cinta tau kemana dia pulang

Seungcheol mendorong troli belanjanya ke bagian mie instan, akhir-akhir ini ia dan Jihoon suka mengkonsumsi makanan instan itu karena tidak ada waktu—mereka berdua sibuk.

“Beli yang banyak aja kali ya sekalian?”

Akhirnya ia mengambil banyak mie instan goreng dan kuah. Setelah itu ia akan menuju ke bagian buah-buahan tapi sebelum itu ia melewati rak khusus bayi.

Ia tersenyum melihat banyak susu formula untuk bayi di sana, ia berkhayal suatu saat akan pergi kesini juga dengan Jeonghan untuk membeli susu untuk anaknya.

“Mikir apa sih gue? Jeonghan gak bakal mau balik sama gue.”

Akhirnya ia melanjutkan kegiatan berbelanjanya. Hampir sekitar 1 jam lebih ia berbelanja, dan sekarang saatnya pulang.

. . . . . . . .

Seungcheol turun dari mobilnya dan mengambil semua belanjaannya. Dengan susah payah ia membawa belanjaan itu, ia sudah menghubungi Jihoon tapi Jihoon tidak menjawabnya. Jadi mau tak mau ia harus membawanya sendiri.

Seungcheol memasukkan kode apartemennya setelah pintu terbuka ia masuk dengan cepat.

“Ji, kamu mah parah banget mas telponin gak di angkat.” Dumel Seungcheol, ia belum melihat sekitarnya.

“Mas?”

Seungcheol menoleh ke arah Jihoon, lalu senyumnya luntur seketika ketika melihat Jeonghan di sana. Dengan seorang bayi di gendongannya.

“Mas Cheol?”

Jeonghan

Seungcheol berjalan perlahan menuju Jeonghan, lalu ia menatap wajah anak kecil yang mirip dengannya.

“Nathan. Choi Nathan.” Jeonghan memperkenalkan bayi laki-laki itu pada Seungcheol.

Seungcheol menitikkan air matanya, lalu ia mengelus lembut bayi itu.

“Halo, Nathan. Ini ayah Cheol.”

. . . . . . . . . .

Jeonghan berkutat di dapur Seungcheol, ia terkejut ketika melihat isi belanjaan yang Seungcheol beli tadi. Nathan sedang main dengan Jihoon.

“Kamu nyetok mie banyak banget mas.”

Seungcheol menggaruk tengkuknya. “Gimana ya Han, mas sama Jihoon sibuk jadi gak ada waktu buat masak. Jadi nyari yang gampang aja.”

“Tapi kan gak baik buat kesehatan, mas.”

“Iya mas tau Han.”

“Terus mas masih konsumsi obat tidur?”

Seungcheol mengernyitkan keningnya. “Darimana kamu tau?”

“Jihoon. Dia udah ceritain semuanya ke Han.”

“Maaf Han, mas gak bisa tidur tenang pas kamu pergi.”

“Maaf ya mas, gara-gara Han mas jadi kayak gitu.”

“Bukan salah kamu, salah mas. Salah mas gak bisa tegas. Salah mas jadi kamu pergi waktu itu. Kamu harus menderita lagi karena mas.”

Jeonghan mendekat ke arah Seungcheol, ia mengelus pipi Seungcheol yang menurutnya agak tirus.

“Salah kita berdua mas.”

Seungcheol menarik pinggul Jeonghan agar mendekat padanya. Lalu ia menyatukan kening keduanya.

“Kalau ini cuma mimpi, mas gak mau bangun Han.”

“Sayangnya ini bukan mimpi mas.”

“Iya, kamu bukan mimpi.”

“Mas.”

“Ya dek?”

“Aku pulang.”

Seungcheol tersenyum. “Welcome home, dek. Makasih udah inget jalan pulang.”

“Ekhmm, mohon maaf bapak-bapak anaknya rewel.” Jihoon dengan jengkel memberikan Athan pada Jeonghan.

“Makasih ya ji udah mau direpotin.”

“Ya sama-sama kak, cuma tau tempat ya. Gue kan jomblo.”

Jeonghan dan Seungcheol tertawa.

“Cari pacar dong.”

“Sombong banget, baru beberapa jam yang lalu lo jadi team ngenes sama gue.”

“Sekarang kan udah engga.” Ucap Seungcheol dengan bangga ia merangkul pinggang Jeonghan.

Jihoon memutar bola matanya jengah. “Rese.”