“Gue udah di depan, berr.”
Itu yang Jeonghan baca sebelum ia berlari ke luar rumah. Di depan rumahnya terparkir mobil milik Seungcheol. Kemudian kaca mobil bagian penumpang terbuka.
“Masuk, berr.”
Jeonghan mengangguk, dan langsung masuk, memasang seat beltnya.
“Jadi dimana tamannya?”
“Rame banget gapapa, cherr? Soalnya tadi gue sempet lewat rame banget.”
“Oh, atau mau yang deket apartemen gue? Ada cafe nya juga, jadi kita bisa sekalian makan.”
“Boleh. Mana kkumma nya?”
Seungcheol menjalankan mobilnya dan sedikit menggerakkan kepalanya ke belakang. “Tuh, dibelakang. Ambil aja coba.”
Jeonghan dengan susah payah untuk mengambil kkumma yang berada di kursi belakang. Setelah bisa, ia pangku dengan mengelus-elus bulu lebat anjing itu.
“Di rumah pelihara anjing juga?” Tanya Seungcheol
“No, papa gue alergi bulu binatang.”
Seungcheol hanya mengangguk, lalu ia sedikit melirik. “Tumben banget anteng.”
“Kenapa?”
“Kkumma biasanya ngegonggong kalo ada yang deketin gue, dulu sama mantan gue aja hampir sebulan baru bisa kenal. Ini sama lo baru pertama ketemu, dia diem aja.” Jelas Seungcheol
“Takut gue gigit kali ya makanya diem aja.”
Seungcheol tertawa. “Engga, itu dia suka sama lo.”
Jeonghan bernafas lega karena kkumma tidak risih dengannya.
Beberapa menit kemudian mereka sampai di lokasi yang Seungcheol maksud. Jeonghan menggendong kkumma keluar dari mobil dan masuk ke dalam cafe itu, sedangkan Seungcheol berjalan dibelakang mereka dengan membawa keranjang milik kkumma yang lumayan besar.
Mereka memilih outdoor karena biar kkumma lebih senang bisa berlari ke sana kemari. Sambil menunggu pesanan makanan mereka datang, Jeonghan bermain dengan kkumma. Mereka berlari, bahkan bermain bola yang Seungcheol sengaja bawa.
“Berr, makan dulu.” Ucap Seungcheol ketika makanan mereka datang.
Kkumma berlari mengikuti Jeonghan yang mendekat ke arah Seungcheol. Lalu ia duduk dibawah kaki Jeonghan —seperti menunggu Jeonghan untuk bermain lagi.
“Kak berry nya makan dulu ya.” Ucap Seungcheol pada kkumma. Kkumma hanya diam memandangi Jeonghan.
“Lucu banget.”
“Kalo lagi bete nyebelin sih.”
“Bisa bete juga ya?”
“Biasanya kalo ga diajak main keluar, jadi kkumma tuh sehari harus keluar rumah kalo ga gonggong kenceng banget.”
“Terus kalo lo lagi ga di rumah siapa yang ngajak main?”
“Ada bibi di rumah.”
Jeonghan mengangguk, sambil menyuapkan makanannya. Sesekali ia mengelus kkumma yang mulai mendusel di kakinya.
Beberapa menit kemudian Jeonghan selesai makan, ia kemudian kembali mengajak kkumma bermain. Seungcheol hanya tersenyum melihat tingkah keduanya.
“Ah, capek kkumma.” Ucap Jeonghan yang kembali duduk di sebelah Seungcheol.
“Udah udah, kasian kak berry nya.” Seungcheol mengangkat kkumma untuk duduk di pangkuannya.
“Dia juga capek.” Jeonghan tertawa sambil mengelus-elus kkumma.
“Mau kemana lagi? Mau langsung pulang?”
Jeonghan mengecek jam tangannya. “Udah sore sih, pulang aja apa ya?”
“Ayo.” Seungcheol memberikan kkumma ke Jeonghan dan ia kembali membawa keranjang milik kkumma. Seungcheol berjalan ke kasir untuk membayar, setelahnya ia membukakan pintu untuk Jeonghan keluar dari cafe itu.
Seungcheol menaruh keranjang kkumma di kursi belakang. “Taro aja berr, nanti dia tidur sendiri.”
“Kalo gue kelonin dulu boleh gak?”
Seungcheol tertawa. “Ya boleh, cuma kkumma sekarang gede banget jadi berat, gapapa emang?”
“Gapapa.” Ucap Jeonghan senang. Seungcheol hanya menggelengkan kepalanya kemudian ia membuka pintu mobil agar Jeonghan bisa masuk.
Setelah ia masuk juga, mobil Seungcheol bergerak pergi dari sana.
