hina yang tidak punya sopan santun.”
Minghao melepaskan diri dari Mingyu. Menatap wajah papa dari kekasihnya itu.
“Om, tanpa mengurangi rasa hormat saya ke om saya minta maaf kalau saya yang hina ini gak ada sopan santunnya. Saya izin pamit, daripada saya makin ga sopan disini.” Ketika Minghao akan pergi, tangannya di tahan oleh Mingyu.
“Kamu pergi, aku juga pergi.”
“Mingyu kamu langkahkan kaki kamu keluar dari rumah ini, papa tidak segan-segan akan menghapus nama kamu dari ahli waris keluarga Kim.”
“Aku gak perduli, pa. Aku ga perduli lagi tentang warisan itu. Bagi aku, Minghao lebih dari sekedar warisan.”
“Mingyu kamu jangan ngomong gitu. Kamu bakal nyesel nantinya.” Ucap mama Kim yang daritadi mendengar pembicaraan mereka.
“Aku bakal lebih nyesel kalo kehilangan Minghao, ma. Cukup dua kali aku kehilangan orang yang aku sayang, kali ini aku gak akan pernah mau menukar Minghao sama apapun.”
Kalau saat ini situasi nya sedang yang baik-baik, mungkin Minghao akan lari ke dalam pelukan Mingyu dan mencium bibir Mingyu dengan lahap. Tapi saat ini situasinya sedang berbeda.
“Mas, kamu ga usah sampe segininya.”
“Ho, kalau menyangkut kamu aku bakal ngelakuin apapun.”
“Papa akan kasih kamu kesempatan untuk berpikir ulang, Mingyu. Pilih menikah dengan Clara dan kamu akan mendapatkan semuanya atau pilih dia dan kamu akan kehilangan semuanya. Termasuk papa usir kamu dari rumah ini.”
“Aku akan pilih Minghao, pa.” Tanpa berpikir panjang Mingyu menyampaikan pilihannya.
“Pergi kamu dari sini. Bawa semua barang-barang kamu. Mulai saat ini kamu bukan lagi bagian dari keluarga ini.”
“Oke pa. Makasih untuk semuanya, maaf Mingyu gak bisa seperti yang papa dan mama harapkan. Mingyu mau ambil baju-baju dulu. Oh ya pa ma, Mingyu akan menikah dalam waktu dekat. Kalau minta restu Mingyu tau apa jawaban mama dan papa, Mingyu cuma mau kasih tau aja. Keluarga Seungcheol baik, mereka ga seperti apa yang papa ucapin. Sekali lagi Mingyu minta maaf.” Mingyu menarik tangan Minghao menuju kamarnya.
“Mas, kamu yakin?” Tanya Minghao ketika mereka sudah di dalam kamar Mingyu.
Mingyu mengangguk lalu menarik Minghao ke pelukannya. “Gapapa kan kalo nikahnya sederhana? Maaf ya, tapi ini pilihan mas. Dan mas percaya sama pilihan mas.”
“Gapapa, mas. Yang penting sama mas. Jangan tinggalin aku ya mas.” Minghao mengeratkan pelukannya.
“Iya sayang, mas bakal buktiin sama kamu kalau kita akan bahagia terus. Mas akan usahain bahagiain kamu sebisa mas.”
Setelah selesai membereskan semua pakaiannya, Mingyu dan Minghao keluar dari kamar dan mendapati papa, mama dan Clara masih ada di sana.
“Mingyu, mama mohon jangan gini ya sayang.”
“Maaf ma, ini pilihan Mingyu. Mungkin, mama harus ngerasain apa yang Mingyu rasain dulu. Ketika Mingyu di tinggalkan paksa oleh orang yang Mingyu sayang.”
Mingyu memeluk sebentar mamanya, lalu ia kembali menggenggam tangan Minghao untuk ia ajak pergi.
“Mingyu jangan pergi ya. Mingyu disini aja sama aku. Mingyu aku mohon turutin aja keinginan papa mama kamu ya, nikah aja sama aku Mingyu. Aku janji bakal jadi istri yang baik untuk kamu, aku bisa kasih kamu keturunan Mingyu. Sama aku aja ya Mingyu.” Clara memohon-mohon pada Mingyu di depan Minghao. Minghao hanya menatap tidak suka pada wanita itu. Benar-benar benalu.
“Cla, udah pernah aku bilang sama kamu. Kalau aku ga bisa sama kamu. Dan please stop ganggu aku ataupun Seungcheol. Jangan jadi benalu di hubungan kita lagi. Cla, kamu cantik suatu saat nanti kamu bakal ketemu sama orang yang akan terima kamu apa adanya. Tapi orang itu bukan aku atau Seungcheol.” Mingyu melepaskan tangan Clara yang memegang lengannya. Lalu ia kembali menarik tangan Minghao untuk pergi dari sana.
Sebelum meninggalkan rumah itu, Mingyu sempat melihat sekali rumah masa kecilnya itu. Dan mungkin ini akan menjadi yang terakhir kalinya ia menginjakkan kakinya di rumah itu.
“Pa, ma, Mingyu minta maaf. Mingyu pergi ya. Mama papa sehat-sehat.” Hanya itu yang ia ucapkan dalam hatinya dan kemudian melangkah masuk ke mobilnya dan pergi meninggalkan rumah itu. Kini, semuanya hanya tinggal kenangan dalam benak Mingyu. Yang akan ia selalu simpan rapih dalam ingatannya. Mingyu pamit.