berawal dari nete, berakhir dengan ngewe. JIAKHH

“Eunghhhh.”

Jeonghan mendongakkan kepalanya sambil menekan kepala Seungcheol yang mulutnya sedang mengerjai salah satu putingnya.

Keduanya sudah sering melakukan hal itu, awalnya hanya coba-coba dengan Jeonghan yang mengaku gatal pada bagian putingnya dan Seungcheol yang menjawab sekenanya minta di-isep.

Tapi yang mereka lakukan hanya sekedar itu—kalau urusan bawah adalah urusan masing-masing keduanya. Lagipula, Seungcheol sudah memiliki kekasih—seorang wanita.

“Cheol, pelan-pelan.” Ucap Jeonghan dengan sedikit mendesah karena Seungcheol dengan sengaja menggigit putingnya.

Tling notifikasi ponsel Jeonghan terdengar telinga keduanya. Tapi Seungcheol masih belum mau berhenti, dengan sisa-sisa kesadarannya Jeonghan mengambil ponselnya dan membuka aplikasi chatnya.

Gue liat lo lagi berdiri didepan si Cheol, ngobrolin apaan? Serius banget keknya. -Jun-

Setelah membalasnya, Jeonghan kembali fokus pada Seungcheol yang masih meraup putingnya.

“Cheol, Jun liat kita.”

Seungcheol menghentikan kegiatannya. “Lo jawab apa?”

“Lo lagi nete.” Seungcheol kembali ke kegiatannya.

“Ayo udahan, nanti ketauan yang lain.”

“Emang kenapa?”

“Ya engga enak, apalagi mereka taunya elo ada pacar.”

Lalu Seungcheol bangkit dari duduknya, ia menarik Jeonghan ke dalam kamarnya.

“Ngapain?” Tanya Jeonghan kebingungan ketika ia ditarik masuk ke dalam kamar Seungcheol.

“Tidur sini aja. Gue masih pengen nete.”

Jeonghan mendengus kesal. “Lecet banget nanti, sakit tau kalo pake baju ke gesek-gesek.”

“Ya engga usah pake baju.” Jawab Seungcheol enteng.

“Masa gue keluar kamar gak pake baju, mana pentil gue merah-merah.”

“Lagian emang lu yakin kalo mulutnya Jun bakal diem aja? Besok juga udah pada tau, jadi mendingan sekalian aja.”

Seungcheol kembali menyibakkan baju Jeonghan, dan kembali menyusu seperti bayi.

“Pelan-pelan, gak bakal ada yang minta.” Ucap Jeonghan sambil mengelus-elus rambut Seungcheol. Mata keduanya saling bertatapan—tapi mulut Seungcheol tetap tidak berhenti.

“Kira-kira kalo cewek lo tau gimana ya Cheol?”

“Ngamuk sih pasti.” Jawab Seungcheol sebentar lalu kembali lagi pada kegiatannya.

“Kalo diputusin gimana?”

“Yaudah mau gimana lagi.”

“Pacaran sama gue aja.”

Ucapan Jeonghan membuat Seungcheol terkejut.

“Lo serius?”

Jeonghan mengangguk. “Kan entar kalo mau nete jadi gak harus ngumpet-ngumpet lagi.”

“Ya kalo pacaran lebih dari nete lah.”

“Gue aja mau bajunya dibukain terus sama lo, ya pasti gue sukarela buat ngangkang lah.” Lalu keduanya tertawa.

“Tapi elo sama cewek lo pernah ngewe?”

Seungcheol menumpukan kepalanya pada tangannya dan menggeleng. “Gue grepe dia aja ga pernah.”

“Kenapa?”

Seungcheol mengangkat bahunya. “Gak ngangkat titit gue kalo liat dia. Tau deh.”

“Kalo sama gue ngangkat?”

Seungcheol tidak menjawab, ia mengambil tangan Jeonghan dan mengarahkannya pada selangkangannya. Jeonghan bisa merasakan kejantanan Seungcheol yang membesar.