Saat di perjalanan pulang tiba-tiba saja hujan turun dengan derasnya. Seungcheol memilih menepikan mobilnya karena jalanan yang tidak terlalu terlihat karena air hujan.
“Ga pegel?” Tanya Seungcheol
“Gak sih, tapi paling ntar pas turun kebas.”
Seungcheol tertawa. “Taro aja sana.”
“Masih mau elus-elus, kapan lagi main sama kkumma.”
“Ya bisa kapan aja, gampang itu mah.”
Jeonghan mengangguk, tapi tangannya tidak berhenti mengelus-elus kkumma.
“Dingin gak?” Tanya Seungcheol.
“Dikit.”
Seungcheol mencari sesuatu di kursi belakangnya. “Pake nih, gue juga udah nyalain penghangat.” Seungcheol memberikan jaket pada Jeonghan. Lalu Jeonghan memakainya.
Keheningan menyelimuti mereka saat itu. Seungcheol beberapa kali mengusap-usap lengannya sendiri—karena dia gak pake jaket.
“Dingin ya?”
Seungcheol menoleh. “Dikit doang. Kuat gue.”
Jeonghan diam, ia juga bingung apa yang harus ia lakukan. Kemudian ia menatap Seungcheol. Seungcheol yang merasa ditatap, ikut menoleh.
“Kenapa?”
Jeonghan menelan ludahnya, ntah keberanian dari mana kepalanya bergerak mendekat ke arah Seungcheol. Seungcheol yang melihat itu, secara reflek juga ikut mendekat.
Jeonghan bisa merasakan nafas Seungcheol yang mengenai pipinya. Hampir saja bibir keduanya menempel, tiba-tiba saja kkumma menggonggong dan Jeonghan merasakan sesuatu yang hangat mengenai celananya.
“Kkumma pipis.”
. . . . . . . . . . . . .
“Berr, cobain ini deh kayaknya muat.” Saat ini mereka berada di apartemen milik Seungcheol—karena yang terdekat di sana.
“Punya siapa kok kayaknya lebih kecil?”
“Mantan gue.”
Jeonghan terdiam.
“Cuma belum dipake itu, masih baru. Buat lu aja.”
“Gapapa emang?”
“Gapapa, ga bakal gue kasih ke dia juga. Kalo gue yang pake ga muat.”
Akhirnya Jeonghan mengangguk dan langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk mengganti celananya.
Beberapa menit kemudian Jeonghan keluar dari kamar mandi.
“Ada paperbag gak cherr? Buat celana kotor.”
Seungcheol langsung mengeluarkan paperbag dan memberikannya pada Jeonghan, Jeonghan mengucapkan terima kasih.
“Minum apa berr?”
“Apa aja sih, teh boleh.”
Seungcheol langsung bergerak membuatkan teh untuk Jeonghan. Dan memberikannya ketika sudah siap. Keduanya duduk di kursi yang berada di dapur.
“Lo tidur disini?” Tanya Jeonghan
“Kalo lagi pengen sendiri aja sih. Jarang disini.”
Jeonghan mengangguk, ia memperhatikan interior apartemen itu. Mewah. Itu kata yang terlintas di benak Jeonghan.
Saking terkesimanya, Jeonghan sampai tidak sadar kalau dirinya sedang ditatap oleh Seungcheol.
“Berr?”
Jeonghan menoleh. “Ya?”
“Jangan digigit.”
“Apa?”
Seungcheol mendekat ke arah Jeonghan kemudian mengelus bibir Jeonghan yang daritadi tidak sengaja ia gigiti.
“Ini jangan digigit sendiri.” Jantung Jeonghan hampir copot ketika ia merasakan sesuatu menatapnya dengan intens sambil jarinya mengelus-elus bibir Jeonghan.
Seungcheol menelan ludahnya, menggigit sedikit bibirnya. “Kalo gue yang gigit, boleh?”
Jantung Jeonghan serasa turun ke perut. Nafasnya berderu, tapi kepalanya tetap mengangguk. Mengizinkan Seungcheol mengigitnya.
Jeonghan memejamkan matanya ketika bibirnya merasakan bibir lain menyentuhnya. Meremas pelan lengan Seungcheol menandakan ia menikmati pergerakan bibir Seungcheol di bibirnya.
Remasan itu Jeonghan alihkan ke tengkuk leher Seungcheol ketika Seungcheol makin membuatnya terbang melayang karena belaian di mulutnya.
Jeonghan menepuk pelan punggung Seungcheol. Seungcheol menghentikan ciumannya, ia menempelkan keningnya di kening Jeonghan. Nafas keduanya tersengal-sengal sambil sesekali Seungcheol mengecupi bibir Jeonghan yang membengkak.
“Berr?”
“Hm?”
“Gue boleh minta nomor oney gak?”