awal kehancuran Jeonghan
Hari ini adalah hari pernikahan Naya dan Seungcheol. Keluarga besar Seungcheol sudah memenuhi rumah Naya.
Baru pertama kalinya Jeonghan melihat kedua orang tuanya tersenyum tulus pada orang lain selain pada Naya.
“Kapan ya mama sama papa senyum tulus kayak gitu ke gue?”
“Jeonghan, panggil mba Naya.” Bahkan ketika berbicara padanya saja mamanya memasang wajah masam.
Jeonghan bergegas menuju kamar Naya, ia mengetuk pintu kamar Naya beberapa kali tapi tidak ada jawaban. Akhirnya Jeonghan memutuskan untuk langsung masuk ke dalam kamar itu.
“Mba?” Jeonghan masuk dan tidak mendapati Naya di sana lalu ia mengecek kamar mandi yang ada di dalam kamar itu, tapi nihil Naya tidak ada.
Jeonghan kalang kabut ketika mengetahui itu, tapi matanya tertuju pada sepucuk di atas ranjang Naya.
“Mba Naya kabur?”
. . . . . . . . . .
“Pah, mah.” Jeonghan berteriak sambil berlari menuruni anak tangga.
“Apasih? Emang kamu pikir kamu di hutan?”
“Bahkan di depan orang banyak mama gak bisa bersikap baik sama gue.”
“Ma, mba Naya gak ada di kamarnya.”
“Apa maksudnya Han?”
“Mba Naya gak ada mas, Han cuma nemuin ini di kamar mba Naya.”
Jeonghan memberikan surat itu pada Seungcheol, dengan tergesa Seungcheol membukanya.
“Pa, ma kalo kalian udah baca surat ini artinya aku udah gak di Indonesia. Aku pergi dulu ya? Cuma buat sementara kok hehehe. Cheol, gapapa kan nikahnya kita tunda dulu? Jujur aku belum siap nikah Cheol. Aku janji, cuma nunda bukan ninggalin kamu. ❤️”
Seungcheol meremat surat itu, lalu membuangnya ke lantai.
“Apa isinya Cheol?” Tanya ayah Choi
“Naya pergi, dia bilang dia belum siap nikah.”
Ucapan Seungcheol tentunya membuat semua orang terkejut.
“Terus ini gimana? Batal?” Tanya bundanya.
“Seungcheol papa minta maaf. Tapi gimana kalo acara ini jangan dibatalin?”
“Maksud papa apa? Naya gak ada, aku harus nikah sama siapa?”
“Gimana kalo Jeonghan?”
“Selamat Jeonghan, lo jadi figuran lagi di hidup orang lain.”
. . . . . . . . . .
Jeonghan dan Seungcheol sudah berada di apartemen mewah milik Seungcheol. Seharusnya apartemen itu Seungcheol gunakan dengan Naya, bukan Jeonghan.
“Han, kamar kamu di sana ya?” Seungcheol menunjuk kamar yang dekat dengan dapur.
“Mas Seungcheol?”
“Ya?”
“Kita gak sekamar?”
Seungcheol menggeleng. “Kamar saya cuma buat Naya.”
Lalu Seungcheol pergi masuk ke kamarnya, meninggalkan Jeonghan yang menangis.