“Udah jangan diremes terus.” Seungcheol bangkit dari tidurnya dan menuju kamar mandinya untuk menyelesaikan urusannya—meninggalkan Jeonghan sendiri.

“Padahal gue juga ngangkat, Cheol.”

. . . . . . . . .

Keesokan paginya, Seungcheol merasakan ada yang sedang melakukan sesuatu dengan bagian bawahnya.

“Han, ngapain?”

Jeonghan mendongak menatap Seungcheol.

“Nyepong, titit lu gerak-gerak mulu di pantat gue.”

Jeonghan kembali memasukkan kejantanan Seungcheol ke dalam mulutnya. Menaik-turunkan kepalanya dan sedikit memberikan jilatan yang cukup membuat Seungcheol terbang ke langit.

Seungcheol menekan kepala Jeonghan agar lebih memasukkan kejantanannya lebih dalam. Beberapa menit kemudian kejantanan Seungcheol membesar.

“Shhhh—”

Uhuk Jeonghan tersedak cairan putih kental milik Seungcheol.

Seungcheol mengelap sisa-sisa cairannya yang berada di bibir Jeonghan.

“Ngewe yuk, Cheol.”

. . . . . . . . . .

Siangnya, kekasih Seungcheol datang ke kostan mereka. Hari itu, kostan sepi hanya ada Seungcheol Jeonghan dan kekasih Seungcheol. Lalu mereka bertiga memutuskan untuk menonton film. Karena ruangannya tidak terlalu besar dan lampu dimatikan, suasananya seperti didalam bioskop.

Seungcheol duduk ditengah-tengah Jeonghan dan kekasihnya. Tangan Seungcheol mengelus-elus kepala kekasihnya—tapi sebelahnya lagi ia masukkan ke dalam celana Jeonghan.

Jeonghan tiduran dengan menggunakan pinggiran sofa sebagai bantalannya—dengan kaki mengangkang disebelah Seungcheol. Ia sengaja membawa selimut untuk menutupi kakinya yang tidak akan memakai celana.

Mata Seungcheol fokus pada film yang sedang mereka putar tetapi kedua tangannya bekerja untuk orang yang berbeda.

Seungcheol sesekali melirik Jeonghan yang mati-matian menahan desahannya. Jeonghan juga sesekali memukul lengan Seungcheol ketika Seungcheol iseng pada lubangnya.

“Sayang?”

Jari Seungcheol diam sejenak di lubang Jeonghan. Ia menoleh pada kekasihnya.

“Bobok di kamar kamu yuk?”

“Film nya belum kelar yang.”

“Aku ngantuk.”

“Yaudah kamu tidur sana, ntar kalo udah selesai aku ke kamar.”

“Yaudah, aku ke kamar ya. Jeonghan gue tidur dulu ya.”

“Oh iya, met tidur.”

Lalu setelah memastikan bahwa kekasih Seungcheol sudah masuk ke dalam kamar, keduanya bergerak cepat. Seungcheol membuang selimut yang tadi menutupi kaki Jeonghan.

“Anjing, mulus banget.”

“Lo pikir dada gue doang yang mulus.”

Seungcheol menarik Jeonghan agar memakan kejantanannya. Dengan iseng Seungcheol menutupi tubuh Jeonghan dengan selimut tadi.

“Engap.”

“Udah nikmatin aja titit gue.”

Jeonghan mencubit paha dalam Seungcheol. Seungcheol hanya tertawa.

Jeonghan melahap kejantanan Seungcheol dengan rakus. Menaik-turunkan kepalanya, menjilat kedua bola milik Seungcheol. Membuat sang empu mendesah nikmat.

“Yang?”

Seungcheol terkejut ketika mendapati sang kekasihnya.

“Kenapa yang? Kok bangun lagi.” Seungcheol berusaha tidak gugup. Sementara Jeonghan di bawah sana terus menghisap.

“Aku aus, mau ambil minum terus tidur lagi. Jeonghan kemana?”

Seungcheol tersenyum gugup, tidak mungkin kan ia jawab kalau Jeonghan sedang menghisap kejantanannya.

“Lagi ke toilet.”

“Kamu ngapain pake selimut?”

“AC nya dingin banget yang. Udah sana kamu minum terus tidur lagi. Mata kamu ngantuk banget itu.”

Sang kekasih pun mengangguk, lalu ia ke dapur dan kembali ke kamar Seungcheol.

Setelah mendengar pintu tertutup, Jeonghan membuka selimutnya.

“Ada untungnya kan lo gue tutupin.” Ucap Seungcheol

“Tapi gue hampir mati.”

Seungcheol membuka seluruh selimutnya—menampilkan tubuh telanjang Jeonghan.

“Cheol, lubang gue udah kedutan.”

“Han, tapi kita gak ada pelumas.”

Jeonghan bangun, dan berjalan menuju laci bawah tv. Ia mengambil sebotol pelumas di sana.

“Punya siapa?”

“Jisoo.”

“Punya ginian dia.”

“Lo ga tau ya Jisoo suka main pake dildo?”

“Serius?”

“Gue pernah mergokin dia. Tapi dia gak tau sih.”

“Binal juga dia.”

Seungcheol merubah posisi mereka, kali ini Jeonghan yang berbaring dengan Seungcheol di atasnya. Seungcheol melumuri lubang Jeonghan dengan pelumas—dengan gerakan memutar serta menggunting ketika ia mencoba memasukkan jarinya ke sana.

Jeonghan melenguh panjang ketika Seungcheol berhasil masuk tanpa kendala. Seungcheol berhasil menemukan titik nikmat di dalam Jeonghan.

Seungcheol membuka seluruh pakaiannya. Memposisikan kejantanannya pada lubang Jeonghan. Dengan sekali hentak, seluruhnya masuk ke dalam lubang itu.

Seungcheol memejamkan matanya ketika merasakan kejantanannya diremas oleh lubang Jeonghan. Begitupun dengan Jeonghan, ia juga merasakan tubuhnya penuh akan kejantanan Seungcheol.

Seungcheol mulai menggerakkan pinggulnya dengan ritme sedang. Mencoba memberikan kenikmatan untuk Jeonghan—juga untuk meredakan sakit sementara yang Jeonghan rasakan.

“Disitu, Cheol—.” Seungcheol kembali menemukan titik manis milik Jeonghan.

“Lo enak banget, sumpah Han.” Racau Seungcheol ketika ia benar-benar dimabuk kepayang karena kenikmatan lubang Jeonghan.

Keduanya saling bergerak berlawanan sampai keduanya sama-sama mengeluarkan cairan untuk dibagi satu sama lain.

Seungcheol membuka matanya ketika ia sudah keluar di dalam lubang Jeonghan. Lalu Jeonghan menarik tengkuk leher Seungcheol agar mencium dirinya.

“Udah ngewe, tapi ga ciuman.”

. . . . . . . . .

Keesokan harinya, semua orang berada di kostan. Hari ini adalah giliran Jeonghan memasak makan malam. Seharusnya sudah selesai daritadi, kalau saja saat ini kejantanan Seungcheol tidak masuk ke dalam lubangnya.

“Cheol, gue masak dulu.”

“Masak aja sih, gue gak ganggu.”

“Engga ganggu gimana, titit lu masuk ini.”

“Yang kerjakan tangannya bukan lubangnya. Jadi ga salah dong kalo titit gue masuk?”

Jeonghan sudah kehabisan kata-kata untuk Seungcheol jadi ia membiarkan laki-laki melakukan apapun pada tubuhnya. Termasuk menyetubuhinya.

“Awas aja kalo masakan gue rasa peju.”

. . . . . . . . .

“Han, ikut gue yok.”

“Kemana?”

“Balik ke rumah.”

“Dih, ada angin apa lo tiba-tiba balik.”

“Udah ayo ikut aja, gak usah bawa baju baju gue banyak.”

Seungcheol menarik paksa Jeonghan agar ikut dengannya.

Selamat di perjalanan keduanya hanya diam, Jeonghan yang daritadi hanya melihat-lihat jalanan sekitar dibuat terkejut oleh Seungcheol yang sudah menurunkan celananya hingga ke paha.

“Lo ngapain anjrit?”

“Nyobain ngewe di mobil yuk Han?”

“Ogah ah, ngeri banget.”

“Ayo dong, lu ga liat apa titit gue mengacung tegak gini.”

Jeonghan menggigit bibir bawahnya, sebenarnya ia juga ingin tapi belum pernah kalau di mobil.

“Gimana caranya?”

Seungcheol sedikit memundurkan kursinya.

“Buka celananya.”

Dengan ragu-ragu Jeonghan membuka celananya. “Ini gak bakal keliatan kan?”

“Engga, ini jalanan sepi banget. Lagian kita sambil jalan kalo diem malah goyang-goyang mobilnya.”

Seungcheol menarik tangan Jeonghan, tapi sebelumnya ia menepikan mobilnya dulu. Untuk memasukkan kejantanannya ke dalam lubang Jeonghan.

“Lu yang pegang kemudi ya. Kalo nyampe juga ngegas atau ngerem. Injek aja kaki gue.”

Lalu mereka berdua kembali menjalankan mobilnya. Jeonghan menahan desahannya ketika Seungcheol sedikit menghentakkan pinggulnya.

“Keluarin aja suaranya.”

Dengan menjalankan mobilnya pelan, Jeonghan mengeluarkan suara-suara desahan yang tadi ia tahan. Sesekali ia meremas rambut Seungcheol dengan pandangan yang coba ia fokuskan di jalanan di depan mereka.

Tangan Seungcheol juga tidak tinggal diam, yang satu ia gunakan untuk memilin-milin puting Jeonghan yang satunya mengocok kejantanan Jeonghan.

“Ah ah ah ah ah.”

Bunyi suara tabrakan antar tubuh mereka terdengar sangat jelas. Seungcheol benar-benar membuat Jeonghan tidak berdaya.

“Cheol, mau keluar.”

“Barengan.”

“CHEOL/HAN ARGHHHH—.”

Keduanya saling meneriakkan nama mereka masing-masing. Setelah keluar, mereka tepat sekali sampai di depan rumah Seungcheol.

Seungcheol menurunkan Jeonghan dari tubuhnya, ia membantu Jeonghan yang lemas akibat pelepasan mereka. Seungcheol mengelap keringat dan cairan Jeonghan yang mengenai tubuh Jeonghan. Setelah selesai ia membantu Jeonghan merapihkan pakaiannya. Lalu ia melakukan hal yang sama terhadap tubuhnya.

“Lo udah ngitungin ini ya, kok bisa pas banget kita keluar pas nyampe rumah lo.”

Seungcheol hanya terkekeh. “Kuat jalan gak?”

“Ya lo pikir aja.”

Seungcheol memapah Jeonghan masuk ke dalam rumahnya. Ketika ditanya sang bunda kenapa temannya lemas. Jawaban Seungcheol adalah dia mabok perjalanan, bund dan Jeonghan terima-terima saja di tuduh seperti itu.

Saat ini mereka sedang menikmati makan siang yang sudah disiapkan bunda nya Seungcheol.

“Jadi ini Cheol?”

Seungcheol hanya mengangguk dan kembali memakan makanannya. Jeonghan menatap Seungcheol dan bundanya bingung. Meminta penjelasan pada Seungcheol.

“Jadi, bunda nyuruh gue balik kalo gue udah ada calon yang bakal dinikahin. Lu mau kan nikah sama gue? Maulah masa engga, iya gak?”

Jeonghan hanya menganga lebar hah?